Diana menangis? Kenapa?

Tangan Brian terulur mengusap lembut mata Diana. Jelas! Mata itu bahkan masih basah karena air mata.

"Kenapa kau menangis, Sunshine?" Tanya Brian pelan. Ia duduk bersila di lantai, dengan wajah berhadapan dengan wajah Diana.

"Kau bahkan terlihat lebih pendiam sekarang, tidak secerewet waktu pertama menikah." Brian menghela nafas panjang. "Aku bukan paranormal yang bisa membaca isi hatimu, katakan padaku tentang apa yang kau alami. Apa pun itu."

Bodoh!

Tidak seharusnya ia berbicara pada orang tidur. Toh istrinya itu tak akan mendengar!

Brian berdiri dari duduknya, menggendong Diana dan membawanya ke kamar. Ia menidurkan Diana di ranjang dengan pelan agar tak membangunkan istrinya. Kemudian, Brian ikut bergabung di kasur. Tanpa susah payah membersihkan dirinya, Brian langsung memeluk Diana dari samping, menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Diana, dan ikut memasuki alam mimpi.

💟💟💟

Pagi harinya, Diana membuka matanya dan menemukan Brian yang tengah menatapnya. Suaminya itu berbaring miring dengan tangan menopang kepala.

"Morning, Sunshine." Brian mencuri ciuman kilat di bibir Diana.

Diana mengambil bantal dan melemparkannya ke wajah Brian. "Jangan asal mencium!"

Brian terkekeh. Ia memindahkan bantal ke bawah kepalanya, mendekat pada Diana. "Bangunlah. Aku sudah membuat sarapan untukmu."

Diana mengernyit. Ia kemudian menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi. "Kau tidak bekerja?"

Brian menggeleng, ia beringsut memeluk Diana. "Aku sedang ingin berdua bersama istriku. Tanpa gangguan orang lain.'

Diana terkekeh. "Lalu apa yang akan kita lakukan seharian ini?"

Brian nampak berpikir. "Ehm..berpelukan?"

Diana mencubit perut berotot Brian, membuat suaminya itu tertawa geli. "Geli, sayang." Brian menahan tangan Diana yang menggelitiki pinggangnya.

Diana bangun dari berbaringnya. Ia duduk bersila menghadap Brian. Pandangan mata Diana menatap Brian. Banyak kata yang ingin ia ucapkan pada Brian, tapi dia takut.

"Ada apa?" Rupanya Brian menyadari kegelisahan istrinya itu.

Diana menggeleng. "Tidak apa-apa." Ia tersenyum.

Brian menghela nafas. Ia ikut bangun, duduk berhadapan dengan Diana. Tangannya mengusap lembut rambut coklat Diana. "Aku mencintaimu, Diana."

Diana tersenyum. Ia menurunkan tangan Brian dan menggenggamnya. "Aku juga mencintaimu, Brian."

Brian mendengus geli. "Ayo bangun. Aku akan mengajakmu pergi hari ini." Brian menarik pelan tangan Diana agar turun dari ranjang.

Diana merengek tak mau turun. Ia malah menutup tubuhnya dengan selimut.

Brian berdecak kesal. Ia menyibak selimut yang menutupi tubuh Diana. Lalu tanpa aba-aba, Brian langsung menggendong Diana menuju kamar mandi dan menceburkannya ke bathtub.

"BRIAAAAAAN!!" Teriak Diana kesal.

💟💟💟

Tak!

Diana menusuk pancake di hadapannya dengan sadis, lalu memakannya dengan cepat.

Brian yang melihat aksi itu mendadak merasa ngilu. "Sunshine...ada apa denganmu?"

Diana yang tadinya menatap piring berganti menatap Brian. "Ah! Aku tidak apa-apa." Ia tersenyum dengan mata menatap tajam Brian. "Hanya sedang kesal saja."

Brian kembali meringis. Salahnya juga yang menceburka Diana ke bathtub tadi. "Sunshine....aku minta maaf." Brian memegang tangan Diana yang berada di atas meja, sementara wajahnya memelas pada Diana.

Diana menghela nafas, kemudian meletakkan garpunya. "Permintaan maaf di terima. Tapi lain kali jangan seperti itu lagi. Aku tidak suka."

Brian mengangguk. "Aku janji tidak akan seperti itu lagi."

Diana mendengus. "Ngomong-ngomong, kenapa kau ingin menemaniku seharian ini?" Diana bertopang dagu, menatap Brian penasaran.

Brian berdehem sambil membenarkan letak duduknya. "Aku lelah terus bekerja, Sunshine. Jadi aku memilih untuk libur dulu." Brian cemberut. "Semenjak kau berhenti bekerja, aku jadi sering kesepian di kantor."

Diana terkekeh. Ia mengusap lembut rambut Brian, layaknya mengusap kepala anak kecil. "Bukankah kau yang memintaku untuk berhenti bekerja?"

Brian mengangguk. "Memang. Dan aku menyesal menyuruhmu berhenti."

Diana tersenyum. "Jika kau mau, aku bisa menemanimu seharian di kantor. Lagi pula aku tidak punya pekerjaan di rumah."

Brian menghela nafas. "Kau pasti tidak akan kesepian jika ada anak kecil di rumah ini."

Dan senyum yang tadinya bertengger manis di bibir Diana perlahan luntur.

Anak?

Dia juga menginginkannya, hanya saja Tuhan belum mempercayakannya pada Diana.

A/n:
Gimana part ini???
Komen ya??

You're The OneWhere stories live. Discover now