4 • Ngobrol

106 20 4
                                    

"Eum... Ram, tadi lo ngapain ada di depan gerbang komplek gue?"

Dikarenakan selama perjalanan tak ada satu pun dari mereka yang berbicara-setelah Nina berseru dengan tak tahu malunya, tentu-maka Nina memberanikan diri untuk membuka percakapan.

Cewek itu berkata seraya memegang sepasang tali ranselnya dengan kedua tangan. Kakinya yang nakal menendang-nendang beberapa kerikil di depannya. Cengiran kecil diulas begitu tendangannya tak sengaja mengenai perut kucing yang tengah berbaring santai di bawah pohon, sehingga menyebabkan kucing itu bangkit dan berlari tunggang langgang.

"Diem kenapa, kakinya?" kata Rama. Sama sekali tak menjawab pertanyaan Nina.

"Jawab pertanyaan dulu, bisa kali." Nina tak berhenti. Kakinya masih senantiasa menendang kerikil-kerikil yang teronggok menyedihkan di atas trotoar jalan.

Rama berdecak. Entah Nina yang baru mengetahui, atau memang ini kebiasaan baru Rama, yang sering berdecak bila berada di dekatnya? Biarlah. Selama decakan cowok itu tak merusak gendang telinga Nina, jadi Nina akan baik-baik saja bila Rama berdecak ribuan kali di sebelahnya sepanjang waktu.

Sepanjang waktu?

Ayolah. Mereka bahkan tak sengaja jalan bersama pagi ini. Bagaimana Nina bisa mengharapkan decakan yang akan ia dengar sepanjang waktu keluar dari bibir Rama?

It's funny to hear that, right?

"Penting banget jawaban gue, buat kehidupan lo?" Rama berujar ketus.

Dan ditanggapi ringan oleh Nina. "Yup."

Lagi-lagi, Rama berdecak. "Tadi gue mesen GoJek, tapi ternyata gue salah ngasih alamat. Malah alamat komplek lo yang gue ketik. Gue telpon driver-nya berkali-kali, tapi nggak diangkat. Ya udah, gue berasumsi kalo ini driver udah on the way ke alamat yang gue kasih itu, jadi gue susulin ke sana. Pas lagi di jalan, driver-nya nelpon, katanya dia udah ada di sana. Eh, waktu gue nyampe, gue cari-cari, dia nggak ada. Ya udah deh, gue akhirnya berakhir di sini sama cewek tai macem lo."

Mendengarnya, Nina manggut-manggut sendiri. "I see," komentarnya, tanpa berhenti dari kegiatan barunya menendang-nendang kerikil.

"Lo 'I see' bagian mana? Bagian yang 'cewek tai macem lo' itu?"

Nina mengerlingkan mata bersamaan dengan kakinya yang menendang salah satu kerikil berukuran cukup besar. "Bodo amat, ya-ups!"

Langkah cewek itu terhenti. Kedua bola mata hitamnya melotot, hampir keluar. Mulutnya yang kecil menganga lebar, namun dengan cepat ia tutup dengan kedua tangannya. Rama yang melihat itu, mengernyit. Seolah bertanya, Ini anak overdosis obat nyamuk?

"Napa lo?" tanya Rama kemudian.

"Itu!" bisik Nina penuh keterkejutan nyata. "Kerikil yang gue tendang kena bulldog!"

Begitu memutar kepala 90 derajat bak sudut siku-siku, Rama dapat melihatnya. Di sana. Telah berdiri dengan ganas seekor anjing bulldog yang tak terawat karena terdapat bekas sayatan benda tajam di kedua pelipisnya. Gigi anjing itu bergemelatuk, tentu menggeram menahan emosi. Dan gawatnya, ia sedang menatap lapar ke arah Nina dan Rama.

[M a n i f e s t a s i : Empat]

ManifestasiWhere stories live. Discover now