Menanti Matahari Terbit

Start from the beginning
                                    

"Arista, seandainya suatu saat kita berpisah bagaimana?"

"Tak apa, kamu bilang kan seandainya," aku masih menjawabnya dengan sesantai mungkin.

Ibra menghembuskan napas lagi sebelum melanjutkan pembicaraan. "Kalau aku bilang serius, Arista, kalau sekarang kita berpisah bagaimana?"

"Aku baru saja mendengar kamu mengucap selamat untuk hubungan kita dan kamu mau berpisah denganku? Itu sama sekali tidak lucu," jawabku terkekeh begitu mendengarnya.

"Aku masih sayang Tiara, Ris."

Seketika badanku membeku, hatiku bak disayat sembilu yang luka begitu parah namun tak berdarah. Pikirku tertuju pada gadis itu, Tiara. Gadis yang tiba-tiba menjauh lalu membuat hati Ibra rapuh, tapi mampu meninggalkan kenangan di hati Ibra yang begitu luar biasa hingga Ibra tidak mampu melupakannya. Sampai-sampai, saat kami masih berteman.. Seluruh pembicaraan tidak lepas dari hal menyangkut Tiara, dan aku selalu disamakan olehnya.

"Aku pikir aku bisa sepenuhnya melupakannya, saat kuputuskan untuk menjalin hubungan bersama kamu, gadis yang mirip dengannya. Aku belum bisa mencintai apa yang ada di dalam diri kamu, aku baru sadar jika aku menganggap kamu hanyalah ... bayang-bayang Tiara."

Kucerna apa yang baru saja Ibra katakan. Ini terlalu sulit, ini terlalu sakit. Bagaimana bisa Ibra berkata demikian? Setelah malam panjang yang sudah aku percayakan padanya. Setelah Ia selalu meyakinkan diriku tentang dirinya yang berhasil melupakan Tiara. Setelah aku membuang jauh ketakutan bahwa seandainya Ibra masih mencintai mantan terkasihnya.

Namun yang bisa aku lakukan detik itu hanya menarik ujung bibir, membentuk senyuman tipis penutup emosi, meredam remuknya hati setelah keyakinan dihkhianati. Menahan bulir-bulir airmata yang segera jatuh dipipi, menepis harapan-harapan indah bersama Ibra yang kurintis sendiri, dan menguatkan jiwa bahwa tidak ada yang abadi.

"Lalu apa yang kamu ingin, Bra? Hubungan kita sampai di sini?" Tanyaku pelan. Ya, aku terlalu cerdas untuk menutupi ini.

"Ya, keputusan itu yang paling tepat untuk aku-- kita ambil saat ini. Aku tidak mau kamu berlarut-larut dibohongi oleh perasaan lelaki bodoh dan tidak berpendirian. Dan jujur ... aku sendiri lelah mempunyai perasaan ini untuk Tiara. Aku terlalu bodoh karena tidak bisa mencintai kamu yang jelas berhati ibu dan tulus menyayangiku. Maafkan aku ..."

Aku mengangguk, bersandiwara jika aku bisa mengerti keadaan kami saat ini. "Kalau begitu yang kamu mau, aku akan mencoba untuk mengerti."

Ibra tersenyum lega lalu mulai mengacak pelan rambutku. Sementara perih langsung menjalar ke tubuhku, menyadarkan aku bahwa cinta tak seindah itu.

[.]

Aku memaksa kaki yang kaku untuk berlari menuju kamarku. Dinding-dinding kamar yang kerap kuhiasi dengan kenangan aku dan Ibra, seketika luruh melebur sia sia tanpa makna.

Senyuman kami di dalam foto, wajahku yang dilukis cantik oleh Ibra, jam weker pemberian Ibra yang memudahkan aku bangun pagi setelah harus tidur menjelang subuh, semua kenangan kami. Lalu apa lagi maksud sketchbook merah dan sebuah kotak hijau tadi? Apakah itu akan membuatku merasa lebih sakit lagi?

Perlahan aku meraih dua benda pemberian Ibra tadi. Airmata yang sudah berkumpul di pelupuk mata masih bisa aku tahan. Aku membuka satu demi satu halaman di dalam sketchbook itu. Isinya hampir mirip cerita bergambar, menjelaskan tentang bagaimana hubungan kami dimulai dan berakhir.

Aku menggigit bibirku sendiri sampai aku merasakan ada sedikit luka, aku hanya tak ingin airmata bodoh ini keluar. Aku pikir nanti aku akan terlihat lebih bodoh, menangisi sesuatu yang telah pergi dan mustahil untuk kembali.

Kemudian aku membuka kotak warna hijau itu. Aku menemukan tape recorder di sana dan detik selanjutnya kuberanikan untuk menekan tombol on pada benda berwarna hitam itu.

Ibra's voice: "Selamat pagi, Arista. Aku harap, setelah apa yang tadi aku ucapkan, kamu tidak pernah membenciku. Aku tidak ingin kehilangan orang yang sangat berarti dalam hidupku. Bersama kamu, dunia terasa lebih indah dari harta. Bersama kamu, hatiku bisa sejenak melupakan Tiara. Maaf, bukan maksudku menjadikan kamu pelarian ... setiap melihat tawamu dan ucapan sayangmu kepadaku, sebanyak itu pula aku selalu berusaha untuk tulus mencintaimu tanpa bayang-bayang Tiara, tetapi aku masih belum berhasil, Ris. Sekarang kita berada pada level tertinggi dari mencintai, yaitu, melepaskan. Jangan pernah takut, Arista ... karena memang takdir berkata untuk bersama, kelak nanti pasti akan dikembalikan. Aku menyayangimu, teman hidup terbaikku. Tidurlah, beberapa menit lagi menjelang subuh."

Rekaman berhenti, suara Ibra tak lagi terdengar, tangisku dimulai.

Ternyata aku tak sekuat itu menyembunyikan hati yang dirundung pilu dan dihantam duka. Airmataku berjatuhan tak terkendali, rintihan dan senggukan terdengar mengisi ruangan ini. Aku melipat tanganku di atas lutut dan kutenggelamkan wajahku di sana, meredam suara agar tak terdengar sampai kamar Mama dan Papa.

Jika tangis adalah obat paling ampuh menyembuhkan luka tak bedarah, maka, biarlah aku menangis, mengisi detik dengan tangisan menanti matahari terbit.

[.]

a/n

Haaai, short story kedua alhamdulillah🙏 masih belajar nih, maaf ya klise. Tanggapan kalian tentang cerita ini? Kritik&saran selalu ditungguu!!! Do'akan soon bikin short story tentang thriller/horror/sejenisnya deeh:v

Ohh iyaa, nggak pernah berhenti ngucapin terima kasih sama kalian yang selalu kasih komentar ttg cerita yg udh aku publish. Secara nggak langsung itu sangat ngesupport aku. Ngebuat aku untuk nggak pernah bosen belajar, gimana caranya bikin cerita yg menarik. Terima kasih juga untuk Farah Arista Manda, emg bener2 sahabat yg bisa diajak buat apa2😂 makasih yaaa semuanya!! Jangan bosen loh baca ceritaku;p

Btw, besok udah lebaran aja yaah;p gimana puasanya selama sebulan ini? Lancar? Semoga pahala yg udh kita lakukan tdk sia-sia yaa. Jaaaadi, taqobbalallahu minna wa minkum siyamana wa siamakum, wataqobbal ya karim, ja'alnallahu minal aidin wal faizin, mohon maaf lahir&batin<3

Love,
Syifa penggemar miset:))

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 02, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Tulisan di Waktu LuangWhere stories live. Discover now