dia kembali untuk pergi lagi

236 43 56
                                    

Perevisi Cerita: Farah Arista Manda
Pembuat Cover: Carrisa Nurani

" Selamanya aku secangkir kopi susu, satu-satunya yang kamu perlu sekalipun hatimu pilu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

" Selamanya aku secangkir kopi susu, satu-satunya yang kamu perlu sekalipun hatimu pilu."

[.]

Kemarin aku bertemu gadis berambut hitam pekat yang tergerai hingga punggung dengan ujung yang sedikit ikal. Gadis itu tiba-tiba meminta izin kepadaku untuk menikmati candy vanilla milkshakenya di meja yang aku tempati.

Aku bertanya dia siapa, dia bilang namanya Kadisa. Aku mengangguk mengerti sebelum Ia mengajakku mengobrol lebih lama.

Empat puluh lima menit aku dan Kadisa saling berbagi cerita, aku baru sadar, kalau Ia mirip Renatha. Dari caranya menyelipkan anak rambut ke belakang telinga, menarik kepalanya sedikit ke belakang saat tertawa, menopang dagu dengan tangan kanannya saat aku bercerita, dan aku baru sadar. Kadisa juga menyukai candy vanilla milkshake.

Aku menggelengkan kepalaku kuat-kuat, menepis pikiranku yang menyamakan Kadisa dengan Renatha. Renatha sudah tidak ada di sini, aku harus belajar mengerti.

Tepat saat sang senja menampakkan jingga kebanggaannya, Kadisa melambaikan tanggannya sembari menyerukan sampai jumpa padaku. Ia mengajakku bertemu lagi hari ini dan aku menyetujui.

[.]

Kadisa baru saja mengirim pesan lewat ponsel (kemarin kami memang sempat bertukar ID Line), Ia memberitahuku agar dia saja yang menjemput kemari dan aku hanya perlu menunggu.

Jam dinding di ruang makan baru menunjukkan pukul 13.00, Kadisa akan datang pukul 13.30, jadi aku bisa menyempatkan diri untuk menyesap secangkir kopi susu serta menikmati beberapa irisan kue brownies.

Aku menuang air panas dari dalam teko merah kesayangan ibu. Dentingan kecil sendok dan cangkir terdengar ketika aku mengaduk air panas dengan bubuk kopi yang aku racik sendiri.

Sebenarnya aku tidak suka perpaduan pahit dan manis seperti cokelat dan kue brownies. Renatha yang menyukainya. Renatha yang membuat aku turut menyukainya.

Ucapan Renatha tentang pahit manis kue brownies diibaratkan bak bahagia dan lara yang sepaket dengan kehidupan. Namun sekarang aku sedang menelan pahitnya saja, manis di dalam brownies bahkan aku tak merasa.

Semuanya pahit tanpa kamu, Ren.

Aku hanya bisa terus bertanya tanpa ada jawabnya kapan aku sanggup melupakan Renatha.

Wanita yang aku kenal begitu baik. Aku mengenalnya sekitar dua tahun kurang dua bulan yang lalu. Pertama kali melihatnya adalah pada saat menghadiri acara makan malam perusahaan ayahku, keluarga Renatha ternyata turut diundang, Renatha begitu cantik dengan gaun hitam selutut dan polesan make up yang sederhana. Ayah dan ibuku menyuruh aku untuk berkenalan dengan anak-anak teman ayah yang hadir di situ, tetapi yang menarik perhatianku hanya Renatha.

Tulisan di Waktu LuangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang