"Gila, ini jam dua dan lo baru pulang?"

"Gue nugas di kosan temen," jawab Naya dengan tampang lelahnya. Seketika, ia teringat sesuatu yang membuat ekspresinya mendadak tidak enak.

"Kenapa, Kak?"

"Gue mau nanya sesuatu yang penting," ucapnya. Perempuan itu menggantung tasnya di belakang pintu, kemudian duduk bersila di hadapan Inara yang masih berbaring di atas tempat tidur.

"Apa?" tanya Inara.

Naya menghembuskan napasnya. "Jujur ya, Na."

Inara langsung mengubah posisinya menjadi duduk. "Kayaknya serius banget."

"Emang serius." Naya menatap Inara tepat di manik mata. "Lo anggota Blackpole?" tanyanya dingin.

Bisa Naya lihat, pupil mata adiknya itu sedikit melebar. Perempuan itu masih menunggu jawaban dan penjelasan yang keluar dari mulut Inara.

"Jangan sampai Kak Naya tahu."

Ucapan Gafar tiba-tiba teringat olehnya.

"Dia udah nge-blacklist Blackpole dari hidupnya."

"Ngg–" mata Inara bergerak ke kiri dan ke kanan. Bimbang.

"Jawab kakak, Inara."

Gadis itu meringis. Ia tidak pernah melihat Naya seserius ini. Sebenarnya, seperti apa hubungan Naya dan Blackpole sehingga kakaknya itu mem-blacklist komunitas ini dari hidupnya?

"I–iya, Kak," aku Inara.

Tercetak raut kecewa di wajah Naya ketika mendengar jawaban Inara.

"Kenapa, Na? Kenapa lo masuk ke sana? Padahal lo pengurus OSIS, ketua DisPara pula. Lo pengkhianat, Na!" kata Naya blak-blakan.

Gadis itu merasa tertohok mendengarnya.

"Gue sebagai mantan ketua OSIS, kecewa sama lo. Dan gue sebagai kakak lo, sangat teramat kecewa."

Air mata Inara berlinang. Kecewa sama lo. Ada berapa banyak orang lagi yang akan mengatakan hal itu padanya? Membayangkannya saja tidak sanggup.

"Lo nggak tahu apa yang udah mereka perbuat dulu ke gue, kan? Mereka itu jahat, Nara! Pergaulan mereka buruk."

"Tapi itu bukan mereka, Kak!" akhirnya, Inara berhasil mengeluarkan pembelaan itu. Ia berhasil mengeluarkan suaranya yang sedari tadi tertahan.

Naya menggeleng menatap Inara, tidak menyangka adiknya itu lebih membela Blackpole ketimbang organisasi yang sudah diurusnya.

"Dari mana lo tahu? Mereka mem-bully gue secara nggak langsung. Mereka ngejelek-jelekin gue. Mereka jahat, Na! Buka mata lo. Nggak usah belain mereka."

"Loyang harus buka mata, Kak." setetes air mata Inara keluar.

Hatinya berada di antara dua kubu yang bertolak belakang.

OSIS dan Blackpole.

Gadis itu tidak tahu harus berada di kubu yang mana. Akan tetapi, ia tahu bahwa keduanya tidak memiliki kelemahan apa pun. Tidak ada yang patut dijauhi atau ditinggalkan.

"Ban mobil gue dikempesin. Loker gue diisi sampah-sampah setiap hari. Foto gue dicoret-coret, ditusuk-tusuk, dan ditempel di mading dengan kata-kata yang nggak banget. Lo masih mau bela mereka?"

"Itu cuma oknum, Kak. Mereka nggak kayak gitu," ucap Inara, masih berusaha membela Blackpole.

"Dulu Gafar. Sekarang lo."

AntipoleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang