Cakra berjalan dengan tergesah-gesah, amarahnya memuncak hanya karena perdebatan kecil antara dirinya dan ibu tirinya-Ralat, Cakra tidak menganggap Resta ibunya melainkan hanya seorang parasit.

"Gue benci." Kata Cakra sambil duduk dengan kasar di kursi taman, kebetulan tempat ini sepi jadi Cakra tidak perlu khawatir menggangu pasien yang lain. Beberapa waktu yang lalu ketika ia bangun dari tidurnya, matanya membulat sempurna melihat berapa notifikasinya yang berasal dari orang yang sama.

178 pesan dan 223 panggilan. Ini gila, Cakra tidak pernah melihat Resta mengirim pesan dan panggilan sebanyak itu, akhirnya Cakra memutuskan untuk ke rumah sakit tempat dimana yang di beritahukan Resta kepadanya melalui pesan.

Setelah sampai, ternyata benar, ayahnya sedang berada di meja operasi untuk berjuang hidup. Gila, ia kecewa pada dirinya sendiri dan akhirnya ia melampiaskan semuanya kepada Resta. Egois memang tapi memang sebagian juga kesalahan Resta.

Cakra kemudian menarik kasar rambutnya, berharap rasa pusingnya menghilang namun ia salah. Hingga tanpa sadar Cakra menangis sendiri, meneteskan Air mata dengan cepat di hapusnya.

"Gue benci hidup gue, gue enggak mau kehilangan ayah gue lagi, udah cukup ibu pergi tidak untuk ayah." Guman Cakra sambil menarik kasar rambutnya, bahkan wajahnya sudah memerah karena di penuhi amarah.

Hingga tiba-tiba matanya menangkap mobil ambulance yang datang kemudian mengeluarkan sosok yang Cakra kenal. Aileen, kening Cakra mengerut, karena penasaran akhirnya Cakra mengikuti kemana gadis itu di bawah.

"Aileen sakit apa?" guman Cakra masih terus mengikuti ke mana gadis itu di bawah. Hingga ponselnya bergetar di saku kirinya, tanpa menunggu lagi Cakra langsung mengangkatnya kemudian pergi begitu saja.

Panggilan itu dari Resta yang mengatakan bahwa Ayahnya sudah selesai di operasi dan akan di bawah ke ruangan, tanpa menunggu lama lagi Cakra langsung pergi.

***

Grisella sendari tadi menggenggam tangan anaknya, wajah khawatir masih terus di pasangnya. Sementara Abraham( Alex) hanya bisa menatap ibu dan adiknya ibah, ia menyesal tidak membangunkan adiknya makan karena ia pikir jika gadis itu tidur namun setelah lama menunggu gadis itu tak kunjung bangun juga dan akhirnya ia baru sadar jika gadis itu pinsan.

Sementara Darius baru kembali dari ruangan dokter dan seketika mata Abraham dan Grisella langsung menatapnya penuh tanya. "Dia nggak papa kok, mungkin Cuma kecapean dan untuk perkembangan selanjutnya kita lihat setelah Aileen sadar." Setelah mendengar ucapan Dairus baik Grisella dan Abraham langsung merasa lega.

"Abang? Bawa pulang bunda yah?" kata Dairus dan Abraham mengangguk

"Enggak, bunda mau di sini," kata Grisella masih menggenggam kuat tangan Aileen

Dairus memijat pelipisnya kasar,"Bunda harus istirahat, nanti biar ayah yang jagain Aileen." Alasan yang sesungguhnya adalah Dairus tidak suka melihat istrinya menangis atau bersedih seperti itu, biarlah Grisella di bawah pulang setidaknya agar dia tidak melihat wajah sedih Grisella.

"Tidak. Ayah pikir bunda bisa tidur dengan nyaman di rumah setelah melihat keadaan Aileen seperti ini, tidak ayah, bunda akan lebih khawatir," jelas Grisella

"Aileen tidak papa, dia cuma kecapean aja," namun Grisella hanya diam memilih menggenggam tangan Aileen dan menatap senduh kearah gadis itu.

Dairus menghela nafas frustasi, "Oke, kalau gitu ayah pergi ambil obat Aileen yah, bunda di sini aja sama Aileen." Grisella mengangguk patuh. "Abang ikut," Dairus mengangguk dan pergi bersama Abraham.

***

Sementara Cakra, pria itu kini duduk di kursi penungggu untuk menunggu obat yang ia pesan selesai di buat. Karena bosan, akhirnya Cakra memilih untuk mengutak atik ponselnya hingga namanya terpanggil barulah pria itu mendongkak dan berjalan meraih bungkusan obat yang di berikan kepadanya.

Fisika Vs Bahasa Inggris [COMPLETED]Where stories live. Discover now