Sabrina yang ditanya begitu, lantas melotot.

"Apa yang lo lihat di ponsel gue?" gadis itu meloncat ke atas ranjang Inara dan merebut ponselnya dari tangan Inara.

"Tadi pas gue buka galeri, langsung muncul foto-foto itu...," terang Inara bersamaan dengan Sabrina yang mengecek ponselnya sambil berbaring.

"Oh my god!" umpat Sabrina.

"Sab! Serius? Suka Gala? Sejak kapan? Kenapa nggak cerita sama gue?" Inara menarik tangan Sabrina.

Sabrina membenamkan wajahnya ke bantal seraya menggelengkan kepalanya. "Plis. Jangan sampe Gala tahu, Na. Astaga gue malu banget anjir."

"Malu kenapa coba? Kayak sama siapa aja. Gue pikir lo masih suka sama Bang Gafar."

Ya malulah, Na. Gue tau Gala suka sama lo, sedangkan lo tahu gue suka sama Gala. Kalo akhirnya lo tahu Gala suka sama lo, muka gue di mana?

Ah, mati aja lo, Sab.

Rasanya Sabrina tidak pernah semalu ini di depan Inara.

"Udah lama nggak, Na. Tiga tahun ada kali. Sejak ketemu lagi sama Gala."

"Sumpah lo mendam perasaan selama itu dan nggak ada yang tahu?!" Inara melotot.

"Persahabatan ini terlalu berharga, Na. Bahkan awalnya, gue berniat melupakan perasaan bodoh ini. Tapi nggak bisa." Sabrina mengganti posisinya menjadi duduk–dengan rambut yang sangat acak-acakan.

Inara tersenyum. "Nggak ada yang tahu gimana kedepannya, Sab. Kesempatan masih ada."

Sabrina menatap Inara kemudian memeluknya. Kesempatan gue udah hilang sejak gue tahu Gala sukanya sama lo, Na, batinnya. Ia berusaha mati-matian menahan air matanya.

"Melihat pengorbanan lo, gue janji bakal sepenuh hati jaga persahabatan ini juga, Sab." Inara balas memeluk Sabrina.

Air mata Sabrina terjatuh mendengar ucapan Inara. Na...

"Eh? Lo nangis?" Inara merenggangkan pelukannya.

Sabrina tertawa kecil sembari mengusap air matanya. "Terharu gue."

"Nggak nyangka gue, Gala ada yang suka juga."

Sabrina tergelak. "Gue juga bingung kenapa sukanya sama dia. Kalo sama Bang Gafar nggak bakal serumit ini kali ya."

"Tapi lo alay banget sumpah, Sab. Apa tuh tadi nama albumnya, emot love?" ledek Inara.

"Sialan." Sabrina bersungut-sungut. "Dapat karma mampus lo. Gue yang pertama kali ketawa."

# # #

"Rahagi! Kebo banget sih? Siapa yang jam dua tadi minta-minta ditemenin lari pagi?" Inara menarik selimut yang membungkus tubuh Rahagi.

Setelah beberapa kali mengetuk pintu kamar Rahagi dan tidak ada balasan, Inara akhirnya memberanikan diri masuk ke dalam kamar lelaki itu. Suasana yang gelap gulita membuat Inara menyimpulkan Rahagi masih menyelam dalam mimpinya.

Gadis yang sudah siap dengan celana training dan baju kaus abu-abu muda yang sedikit kebesaran di badannya itu, lantas menghidupkan lampu dan berusaha membangunkan kakak tiri kebo-nya itu.

"Rag!" Inara menepuk-nepuk pundak Rahagi cukup keras.

"Hmm!" lelaki itu mengerang dan menepis tangan Inara.

Gadis itu beralih menepuk-nepuk pipi Rahagi di kedua sisi dan tidak memedulikan Rahagi yang berusaha menyingkirkan tangannya.

"Yaudah, gue tinggal ya!" ancam Inara seraya menarik tangannya. Gadis itu melirik Rahagi sekilas sebelum akhirnya membalikkan badannya.

AntipoleWhere stories live. Discover now