"Berapa lama lagi kita sampai di istana Baekje, panglima?"

"Mungkin sekitar lima jam lagi kita akan sampai, Yang mulia."

"Baiklah, kita akan beristirahat sebentar di dekat desa ini untuk membeli beberapa perbekalan sebelum melanjutkan perjalanan." Yunho berjalan menuju sebuah padang rumput yang berada di dekat desa untuk mengistirahatkan tubuhnya sekaligus memberi makan para kuda. Manik musangnya menatap teriknya sinar matahari yang menyinari rombongannya. Diedarkan pandangan kearah para prajurit yang tengah terbaring diatas rumput ataupun berlatih pedang.

Tak lama jenderal Kim serta panglima Park menghampirinya untuk kembali melanjutkan perjalanan usai membeli beberapa perbekalan. Yunho menatap sekitar dengan sedikit waspada seolah terdapat beberapa mata yang tengah mengintainya.

Yunho menatap gerbang berukiran burung Hong besar yang telah hancur sambil menatap sekitar dengan waspada. Panglima Park mulai memasuki istana yang sebagian bagian telah hancur, diikuti lima orang prajurit serta Jenderal Kim yang mulai menyelinap dari arah samping sedangkan Yunho menunggu isyarat panglima Park yang tengah memastikan istana sambil mempersiapkan diri.

Seorang prajurit menghampirinya dengan sembilah pedang yang telah dibasahi darah dan menuntun Yunho untuk mengikutinya menuju kedalam istana. Terlihat beberapa tubuh tergeletak yang berbalut pakaian hitam serta wajah tertutup cadar sehingga hanya memperlihatkan kedua matanya saja. Hampir semua paviliun depan istana sudah tak berpenghuni.

Yunho menuruni kuda ketika melihat salah seorang pengawal Baekje menungunya di dekat kolam dan mengarahkannya pada sebuah ruang rahasia tempat dimana Raja Baekje bersembunyi serta membuat strategi untuk memukul mundur pasukan yang telah menyerang kerajaannya. Yunho mendekati namja muda seumuran dengannya yang tengah serius memikirkan sesuatu.

"Yang mulia Raja Jung Yunho datang untuk menemui anda, Yang mulia." Ujar seorang pengawal yang mengejutkan Jumong dari lamunannya.

"Yang mulia..." Raja muda Baekje itu mempersilahkan Yunho untuk menduduki tempat yang telah disediakan. Terdengar banyak masukan dari beberapa namja di ruang itu. Saling menolak dan menambah strategi yang telah disepakati. Namun Yunho hanya terdiam menatap datar sekitar yang membuat mereka menolehkan matanya menatap penasaran strategi apa yang hendak Yunho utarakan. Manik musang itu menatap sekitar sebelum berujar penuh keyakinan.

"Kita harus melakukan dua serangan sekaligus untuk memukul mundur pasukan itu dengan cepat. Dan kita akan mempersiapkannya pada dini hari nanti sesuai perjanjian yang aku buat pada mereka. Untuk itu jenderal Kim akan menjelaskan strategi yang sudah dirampungkan."

Yunho menatap semua orang diruangan itu dengan tajam dan dingin. Diselimuti angin kencang yang terus menderu serta langit yang mulai menggelap mereka mulai mempersiapkan diri untuk melakukan serangan. Bahkan Yunho mengajukan diri sebagai umpan sekaligus memimpin serangan paling depan ditemani panglima Park.

...

Gesekan pedang, percikan darah dan tubuh-tubuh yang tumbang diiringi derap kaki yang membaur dengan debu mewarnai pelataran istana Baekje. Suara pekikan yang saling bersahutan membangkitkan semangat yang membara serta tatapan tajam penuh ambisi dengan tubuh bermandikan peluh dan darah yang terus menetes.

Mata setajam musang itu mengintai seseorang yang sepertinya pemimpin pasukan lawan, dengan cepat diayunkan pedang kesegala arah pada mereka yang menghalangi langkahnya. Dihunuskan pedang tajam itu dipunggung namja itu dengan keras hingga tubuh besar itu terjatuh sebelum menarik pedangnya yang berlumuran darah dan menatap banyak tubuh berhamburan disekitar dengan cahaya matahari yang mulai menyinari. Menampilkan senyum tipis disudut bibir hatinya, namun tak lama karena kedua manik tajamnya melihat anak panah melesat melewati bahunya kearah samping yang membuat baju besi emas itu sedikit lecet.

OannesOù les histoires vivent. Découvrez maintenant