"Ngg–balik ke hotel, yuk. Udah mau sore." Kylar merangkul Sabrina dengan tangan kanannya dan Gala dengan tangan kirinya, kemudian menarik keduanya berjalan menuju hotel.

Di sepanjang perjalanan, hanya Kylar yang sibuk berbicara. Mengomentari banyak hal–salah satunya mbak-mbak resepsionis hotel yang cantiknya Masya Allah. Dalam hati ia masih merasa bersalah. Entah seperti apa Gala akan memarahinya nanti.

Sabrina masih sibuk mengatur perasaannya, sedangkan Gala masih belum siap Sabrina mengetahui perasaannya kepada Inara. Ia takut Sabrina keceplosan mengatakan kepada Inara tentang perasaannya.

Lelaki itu tidak ingin persahabatan yang ia bangun berakhir sia-sia hanya karena perasaan yang ia punya.

"Lar, lo boleh tinggalin gue berdua sama Gala, nggak?" tanya Sabrina pelan.

Kylar yang mendengar itu menghentikan ocehannya seraya menatap Sabrina, sedangkan Gala tiba-tiba panas dingin mendengar ucapan sahabatnya.

"Boleh! Kalo gitu, gue balik ya. Take your time!" Kylar melambaikan tangannya seraya berjalan menuju lift sebelah barat, meninggalkan sepasang sahabat itu.

"Ikut gue, Gal." Sabrina berjalan menuju sofa yang ada di lobby.

Lelaki itu mengekori di belakang. Rasanya seperti akan dieksekusi mati.

Sabrina duduk di sofa berwarna hijau muda tersebut.

"Duduk, Gal. Santai aja nggak usah tegang gitu." gadis itu tertawa, berusaha mencairkan suasana.

"Lo bikin gue takut, Sab." Gala meringis sembari mengambil tempat duduk di hadapan Sabrina.

"Biasa aja kali." Sabrina terkekeh pelan.

"Kenapa nih?" tanya Gala.

"Sebelumnya, gue cukup kaget sama apa yang barusan gue tahu."

Gala meringis seraya menyugar rambutnya ke belakang. "Maaf, Sab. Udah ngerahasiain ini dari lo."

"Selow, Gal."

"Gue nggak mau persahabatan kita sia-sia," sambung Gala.

"Tenang aja. Gue sebisa mungkin untuk nggak bocor ke Inara, karena gue tahu ini rahasia penting lo."

Lelaki itu menghembuskan napas lega. "Lo tahu aja yang ada di pikiran gue."

"Kurang ajar! Secara nggak langsung lo ngatain gue ember, ya?"

"Ampun, Sab!" Gala terkekeh.

"Ngeselin tapi fakta sih."

"Nggak usah sedih begitulah," balas Gala dengan nada jenaka.

Sabrina memaksakan tawanya. Gadis itu beranjak.

"Maju terus pantang mundur, Gal!" ia menepuk pundak Gala sekali. "Gue balik dulu."

Gala mengangguk seraya berdiri. Lelaki itu menepuk puncak kepala Sabrina.

Stop it, Gal.

"Makasih, Sab. Tapi, gue tentu mendahulukan persahabatan ketimbang perasaan gue."

Sabrina tidak bisa menahan air matanya. Ya, gue juga, Gal, batinnya.

"Daah!" gadis itu lantas berlalu meninggalkan Gala.

Setetes air matanya jatuh, tepat setelah ia membelakangi Gala. Kenapa juga perasaan bodoh ini ada.

Perempuan itu mengusap air matanya sebelum menekan tombol lift.

# # #

"Sab? Lo kenapa?" Inara yang sedang menikmati keripik kentang yang tadi ia beli, lantas menghampiri Sabrina begitu gadis itu muncul di ambang pintu kamar.

AntipoleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang