Part 3

3.3K 233 3
                                    

"Fajar" aku coba untuk mengejarnya, sebab karena aku dia menjadi basah seperti itu.

"Ada apa lagi? Hah!" Tanyanya emosi

"Aku.. aku cuma ingin minta maaf" ucapku sembari menunduk

"Minta maaf mengenai apa? Apa kamu sudah puas mempermalukan dirimu sendiri tadi? Hah! Menjadi wanita yang gak punya harga diri!"

"Seperti wanita murahan yang memperebutkan seorang lelaki" ucap Fajar yang sangat membuatku sakit hati

"Astaghfirullah.. ada apa ini?" Tanya Abi yang datang bersama umi

"Jaga ucapan kamu Fajar, aku tidak meminta kamu untuk melindungiku, kamu sendiri yang datang, oke mungkin aku memang wanita murahan tapi kamu!"

"Kamu seakan-akan menjadi lelaki yang Soleh tapi apa yang kamu lakukan tadi? Kamu memelukku, kamu menarik tanganku, iya aku tau kamu menolongku tapi apakah seorang lelaki Soleh pantas melakukan itu? Hah!" Ucapku yang tak kalah emosi

"AKU BERHAK ATAS DIRIMU SENJA PUTRI KAYLA"

"SIAPA KAMU SAMPAI BERHAK ATAS DIRIKU? HAH!" Ucapku tak kalah emosi, mungkin saat ini pikiran kami benar-benar sedang diliputi oleh amarah

"Kamu cuma teman masa kecil ku Fajar, gak lebih!" Ucapku sinis sembari menunjuk wajahnya

"Astaghfirullah.. cukup senja!" Ucap umi seperti ingin menangis

"Umi tapi dia sudah keterlaluan, ucapannya sungguh sudah keterlaluan"

"Umi bilang cukup!" Ucap umi yang kini mulai menangis

"Umi..." Ucapku menyesal, aku lupa kalau Fajar adalah anak dari umi Maryam dan seorang ibu pasti akan terluka bila anaknya diperlakukan seperti ini, tapi aku pun juga terluka dengan perkataan Fajar.

"Umi tidak ingin kamu menjadi istri yang durhaka, sudah cukup senja" ucapan umi kali ini benar-benar membuatku tidak mengerti.

"Umi.. sudah" ucap Fajar lembut sembari memegang umi

"Umi sudah gak bisa lagi menahan ini Fajar, umi gak tega melihat kalian terpisah seperti ini" kali ini ucapan umi benar-benar tidak aku mengerti, siapa yang umi maksud dengan kalian itu.

"Senja gak mengerti, sebenarnya ada apa ini umi? Kalian? Siapa kalian yang umi maksud? Dan istri? Senja belum menikah umi"

"Fajar adalah suami kamu Senja!"

“Maksud umi?” Aku mulai tidak mengerti tentang ucapan umi barusan

“Umi.. jawab, maksud umi apa? Fajar... Fajar adalah suami Senja? Itu bohong kan Umi? Umi jawab Senja?” Tanya ku dan umi hanya menangis dan tidak menjawab pertanyaan ku

“Cukup Senja cukup” Ucap Abi

“Fajar, Abi rasa kamu harus menjelaskan semuanya kepada Senja, dia berhak tau kebenarannya” Ucap Abi kepada Fajar

“Kebenaran apa yang abi maksud?”Tanyaku kepada Abi

Fajar Pov

“Fajar, Abi rasa kamu harus menjelaskan semuanya kepada Senja, dia berhak tau kebenarannya” Ucap Abi kepada ku

Apakah ini saat yang tepat untuk aku menceritakan semuanya kepada Senja? Apakah harus semuanya?

“Kebenaran apa yang abi maksud?”Tanya Senja kepada Abi

“Cukup Senja!” Ucapku, aku rasa aku sudah benar benar mengontrol emosi ku

"Kebenaran tentang apa Fajar, bila memang kamu mengetahui sesuatu tolong beritahu aku, jelaskan sebenarnya ada apa ini"

“Bismillah...” Ucapku mencoba untuk mengontrol emosi ku kembali

“Baiklah akan aku beritahu kebenarannya kepadamu”

Flashback on

“Umi... ayo sudah siap belum?”

“Iya sayang.. sebentar, ini yang mau jadi pengantin gak sabaran banget si.. hehehe” Ledek Umi, aku hanya tersenyum malu menanggapi ledekan dari umi.

Hari ini adalah hari pernikahan ku dengan Senja, kami dari kecil memang sudah saling mengenal malah bisa dibilang kami berdua bersahabat, entah sejak kapan aku memiliki perasaan kepada Senja, mungkin karena rasa ingin melindungi, Senja adalah gadis yang ceria tapi pemalu, aku juga bingung menjelaskannya ceria sekaligus pemalu, dia bisa membuat dunia orang disekitarnya menjadi lebih berwarna karena senyum Senja membuat kami tersenyum, tapi Senja termasuk ke dalam orang yang susah bergaul karena sifat pemalunya itu.

Rombongan dari keluarga ku sudah sampai di rumah Senja, kami memang lebih memilih pernikahan secara sedarhana, karena bagi kami berdua pernikahan itu bukan memandang seberapa mewahnya resepsi, gaun pengantin atau pun pelaminan, kami hanya ingin saling melengkapi separuh agama kami dengan ikatan yang halal. Walaupun rumah aku dah Senja tidak berjarak alias bersebelahan tapi perjalanan menuju rumah Senja terasa sangat jauh, Mungkin karena efek jantungku yang terus berdetak hingga aku kelelahan.

Senja tak SendiriWhere stories live. Discover now