"May...laper," rengek Keya pada Maya yang sibuk menonton video old magcon di laptopnya, sambil sesekali tertawa serupa orang gila.

"Gue juga laper deh, beli makan yuk," sahut Lily, ia mengalihkan tatapannya dari acara televisi yang sedang ia tonton.

"Makan apa enaknya?"

"Gue pengin bakso deh, May."

"Sama, bakso aja yuk," ucap Lily semangat. Mendengar kata bakso, Lily tidak akan menolak, apa lagi bakso Malang, makanan kesukaannya. Lily memang berasal dari Malang.

"Kok tiba-tiba pengin bakso? Jangan-jangan lo ngidam, Ke."

Keya melotot, melempar bantal pada Maya, dan gadia itu hanya tertawa sambil memasang jilbab instan di kepalanya.

"Bikin aja nggak pernah, gimana gue bisa bunting?"

"Busetttt...lo nggak pernah bikin sama Kak Jiver? Rugi loh...masa kalah sama Indah, temen sekelas kita yang kerjaannya bikin dedek bayi di kontrakan pacarnya, eh nggak Indah doang sih, banyak" seloroh Maya, Keya berdecak. Maya ini biang gosip ternyata, ia tahu siap teman-temannya yang suka melakukan hal terlarang itu, sumbernya, ya kadang mereka sendiri yang cerita pada Maya, biar begitu, kadang Maya dipercaya menjadi tempat curhat dan memberi solusi.

"Mulut lo, May...gue masih unyu, masih polos, nggak mau mikirin begituan."

"Emang Kak Jiver nggak pernah minta?" sahut Lily, ia penasaran. Mereka memasuki zona obrolan dewasa.

"Dosa loh, Ke kalau lo nolak," kata Maya.

"Ihhh ngapain sih jadi bahas beginian, udah yuk, gue laper tahu."

"HAHAHA...." Maya dan Lily tergelak.

Mereka memilih untuk berjalan kaki menuju sebuah warung bakso yang terletak tidak jauh dari kos Maya dan Lily. Perkampungan penduduk tempat kos para mahasiswa memang menyebabkan banyak penjual berjubel di sana, harga makananya juga rata-rata standart kantung para mahasiswa, tidak mahal pastinya.

Keya berjalan sambil bersenandung kecil menyanyikan lagu 5SOS Heartbreak Girl, sambil mengingat wajah Calum Hood yang kadang membuatnya khilaf. Perkampuangan penduduk tampak ramai siang itu. Banyak mahasiswa yang bersliweran di sana, sekadar meng-print tugas atau mencari makan dan hal lainnya. Kehadiran para mahasiswa itu mengingatkan Keya pada pagi tadi, saat ia berangkat ke kampus dengan kekhawatiran yang tinggi. Takut kalau ada mahasiswi yang tidak terima ia menikah dengan Jiver dan melabraknya seperti di sinetron, Jiver sampai harus mengantarkannya ke depan kelas—yang ujungnya menimbulkan godaan teman-teman Keya, meski hal yang dikhawatirkannya tidak terbukti. Tidak ada mbak-mbak cabe fans garis keras Jiver yang melabraknya atau maba yang melemparkan kebencian padanya, paling mereka hanya menatap Keya dengan pandangan meneliti dari atas sampai bawah.

"Kalau ada yang gangguin kamu hubungi aku ya. Belajar yang rajin, " kata Jiver pagi tadi sebelum ia pergi dari kelas Keya. Kalau ingat Keya ingin tersenyum, lama-lama ia bisa meleleh.

"Eh Ke, Ke...itu bukannya Kak Jiver?" seru Maya, matanya terfokus pada laki-laki yang mirip Jiver, sedang membonceng perempuan di motornya.

"Loh iya, Kak Jiver."

Keya mengikuti arah telunjuk Maya. Matanya menyipit memerhatikan sosok Jiver yang saat ini berpapasan dengan mereka, melewati Keya tanpa tahu kalau istrinya sedang memerhatikan dirinya. Arah pandangan laki-laki itu lurus, fokus pada jalan, sementara yang dibonceng—Acha, juga tak mengetahui keberadaan Keya.

"Anjay itu kan Mbak Acha, si putri kampus?" teriak Maya heboh. Lily melotot pada Maya menyuruhnya untuk diam.

Keya sendiri tak memberi respons, mendadak keinginanya untuk makan bakso menghilang. Bakso menjadi tak senikmat dalam bayangannya. Ia tidak rela Jiver membonceng Acha, mengingat Acha juga menaruh rasa pada Jiver. Apa dia cemburu?

So I Married A SeniorWhere stories live. Discover now