Philosophie Naturalis Principian Mathematica

Mulai dari awal
                                    

"Kenapa enggak bilang sendiri,"

"Enggak punya pulsa."

Terdengar Abraham terkekeh," Oke nanti abang bilangin. Kalau gitu abang tutup yah, kalau kamu sakit istirahan aja dulu jangan buka buku gilamu itu," dan panggilan pun di tutup sepihak oleh Abraham, padahal Aileen ingin mengomel karena mengatai buku ke sayangannya Gila.

"Issh dasar menyebalkan, buku jenius gitu di bilang gila. Otakmu kali yang error." Guman Aileen kepada ponselnya seakan ponsel itu adalah kakaknya.

Tiba-tiba Devan dan Alika datang dengan makanan di tangannya," Lo udah bangun aja Leen, tau aja kalau kita bawa makan buat lo." Celoteh Alika

Aileen langsung terkekeh pelan,"Nih makan, abisin sampai mangkuknya juga kamu telan," kata Alika menyodorkan mangkuk berisi bakso dan meletakkan minuman orange jus di atas nakas.

Mendengar ucapan Alika, Devan terkekeh sementara Aileen tampak tak acuh.

"Oh yah, Dev, lo tadi bicara sama siapa? Kok gue baru liat," kata Alika

Sejenak Devan terkejut namun beberapa detik kemudian ia berusah tenang," Clarista, dia anak baru di sekolah," jawab Devan tanpa menatap Alika malah lebih memilih memainkan ponsel hitamnya.

Aileen langsung terkejut begitu mendnegar nama Clarista. Ia merasa jantungnya di hantam begitu saja hingga ia pun berhenti berdenyut. Aileen merasa sakit, namun di waktu yang sama Aileen juga merasa aneh dengan dirinya. Ia bingung tentang semua yang berhubungan dengan Devan selalu membuat perasaannya tak karuan, baik itu sedih ataupun senang.

Hingga beberapa detik kemudian Aileen kembali dengan aktivitasnya tadi, sebelum Alika ataupun Devan menyadari perubahannya.

"Lo bicara apa kalau boleh tau?"

"Bukan apa-apa hanya bicara biasa aja," jawab Devan dan di balas anggukan kepala oleh Aileen.

"Oh yah Leen, lo masih enggak tau siapa yang ngunciin lo di gudang?" tanya Alika dan Aileen menggeleng pelan. "Kalau lo Dev?" dan Devan juga mengggeleng.

Tidak. Devan tidak boleh memberita tahu jika yang melakukannya adalah Clarista lagi pula Aileen dan Alika tidak tahu Clarista itu siapa. Devan juga takut, Aileen akan sakit begitu mengetahui pelakunya adalah Clarista. Tidak, Devan tidak boleh mengatakannya.

"Oh kalau gitu gue balik ke kelas yah," kata Devan tiba-tiba.

"Oh yaudah, makasih yah udah bantuin gue tadi," kata Alika

Sementara Aileen hanya diam, berpura-pura tak peduli padahal ia sangat ingin jika pria itu ada di sini sebentar lagi. Tapi karena ego yang melebihi Aileen memlih diam, menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya.

Ego sangat susah di kalahkan kecuali jika kau mau berusaha. Sama seperti gaya gesek yang terus berlawanan arah dengan gaya. Jika kau tidak berusaha membuat gaya lebih besar maka gaya gesek akan membuat benda itu tetap diam.

Setelah kepergian Devan, Aileen terdiam, menatap jauh keluar jendela. Matanya terfokus pada lapangan basket. Yah, Aileen teringat masa ketika ia bermain basket bersama Devan. Waktu itu ia masih kosong, tanpa rasa aneh pada pria itu.

"Leen, lo kok diem sih? Kesambet apa lo?" tanya Alika

Aileen terkejut, kemudian menggeleng pelab,"Lo yang bawa gue ke Uks?" tanya Aileen dan Alika menggeleng,"Gue Cuma bawa tas lo aja," Aileen terheran sendiri,"Lalu siapa dong, yakali gue jalan sendiri," kata Aileen

Alika memutar bola matanya jengah,"Devan yang gendong lo. " kata Alika. Seketika Aileen terkejut bukan main hingga mangkok yang isinya tinggal sedikit lagi jatuh. Lagi-lagi Aileen merasa aneh di dadanya, entah penyakit apa yang ia rasakan. "Kok Devan sih," rengek Aileen

Fisika Vs Bahasa Inggris [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang