“Kami sedang mencari seorang anak yang dilaporkan hilang oleh orang tuanya.” Si petugas mengeluarkan selembar foto dari dalam map plastik yang dibawanya. “Mark Hommund, 21 tahun, mahasiswa Universitas Tydbough.”

Tengkuk Saltman terasa dingin.

“Laporan yang kami dapat dari orang tuanya adalah anak ini terakhir kali mendatangi tempat ini hari Senin lalu. Ayahnya menguntit anak itu diam-diam dan melihatnya sendiri masuk kemari.”

Saltman mengulurkan tangan, meminta foto dari si petugas supaya dapat melihat sosok dalam foto lebih jelas.

“Hmm …”

Itu memang Mark Hommund. Klien terakhir si kembar. Saltman tak tahu apa yang si kembar lakukan pada tubuh pemuda malang itu setelah dinyatakan katatonik.

“Ya, dia memang ke sini,” kata Saltman akhirnya.

“Obat apa yang dia beli?”

“Obat sakit kepala.” Saltman berjalan ke balik konter, menuju mesin kasir. Rasa dingin dari tengkuknya telah merayap hingga sikunya. Tersembunyi dari pandangan kedua petugas, Saltman menyentuhkan ujung jari tangan kanannya ke sebuah stiker bergambarkan lingkaran sihir kecil yang kompleks dengan berbagai simbol di sisi mesin kasir. “Maaf, jam berapa katanya dia terakhir terlihat?”

Menggunakan sedikit sihir yang diajarkan padanya, Saltman mulai mengaktifkan kekuatan lingkaran sihir di mesin kasir.

“Kira-kira jam setengah tujuh malam.”

“Baiklah …”

Tentu saja, transaksi yang dilakukan oleh Mark tidak pernah tercatat di mesin kasir. Saltman menggunakan sihirnya untuk mengutak-atik data dalam mesin kasir dan mencetak rekaman transaksi palsu yang tak pernah ada.

Kedua petugas nampak cukup puas dengan rekaman transaksi yang diperlihatkan Saltman kepada keduanya, tapi, tentu saja, polisi tidak mudah diberi pancingan untuk membuat asumsi-asumsi yang dapat menyesatkan mereka.

“Ayah anak ini mengatakan bahwa dia tidak pernah keluar dari dalam apotek.”

“Benarkah? Seingat saya dia keluar lewat pintu depan juga. Apa mungkin karena anak itu mengenakan baju yang membuatnya kelihatan seperti berandalan sekitar makanya ayahnya sampai salah mengenali?”

“Dia melakukannya?”

“Dia mengenakan jaket katun yang bertudung seusai transaksi. Jenis yang banyak dipakai anak-anak sekarang.”

“Hoo, baiklah.”

Saltman memperhatikan bahwa sementara si petugas berbadan agak gemuk mengajukan pertanyaan, rekannya diam saja dan fokus pada pekerjaan mencatat. Melihat pucatnya si rekan, Saltman sedikit berharap bahwa dia sebenarnya adalah salah satu dari Kaum Tudung Merah. Sayangnya, Saltman tidak ingat ia pernah mendengar Kaum Tudung Merah mengutus salah satu anggotanya untuk membaur bersama manusia dengan menempatkannya bekerja di salah satu institusi pemerintah.

“Ruang di sana itu, apa?”

“Oh …”

Pintu yang ditunjuk oleh sang petugas adalah pintu menuju ruang bawah tanah.

“Bagian dalam rumah, Sir. Saya tinggal di sana.”

“Boleh saya lihat?”

“Silakan. Maaf berantakan.”

Sekali lagi, alih-alih terbuka menuju ruang bawah tanah, pintu itu membawa mereka ke tempat tinggal Saltman.

Kedua polisi itu pergi tak lama kemudian.

NaClTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang