1. Harapan terakhir

7.9K 359 4
                                    

Gadis itu menangis sembari menggenggam tangan Papanya. Sosok Papa yang sangat Ia sayangi kini terbaring lemah di ranjang Rumah Sakit. Tubuhnya terlihat lebih kurus dari terakhir kali Ia melihat. kulitnya terlihat lebih pucat dari sebelumnya. Suara yang dulu terdengar begitu lantang saat memarahinya sekarang seolah lenyap tergantikan suara lemah dari mulut Papanya.

Gadis itu menangis, air matanya masih saja mengalir saat berulang kali hatinya meminta untuk tidak menangis di hadapan sang Papa. Terlebih saat Ia mengingat perkataan Ibunya sebelum memasuki ruang rawat sang Papa. Hatinya benar-benar seperti hancur berkeping-keping saat Ia tau bahwa dokter memvonis hidup Papanya yang tidak lama lagi. Memang tidak ada yang tahu berapa lama umur seseorang. Kematian bisa datang kapan saja. Pada yang tua atau yang muda. Pada yang sehat atau yang sakit. Semuanya tidak ada yang tahu. Karena kematian adalah misteri yang bisa sewaktu-waktu datang tanpa bisa di duga.

Gadis itu segera menghapus air matanya saat ia melihat mata Papanya bergerak. Ia segera menekan tombol yang ada di atas ranjang sang Papa hingha tidak lama setelah itu seorang dokter dan seorang suster datang untuk memeriksa keadaan Papanya yang baru saja siuman pasca operasi.

"Gimana keadaan Papa saya dok?" Tanya gadis itu kepada dokter bertubuh tinggi itu.

"Apakah Anda yang bernama Arshila?" Tanya Dokter itu. Dan gadis itu pun segera mengangguk.

"Saya Arshila dok. Putri pasien."

"Anda boleh masuk. Karena pasien ingin bertemu dengan Anda." Tanpa menunggu lama gadis itu segera memasuki ruang rawat sang Papa dan segera. Kmendudukkan badannya di kursi yang ada di dekat ranjang Papanya.

Air matanya tidak dapat dibendung lagi begitu Ia melihat wajah Papanya. Hatinya terasa sakit saat melihat pria kesayangannya terbaring lemah tidak berdaya.

Shila mendekat, meraih tangan Papa lalu menggenggamnya erat. Tangan itu adalah tangan yang dulu selalu menuntunnya kemanapun Ia pergi, tangan yang selalu membawanya kedalam pelukan yang hangat dan penuh kasih sayang. Tangan yang menghapus air matanya saat Ia menangis karena terjatuh dan terluka.

"Papa sudah tua." Itu adalah kalimat pertama yang keluar dari mulut papanya setelah lama mereka terdiam. Tangannya yang lemah terangkat berusaha menghapus air mata putrinya.

"Mungkin sebentar lagi Allah akan memanggil Papa." Lanjut Papa yang membuat Shila mengeratkan genggamannya dengan air mata yang turun kian deras.

Papanya tersenyum.

"Sudah besar, masih saja cengeng." Ucap Papa seraya kembali menghapus airmata putri kecilnya yang kini sudah dewasa.

"Kata dokter, usia Papa tidak lama lagi. Tapi siapa yang tau? Kematian itu misteri. Bisa saja Papa hidup sampai sepuluh tahun lagi. Atau bahkan setelah detik ini Papa meninggal pun tidak ada yang tau."

"Pa.." sela Shila. Ia tidak ingin lagi mendengar ucapan Papanya yang berkata-kata seolah-olah kematian telah ada di depan matanya. Meski Shila percaya bahwa kematian pasti terjadi, tapi untuk saat ini Shila benar-benar tidak siap jika harus berhadapan dengan kematian. Terlebih kematian dari orang-orang tersayangnya.

"Shila... sebagai Ayah, tanggung jawab Papa adalah mendidik kamu menjadi perempuan yang baik dan sholeha. Dan setelah itu tugas Papa adalah menyerahkan kamu kepada laki-laki yang kelak menjadi suami kamu. Kamu adalah satu-satunya anak Papa yang belum menikah. Kedua kakak kamu sudah hidup bahagia dengan keluarga kecilnya. Maukah kamu menuruti keinginan terakhir Papa? Sebelum Papa pergi?." Ada jeda setelah kalimat panjang yang pria tua itu ucapkan.

Papa mengatur kembali nafasnya sebelum melanjutkan kalimat. "Papa ingin melihat kamu menikah dan bahagia. Papa ingin menyerahkan tanggung jawab Papa terhadap kamu kepada laki-laki yang nantinya akan menjadi suami kamu dan menggantikan tanggung jawab Papa sebelum Papa pergi. Hanya itu keinginan terakhir yang Papa inginkan agar Papa bisa pergi dengan damai nantinya."

Arshila [DREAME]Where stories live. Discover now