Dokter Rama kembali sibuk menjelaskan tentang manfaat imunisasi pada ibu si bayi yang terlihat masih sangat muda itu. Dan si ibu muda terlihat antusias dan bertanya banyak hal pada dokter Rama. Laki-laki itu terlihat begitu sabar dan ramah menjelaskan tentang imunisasi mana yang penting, manfaat ASI buat bayi dan hal-hal lain yang membuat si ibu tersenyum senang. Aku ikut tersenyum kecil melihat pemandangan itu. Dokter ini memang pantas mengambil spesialis anak.

Dengan tangannya dokter Rama menyuruhku untuk mendekat ke arahnya. Ia memintaku membacakan tanggal kadaluarsa di kemasan vaksin sebelum si bayi di suntik.

"Va, tolong ukuran jarumnya diganti. Ini si Erni ngasih jarumnya terlalu besar." Rama menyebut nama perawat yang tadi membantunya di poli. Aku memperhatikan cara dokter Rama menyuntik si bayi. Sebelum mulai menyuntik ia mengelus paha si bayi pelan dan berbicara pada si bayi seolah-olah si bayi bisa memahaminya dan ketika si bayi menangis setelah selesai disuntik, dokter Rama tanpa ragu menggendong bayi itu dan mencoba menenangkannya. Aku kembali teringat dengan caranya dulu menenangkanku saat aku terluka karena jatuh. Ya, seandainya dia memang benar dokter Rama. Dan karena itu aku harus segera memastikannya.

"Harus kasih ASI yang banyak ya buat anaknya biar dia sehat terus." Pesan dokter Rama pada si ibu muda sebelum mereka meninggalkan ruangan. Dan aku berakhir membantu dokter Rama hingga menjelang makan siang.

"Aku ikut prihatin dengan ibumu. Gimana keadaannya?" Dokter Rama akhirnya memulai obrolan di antara kami setelah tadi kami hanya bertukar kata untuk membantu pasien. "Oh ya aku juga minta maaf untuk yang waktu itu." Sambungnya lagi. Tanpa perlu menjelaskan aku tahu aksi mana yang membuat Rama sampai perlu meminta maaf padaku. Melihat sikap Rama padaku saat ini aku mengira mungkin saja saat itu ada sesuatu yang sedang mengganggu perasaannya sehingga ia melampiaskannya kepadaku. Mungkin saja karena saat ini aku melihat dokter Rama yang jauh berbeda.

"Terimakasih dok. Ibuku..." Aku menggantung kata-kataku karena jujur saja aku tidak tahu bagaimana keadaan Mama sekarang, kalau berdasarkan apa yang aku lihat terakhir aku rasa ibu baik-baik saja. "Dia sudah baik-baik saja sekarang."

"Mau makan siang bareng?" Rama memandangku dan tidak butuh waktu lama bagiku untuk mengangguk setuju. Kami berdua berjaan beriringan keluar dari Rumah Sakit setelah memastikan tiga orang temanku tidak bisa ikut makan siang karena operasi yang belum selesai.

"Kenapa kamu nggak tinggal bareng dengan teman-temanmu yang lain?" Aku hanya tersenyum mendengar pertanyaan Rama.

"Kontrakan mereka cuma punya dua kamar. Andaikan Vandi perempuan aku tentu saja tidak keberatan sekamar sama dia." Rama tergelak mendengar alasanku. Sebenarnya ada alasan yang lebih dari sekadar masalah jenis kelamin Vandi tapi tentu saja Rama tidak perlu tahu tentang hal itu. Untuk sekarang.

"Bagaimana kabar Tante Nia dan Om Reno." Aku memberanikan diriku bertanya. Rama yang hendak membuka pintu mobil seketika mengurungkan niatnya. Ia berbalik dan memandangku.

"Jadi kamu ingat sekarang?" ia berkata setelah beberapa detik memenjarakanku dengan tatapannya dan membuat jantungku kembali berdetak pelan.

"Jadi dokter benar-benar cowok yang dulu ngobatin kakiku?" aku bisa melihat kedua sudut bibirnya berkedut kemudian sebuah tawa kecil tercipta di sana.

"Ayo masuk mobil dulu. Aku udah lapar." Dengan kepalanya ia memberi tanda padaku untuk masuk ke mobil. Aku menghela napas pelan sambil berusaha menyembunyikan senyum di bibirku dan menahan rasa yang membuncah dalam dadaku. Aku sungguh tak mengerti dengan perasaan ini namun yang aku tahu aku merasa begitu bersemangat.

***

Erick Leitner

Michelle melompat ke pelukanku saat aku baru saja melangkah kaki masuk ke kamar hotel. Kedua kakinya yang panjang melingkar erat di pinggangku. Ia melumat bibirku tanpa memberikan kesempatan padaku untuk menghela napas. Perempuan ini begitu mudah membangkitkan gairahku. Aku membalas ciumannya yang bertubi-tubi dengan sebelah tangan yang menahan tubuhnya dalam gendonganku. Aku berjalan mendekati ranjang dan tubuh kami berdua jatuh di sana.

SAUDADE (Fly Me High) -  BACA LENGKAP DI STORIAL.COWhere stories live. Discover now