"Sekarang potong kuenya," kata Tyas.

Gadis itu mengambil pisau kue dengan senyuman yang tidak lepas dari wajahnya. Ia sangat bahagia.

"Kue pertama buat mama!" Inara mendekat ke arah Tyas dan menyuapi wanita itu kue potongannya. Setelah itu, inara memeluk Tyas.

"Makasih, Ma." hanya itu yang bisa disampaikan oleh gadis itu–walaupun Tyas tahu, banyak kata-kata terangkai di otak anaknya itu.

"Sama-sama, Sayang." Tyas mengelus rambut Inara. "Tetap jadi Inara yang baik. Jangan nakal."

Gadis itu tertawa. "Iya, Ma. Iya."

"Selamat ulang tahun, Nara." Wira mengulurkan tangannya. Inara menyambut uluran tangan itu dan membawanya ke dahinya–salam.

Entah mendapat gerakan dari mana, Inara memeluk papa tirinya itu. Wira yang terkejut mendapat perlakuan seperti itu, terdiam sejenak sebelum akhirnya membalas pelukan Inara. Lelaki itu tersenyum hingga kedua matanya melengkung seperti bulan sabit.

"Makasih ya, Pa. Maaf kalo dulu Inara menolak papa."

Sudah lama rasanya ia tidak merasakan pelukan seperti ini. Pelukan hangat dari seorang ayah–meskipun Wira bukan ayah kandungnya.

Wira hanya mengangguk. "Yang rajin ya, Nak."

"Kapan sih, Inara nggak rajin, Pa?" gadis itu melepaskan pelukannya. Ia menatap wajah Wira. "Papa semangat kerjanya. Tetap inget kesehatan, jangan keasyikan kerja."

Lelaki paruh baya itu mengelus rambut anak tirinya. "Duh, biasanya kalo ngelus rambut anak, rambutnya pendek-pendek," ujar Wira jenaka.

Semua yang ada di sana tertawa.

"Jadi papa mau Bayu manjangin rambut?" tanya Bayu.

"Ya nggak gitu juga," jawab Wira.

"Mau juga dong dipeluk." Gafar tiba-tiba mendekat dan menarik Inara ke pelukannya. "Selamat menua ya. Semoga sisa umurnya berkah." lelaki itu mengacak gemas rambut adiknya.

"Ih, berantakan, Bang!"

"Biarin." bukannya menghentikan gerakannya, Gafar malah semakin mengacak-acak rambut Inara.

Saat itu, Inara mendapati Sabrina pamit ke belakang untuk buang air kecil. Kebiasaan emang pipis mulu, batinnya geli.

Naya yang baru saja meletakkan kue yang tadi ia pegang ke atas meja, kini memeluk kedua adiknya itu. "Selamat legal. Jangan nakal-nakal ya di sekolah."

Gafar membuka tangannya dan memeluk kedua perempuan yang ia sayangi itu. "Iya, Kakak," jawabnya dengan suara yang sok imut.

"Lo juga, Gaf! Jangan godain cewek mulu di sana. Yang rajin biar cepet skripsi."

"Ya Allah, Kak. Jangan diingetin napa."

Naya hanya tersenyum geli.

Setelah itu, Inara menghampiri Gala kemudian memeluknya. Inginnya, pelukan bertiga bersama Sabrina. Tapi, perempuan itu sepertinya masih lama.

"Makasih, Gal!" ucapnya.

Gala tersenyum dan membalas pelukan Inara. "Makasih kembali, Na. Happy birthday."

Tanpa mereka sadari, Rahagi menatap mereka dengan tatapan tajam. Mood-nya tiba-tiba buruk. Entah kenapa, sebagian dari dirinya tidak rela.

Sabrina yang baru datang terdiam melihat kedua sahabatnya. Sakit, itulah yang dirasakannya. Akan tetapi, ia berusaha menutupinya dengan senyuman, kemudian berlari ke arah kedua sahabatnya.

AntipoleWhere stories live. Discover now