If We Have A Baby...

Comenzar desde el principio
                                    

"Hidup itu pilihan, Ver. Kalau kamu ingat, aku dulu pernah meninggalkan seseorang di sini, sampai akhirnya aku menemukan orang baru di sana. Ya berpikir realistis saja, jangan gara-gara perempuan kamu mengacaukan masa depanmu."

"Tapi aku bukan Mas. Kita berbeda dan selamanya akan begitu."

Arion mengembuskan napasnya, Dito adalah orang yang keras, dan Arion tahu itu. Itu sebabnya ia memilih meninggalkan mantan kekasihnya dulu karena ia tahu Dito tak bisa dibantah.

"Pernikahan kalian hasil perjodohan, tidak masalah kalau berpisah sementara waktu. Kalian tidak saling mencintai bukan."

Jiver mendengus, titik terdalam di hatinya tidak terima ketika laki-laki di depannya itu mengatakan demikian. Arion tidak tahu apa-apa tentangnya.

"Jangan berspekulasi ketika kamu tidak tahu apa-apa, Mas."

Arion menyesap kopinya, dilihatnya Jiver yang tampak gusar karena mendengar ucapannya tadi.

"Kamu punya dua pilihan, aku menawarimu untuk kuliah di Skotland, hanya perlu dua tahun kalau kamu serius kamu pasti cepat kembali, boleh kamu membawa istrimu atau pulang ketika libur semester. Biar aku yang membiayaimu, atau..."

Arion memberi jeda, ia ingin melihat ekspresi Jiver. Adiknya itu terlihat gelisah ketika menanti ucapan apa yang akan dikeluarkannya, membuat Arion menikmati ekspresi adiknya itu dengan senang. Adik kecilnya sudah dewasa, fakta yang baru Arion dapat hari ini, setelah sekian lama mereka tidak bertemu.

"Apa?"
"Atau jika kalian memiliki anak," ucap Arion telak, membuat mata Jiver membulat sempurna.

Kakaknya itu seratus persen bermasalah dengan pemikirannya.

"Kalau kamu punya anak, papa tidak akan menuntutmu kuliah di luar negeri."

"Oh ya? Papa itu keras, Mas."
"Papa menyayangimu, terlepas dari caranya yang salah. Mas tahu papa menyayangimu, Ver. Kalau kalian punya anak, papa pasti akan mempertimbangkan keputusannya lagi."

Jiver menaikkan sebelah alisnya, ia tentu tidak mempercayai ucapan Arion seratus persen.

"Kalau papa menyayangiku, ia tidak mungkin menjadikanku seperti kemauannya, Mas," ucap Jiver membuat Arion diam.

***

Ruang tamu apartemennya tampak sepi, apartemen yang berada di lantai sebelas itu menampilkan pemandangan kota yang ditumbuhi gedung-gedung pencakar langit. Jiver mengernyitkan dahinya ketika ia mendengar suara gaduh dari arah dapur di saat ia baru saja akan merebahkan dirinya di atas sofa.

Laki-laki itu meletakkan tas ranselnya di atas kursi ruang tamu sebelum mencari sumber bunyi yang berasal dari arah dapur. Langit yang mulai menua menjadi pemandangan tersendiri di balik jendela kaca di apartemen itu, tampak Keya sedang mendumel dengan beberapa bahan masakkan yang terlihat mengenaskan di atas meja dapur.

"Sedang apa?" Tanya Jiver, lalu ia menghampiri Keya.

"Ya Tuhan, Mas Jiper, nganggetin tahu nggak?"

Jiver tersenyum, pandangannya beralih pada dua butir telur yang sudah pecah di dalam mangkuk. Mungkin akan terlihat biasa saja jika kulit telurnya tak ikut masuk ke dalam mangkuk.

"Kamu mau masak?"
"Iya. Tapi nggak bisa, gimana dong?"

Laki-laki itu mengambil ponselnya dari saku celana, lalu mencari beberapa tutorial masakan simpel yang tersedia di youtube.

"Bikin telur dadar sosis sama sayur sup aja, Ke."
"Tapi aku nggak bisa masak Mas Jiper..." Kata Keya kesal. Ia mulai frustrasi dengan urusan dapur.

So I Married A SeniorDonde viven las historias. Descúbrelo ahora