23rd Pole & Disclaimer

Start from the beginning
                                    

"Apa? Inara nyetir?" Dimas tiba-tiba muncul dari balik punggung Keenan. Di susul oleh Karel yang keluar dari bangku penumpang depan mobil Keenan.

"Gimana, Rag, rasanya disetirin cewek?" tanya Karel.

"Sialan lo pada!" Rahagi meninju bahu Karel.

"Wops, santai, Mas." Karel terkekeh.

"Bisa juga lo sakit," komentar Dimas.

Mereka berlima masuk ke rumah Putra. Setelah Radit memberi peringatan agar semuanya tenang, Rahagi mulai membuka pertemuan.

"Hari ini, kita mulai kegiatan sesuai kelompok piket yang udah dibagi. Setiap kelompok bakal dapat satu daerah yang akan jadi tanggung jawab masing-masing anggota kelompok."

Rahagi menghela napas.

"Kelompok piket kita ada sepuluh. Yang ikut kegiatan hari ini kelompok satu sampai tujuh. Tiga kelompok yang tersisa tetap di sini buat jaga-jaga kalo bahan pangan yang bakal kita bagiin habis atau misalnya ada tambahan–seperti biasa."

Inara yang dari awal mendengarkan dengan saksama, masih belum mengerti dengan maksud ucapan Rahagi.

Social & Care.

Tiba-tiba frasa itu terlintas di pikirannya. Sosial dan peduli?, batin Inara. Sepertinya, sebentar lagi ia akan menemukan titik terang mengenai komunitas apa Blackpole sebenarnya.

"Kita bakal jalan pake motor. Yang punya mobil, tinggalin aja kuncinya ke anak-anak yang nunggu di rumah. Dan yang sebelumnya nggak bawa motor, bisa pinjem motor anaj-anak yang tinggal."

"Kotak-kotak yang akan kita bagikan, udah ada di rumah anggota terdekat dari daerah masing-masing. Misalnya, kelompok Putra, Dimas, gue, dan Inara kebagian di daerah yang deket dari rumah Radit. Di sana, udah ada sekitar dua puluh kotak makanan yang harus gue dan kelompok bagiin. Kalo kurang, gue bisa menghubungi anak-anak yang tinggal buat re-stock ke rumah Radit. Sejauh ini ada yang belum paham?"

Rata-rata semuanya menggeleng. Rahagi mengangguk kecil melihat respon mereka.

"Untuk anak-anak baru, kalo nggak paham tanya aja ke senior-senior di kelompoknya. Berhubung ini kegiatan piket pertama, gue harap kalian semangat. Jangan lupa senyum."

Inara mengerutkan keningnya. Jangan lupa senyum, katanya?

"Nara." panggilan Rahagi membuatnya mendongak.

Orang-orang yang duduk di sampingnya sudah bubar menuju teras. Mengeluarkan motor masing-masing.

"Cepet. Malah bengong." tanpa aba-aba, Rahagi meraih pergelangan tangan Inara dan menariknya mengikuti rombongan yang beberapa sudah pergi dan menyebar ke daerah bagiannya.

Inara hanya memperhatikan tangan Rahagi yang menarik pergelangan tangannya. Tidak begitu erat, malah terkesan lembut. Kayak yang tadi pagi–aduh Inara lo mikir apa sih.

"Lo ngebonceng Inara, Rag?" tanya Dimas seraya melirik Inara yang berada di belakang Rahagi.

Yang ditanya hanya mengangguk. Lelaki itu bergeser ke samping untuk menggeser motor milik Karel yang akan dikendarainya–berhubung ia tidak membawa motor.

"Hati-hati lo," nasihat Dimas.

"Kapan gue nggak hati-hati?" jawab Rahagi sambil tergelak.

"Kakak tiri yang baik, hm?" Putra tersenyum simpul.

Rahagi hanya membalas dengan senyuman kepercayaan diri, meskipun di dalam hati ia merasa aneh dengan sebutan kakak tiri yang dilontarkan Putra. Lelaki itu sepertinya menyadari sesuatu mengenai perasaan Rahagi.

AntipoleWhere stories live. Discover now