20th Pole & Giveaway Time

Start from the beginning
                                    

"Kelas lo ntar free, Inara."

"Ya tapi kan gue nggak mau ke kantin?"

"Tapi lo belum makan, kan? Ntar sakit, gue yang repot."

Inara melengos malas.

# # #

Kedua saudara tiri itu kini tengah berada di minimarket. Waktu menunjukkan pukul empat sore, dan hari ini mereka akan mengikuti pertemuan Blackpole pada pukul setengah lima.

Inara menunggu Rahagi membeli sebotol air mineral karena rasa hausnya tidak bisa ia tahan menjelang sampai di rumah Putra. Gadis itu duduk di atas motor Rahagi seraya memutar-mutar ponsel di tangannya.

"Ketemu lagi."

Suara seseorang membuatnya tersentak. Ia mendongakkan kepala dan menemukan wajah seorang lelaki yang tidak ingin ia lihat.

Gavin.

"Ngapain?" tanya Inara galak.

Lelaki itu berjalan menuju Inara, hingga jaraknya sangat dekat dengan Inara. Sementara, perempuan itu tidak bisa mundur karena di belakangnya ada motor Rahagi.

"Tolong menjauh. Napas lo mencemari udara gue," ucap Inara menantangnya.

"Wow, gue apresiasi keberanian lo. Beda sama yang dulu pas smp."

Inara menatapnya tajam. "Dan lo sama sekali nggak berubah. Masih nggak punya rasa menghargai ke orang lain. Selalu meremehkan."

"Sekarang juga udah cantik." lelaki itu mengangkat tangannya menuju wajah Inara. Namun, belum sempat tangan itu menyentuh wajahnya, tubuhnya ditarik ke samping sebelum akhirnya jatuh tersungkur di tanah. Darah mengalir dari sudut bibirnya.

"Tolong dijaga tangan kotor lo."

Inara melongo menyaksikan kejadian di depannya. Ia merasa sedang menonton drama yang sering ditonton kakaknya–Naya.

Gavin tergelak dan menyeka darah di sudut bibirnya dengan ibu jari.

"Kakak yang baik."

"Mau lo apa? Kurang puas nyakitin Vara?"

Gavin bangkit dan membersihkan pakaiannya. "Dendam masa lalu, heh?"

Rahagi mengepalkan tangannya, berusaha meredam emosi yang memenuhi kepalanya.

"Gue cuma mau jadian sama adik tiri lo."

Mendengar hal itu, emosi Rahagi semakin memuncak. Sekali lagi, dilayangkannya bogem mentah ke wajah Gavin. Lelaki itu kembali jatuh tersungkur.

"Ayo, Inara."

Rahagi bergegas menaiki motornya. Tanpa berkomentar banyak, Inara segera menaiki motor tinggi itu dan melesat membelah jalanan diboncengan Rahagi.

"Selamat. Perasaan lo bukan buat Vara lagi, Rahagi," gumam Gavin pelan setelah suara motor Rahagi tidak terdengar lagi.

Perjalanan mereka menuju rumah Putra hanya diisi oleh deru suara motor dan kendaraan lain. Keduanya memilih diam dan membicarakan kejadian barusan dengan batin masing-masing.

Sesampai mereka di rumah Putra, Rahagi memarkirkan motornya di tempat biasa–pekarangan rumah. Sebelum Rahagi hendak masuk, Inara menahan lengannya.

"Lain kali nggak usah pake bogem."

Mendengar hal itu, emosi Rahagi yang belum sepenuhnya reda, kembali mencuat.

"Kenapa?"

"Nggak enak aja dilihat orang. Lagi pula, nggak perlu buang-buang tenaga buat ngeladenin omongan dia."

AntipoleWhere stories live. Discover now