"Aku memang lusuh."

"Emang di Ende itu nggak ada salon apa?"

"Ada sih...hanya saja mana sempat?" aku bangkit sambil menyingkirkan guling dari pelukanku. Dengan langkah setengah diseret aku berjongkok di depan koperku meneliti pakaian pantas yang bisa aku pakai ke tempat playboy itu berada.

"Gue pinjam baju lo ya..." kataku dengan mata yang masih terpaku di depan koperku yang terbuka. Di dalam sana hanya berisi kaus dan jeans yang tentu saja sangat cocok dengan dikenakan dengan sneaker lusuh kesayanganku. Banyak pakaianku yang kutinggalkan di Jakarta dan ada beberapa pasang terusan yang lumayan cantik yang saat ini kutinggalkan di Ende. Jadi tentu saja isi koper ini sama sekali tidak membantuku untuk berada di antara manusia-manusia sejenis kak Tania di salah satu beach club di Bali ini.

"Oke..." Desi berjalan ke depan lemarinya kemudian membukanya. "Lo kayaknya cocok pake yang ini." Dia mengeluarkan mini dres hitam tanpa bertali satu yang membuatku langsung mendorong tangannya.

"No!"

"Seksi lagi."

"Gue atau lo yang punya job malam ini?"

"Job? Lo kira gue apaan?" protes Desi yang membuatku tertawa.

"Gue pinjam ini aja." Aku menyambar atasan putih simple dari lemari Desi. "Kayaknya ini cocok deh sama jeans gue."

"Terserah lo deh."

"Terus gue pinjam ankle boots lo yang itu ya." Aku menunjuk salah satu sepatu Desi di barisan rak sepatunya.Desi hanya mengangguk.

"Nggak nyangka gue harus merayu Om-Om malam ini." Desi menyapukan lipstick merah di bibirnya. "Dan ini semakin terdengar murahan banget." Sambungnya lagi.

"Dia sudah Om-Om?"

"Thirty something. Udah om-Om lah." Desi menyahut ringan. "Om-Om ganteng sih." Tambahnya lagi.

"Hmmm...kok gue nggak yakin sih sama lo. Gue takut lo jadi suka beneran sama ini Om."

"Kalau pada akhirnya gue bisa menghentikan sifat playernya, gue rasa nggak ada salahnya. Bagus juga tuh buat jadi inspirasi film romantis."

"Lo gila!" aku melempar bantal ke arahnya dan kami pun tertawa bersama.

Dan akhirnya aku pun berhasil menjadi partner Desi dalam menjalankan misinya. Beberapa kali aku sempat mengatakan pada Desi untuk mengurungkan niatnya. Membuat seseorang asing—yang pada dasarnya tidak kau sukai—untuk masuk ke dalam hidupmu adalah hal yang terlalu berisiko. Tapi sepertinya Desi suka hal yang berisiko. Dia menganggap ini sebuah petualangan. Sebagai teman dekatnya aku tahu Desi adalah tipe perempuan yang tidak mudah jatuh cinta. Sejak aku mengenalnya, aku tahu hanya ada satu laki-laki yang mampu menundukkan hatinya. Reynold. Mereka putus karena Reynold harus melanjutkan studi ke Inggris sedangkan Desi adalah tipe perempuan yang realistis yang merasa LDR hanyalah sebuah mitos. Menurutnya kalau Rey balik dan mereka masih sama-sama punya cinta itu maka mereka bisa kembali bersatu. Sesederhana itu.

***

Erick Leitner

Aku hanya bisa tertawa menimpali obrolan Dama dan Vincent yang mengisi meja kami malam ini di Tropiz. Suatu kebetulan aku bisa bertemu dan ngobrol dengan dua teman lamaku ini. Kami sama-sama pernah kuliah di Sydney sebelum aku memutuskan pindah ke Gold Coast, Queensland untuk masuk sekolah penerbang. Dama adalah lajang sepertiku di usianya yang menjelang 33 tahun yang sekarang menjadi pengusaha properti di Yogya. Sedangkan Vincent sebaliknya, diusia 32 tahun, ia sudah punya tiga anak dan seorang istri yang cantik yang selalu akan menyambutnya saat pulang ke rumah. Ia seorang bankir yang tinggal di Jakarta.

SAUDADE (Fly Me High) -  BACA LENGKAP DI STORIAL.COWhere stories live. Discover now