Sebening Cinta Embun

Start from the beginning
                                    

Embun menyebutnya lelaki bermata hujan. Karena ia mengingatkan Embun akan kerinduan dirinya dari sejuknya air hujan yang turun ke bumi saat bumi tengah kemarau panjang. Laki-laki itu hadir dengan segala pesonanya. Menentramkan, menyejukkan dan juga membawanya pada sebuah rasa yang baru pertama kali ia rasakan. Ya, Embun jatuh cinta pada pandangan pertama dengan laki-laki itu.

Tapi siapa sangka kalau laki-laki itu juga menaruh hati pada Embun. Embun adalah gadis polos yang pemalu dan juga cantik. Banyak pemuda yang menginginkannya untuk menjadi kekasih, namun tak ada yang dapat meluluhkan hati Embun. Tetapi itu dahulu, sebelum Erwin datang meluluh lantakkan hatinya.

"Apa yang membuat kamu mencintai saya, Win?" Tanya Embun, kepalanya menunduk dan kedua tangannya meremas dress berwarna biru laut yang sedang dipakainya. Setelah pertemuaan saat hujan waktu itu, Erwin memang sering datang ke rumahnya.

"Embun tidak perlu warna untuk membuat daun jatuh cinta. Begitu juga dengan saya yang tidak perlu alasan untuk bisa mencintai kamu."

Embun semakin menunduk, ia menggigit bibir bawahnya sendiri karena malu. Wajahnya memanas dan tanpa ia sadari kedua pipinya merona. Dan saat itu keduanya resmi untuk menjadi sepasang kekasih.

***

Seorang gadis berambut hitam dan panjang duduk di kursi yang terletak di teras rumahnya. Kakinya ia angkat satu ke atas sehingga bertumpu pada kakinya yang lain. Mata besarnya melirik kearah jalanan untuk memastikan apakah seseorang yang ditunggunya sudah datang atau belum. Sesekali ia mematut dirinya pada cermin kecil yang sengaja ia bawa demi memastikan penampilannya sendiri agar tetap terlihat mempesona dihadapan kekasihnya.

Sore ini Embun memakai dress berwarna putih selutut. Dengan pita yang melingkar dibagian pinggangnya. Dress itu terlihat indah dengan menonjolkan kaki jenjang milik Embun. Embun melihat arlojinya sekali lagi, waktu sudah menunjukkan akan maghrib, tapi Erwin belum juga datang. Padahal laki-laki itu berjanji akan menemuinya satu jam yang lalu.

"Erwin kemana sih, Bu? Sudah jam segini ia belum datang juga."

"Sabar Embun, mungkin Erwin sedang dijalan," kata wanita yang berumur setengah baya sambil mengusap kepala putri semata wayangnya dengan sayang.

"Tapi sejak tadi ia tidak sampai-sampai, Bu. Embun telpon juga tidak diangkat."

Baru saja Embun menutup mulutnya, Erwin muncul. Laki-laki itu berdiri sambil tersenyum manis. Ia tidak menyadari kalau Embun sudah mencak-mencak menunggunya.

"Kemama saja sih kamu, janjinya jam berapa datangnya jam berapa."

Embun melipat kedua tangannya di dada, sambil memanyunkan bibirnya.

"Maaf ya, tadi saya ada urusan," rajuk Erwin. Sedetik berikutnya ia langsung meraih tangan Embun dan menarik tangan gadis itu untuk masuk ke dalam mobilnya. Di dalam mobil Embun masih mendiamkan Erwin saking kesalnya dengan laki-laki itu.

Saat keduanya turun dari mobil langit sudah gelap. Mereka tiba disebuah taman yang terkenal di daerah itu. tidak hanya mereka saja, banyak pasangan muda-mudi yang sengaja menghabiskan malam minggunya bersama dengan orang yang dikasihi.

"Masih marah ya? Ehm?" Erwin bersuara. Ia melirik gadis yang tengah duduk di sampingnya.

"Menurut kamu aja deh, Win."

Erwin tersenyum kecil, tangan kanannya terulur untuk meraih tangan Embun yang terletak di atas bangku taman. Ia mengenggamnya dengan kuat seakan tak ingin berpisah dari gadis yang ia cintai. Sedangkan Embun yang jarang diperlakukan seperti itu oleh Erwin hatinya mulai luluh. Bahkan ia sendiripun bingung kemana amarahnya yang tadi sempat meledak-ledak?

WWW BOOK CAMPWhere stories live. Discover now