Aku melirik Lisa.

"Mam, maaf Anda harus turun. Bukankah Jakarta tujuan terakhir Anda?"

Dia tidak menjawab. Aku memberi tanda dengan mataku pada Lisa untuk meninggalkan kami. Dan perempuan cantik itu tersenyum paham seakan ia tahu kalau area ini sangat aku kuasai.

"Anda baik-baik saja?" aku setengah menunduk berusaha mencari wajahnya yang masih separuh tertutup scraf. "Mam?"

Perlahan kain yang menutup setengah wajahnya itu turun dan aku sedkit terperanjat memandang setengah wajahnya yang membiru. Bibir bagian bawahnya terluka.

"Ya Tuhan? Apa yang terjadi? Apakah ini terjadi selama penerbangan?"

Dia menggeleng.

"Kita akan lapor polisi. Orang yang melakukan ini harus segera diamankan."

Dia kembali menggeleng.

"Nggak perlu. Aku sudah biasa."

Aku hanya bisa meneguk ludah dan berdecak tak percaya dengan jawabannya.

"Kalau begitu kita turun dulu. Luka Anda harus diobati." Dia mengakat wajahnya menatapku beberapa detik. Aku bisa melihat kecantikan perempuan ini meski dengan wajah lebamnya. Dia sangat cantik dan aku tidak percaya ada perempuan secantik ini mau saja diperlakukan buruk entah oleh siapa. Aku yakin orang yang melakukan ini padanya adalah orang yang ia kenal. Kembali lagi kisah Alice dengan sangat nyata terulang di depan mataku.

"Kamu mau mengantarku?" dia menatapku dengan matanya yang agak berkaca-kaca.

"Okey." Jawabanku keluar secara otomatis. Aku tidak pernah tahan melihat seorang perempuan terluka secara fisik. Aku benci kekerasan. Perempuan itu berdiri dan aku membantunya untuk turun dari pesawat dan kemudian membawanya ke klinik bandara.

"Makasih Capt." Perempuan itu tersenyum saat menyadari aku masih menungguinya setelah ia dirawat. "Maaf aku merepotkan." Sambungnya lagi dan aku membalasnya dengan gelengan.

"Ummm..." dia masih berdiri dengan gerak canggung. Sepertinya ia sedikit malu dengan apa yang baru saja terjadi. "Saya Tania." Dia mengulurkan tangannya di hadapanku.

"Erick." Aku menerima uluran tangannya.

"Tania, aku harap nggak ada kejadian kayak tadi lagi. Aksimu tadi bisa menimbulkan masalah yang lebih besar. Dan aku harap kamu mau melaporkan orang yang melakukan itu sama kamu." Dia memandangku tanpa berkedip. Ada haru yang jelas tergambar di sana, karena kedua bola matanya tampak berkaca-kaca.

"Maaf...aku nggak maksud terlalu jauh mencampuri. Hanya saja aku nggak bisa melihat perempuan cantik dengan wajah lebam seperti ini. Ini kejahatan." Tambahku lagi.

"Aku...kita bahkan nggak kenal tapi baru kali ini aku mendengar sesuatu yang membuatku merasa begitu terlindungi." Dia menunduk. Kata-katanya sedikit membuat aku jengah namun aku bisa memahaminya, perempuan ini sedang bermasalah.

"Ummm...apa ada yang menjemput?" Aku mencoba tidak terpengaruh dengan kata-katanya yang seolah-olah membuat aku merasa seperti seorang pahlawan. Aku tidak mau lagi jadi pahlawan untuk seseorang jika pada akhirnya aku hanya menjadi seorang pecundang. Aku memang tidak berpikir perempuan ini akan jatuh cinta padaku dan sebaliknya hatiku akan tergerak, hanya saja aku sedikit trauma dengan situasi semacam ini.

"Aku akan naik taksi." Dia bergerak membenarkan posisi tasnya dan menyambar travel bagnya.

"Aku antar." Sekali lagi kata-kata ini otomatis keluar dari mulutku dan aku mulai tidak suka dengan kebiasaan ini. Dia memandangku dengan setengah tak percaya.

SAUDADE (Fly Me High) -  BACA LENGKAP DI STORIAL.COTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang