Chapter 4

1.5K 184 43
                                    

Kini Leah sudah berdiri di depan pintu gerbang kayu berwarna hitam nan kokoh yang memiliki tinggi dua kali tinggi tubuhnya. Dengan sedikit ragu ia mengarahkan tangan kanannya dan menekan bel.

Setelah menunggu beberapa saat muncullah seorang pria tua dengan tatapan bertanya. Sedikit gugup, Leah berdeham dan memperkenalkan diri.

"Aku Leah. Aku datang untuk menyerahkan lamaran pekerjaan." Ia menunjukkan senyum terbaiknya.

"Oh ... masuklah, dia sudah menunggumu." Pria itu tersenyum ramah. Leah mengangguk lalu mengikutinya dari belakang. "Aku Tony," lanjut pria itu.

"Senang bertemu denganmu, Tuan." Leah bertanya-tanya dalam hati siapa pria di depannya.

"Just call me Tony, tidak perlu terlalu formal. Aku hanya tukang kebun di sini."

Pertanyaannya terjawab, ia mengamati pria di depannya. Tidak tampak seperti tukang kebun yang identik dengan gunting besar dan sarung tangan. Pakaiannya terlalu santai dan bersih untuk seorang pegawai.

"Oke, senang bertemu denganmu, Tony."

Sepuluh meter dari pintu gerbang, Leah melihat tiga mobil mewah terparkir rapi berurutan. Rasanya ia tidak asing dengan mobil merah yang di tengah. Ia mencoba mengingat, tapi sama sekali tak teringat.

Memasuki halaman utama, gadis itu mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ia tampak kagum, taman yang tak bisa ia pikirkan berapa luasnya, rumput hijau tumbuh sama rata, juga tanaman-tanaman yang sepertinya rutin dipangkas. Sangat terawat.

Well, Tony pasti bekerja keras untuk ini. Tunggu, dia bekerja sendirian?

Kekagumannya tak berhenti di situ, tatapannya tertuju pada gemercik air di tengah-tengah taman, tepat di depan rumah. Air mancur setinggi dua meter dengan kolam yang cukup besar dan air yang jernih di sekitarnya bahkan Leah berpikir, ia bisa berenang di sana.

Mereka berhenti di depan pintu rumah. Selagi Tony membuka pintu, Leah memutar tubuh pelan mengamati sekelilingnya. Seketika ia berpikir, berapa tahun dirinya harus mengumpulkan uang untuk membeli rumah dua tingkat dengan halaman luas seperti ini? Rasanya tidak mungkin kecuali takdir mempertemukannya dengan seorang pria kaya raya.

"Sudah selesai?" Pertanyaan Tony membuatnya mengerjap.

"Masuk dan duduklah, aku akan memanggil Ny. Styles."

Leah mengikuti Tony masuk. Lagi ia dibuat berdecak kagum, kedua matanya tak henti menelisik. Guci-guci besar yang mungkin bisa ia pakai meringkuk di dalamnya tampak berjejer di dekat ruang tamu. Lukisan-lukisan artistik banyak tergantung di dinding. Lantai mengkilat tanpa debu, lampu-lampu gantung yang tampak bersinar seperti berlian. Seketika kepercayaan dirinya menghilang.

"Duduklah." Suara wanita membuatnya terkejut. Ia bahkan tidak sadar Tony meninggalkannya beberapa saat yang lalu.

Leah memandangi wanita yang berjalan ke arah sofa, iapun mengikutinya.

"Jadi, kau Leah? Ternyata kau masih muda. Sepertinya seumuran dengan putraku." Wanita itu mengamati Leah dari atas hingga bawah, membuat Leah berpikir apakah ada yang salah dengan penampilannya? Celana Jeans, hoddie, sepatu kets, dan tas slempang. Rasanya tidak ada yang salah. Ia tidak sedang melamar pekerjaan di kantor.

"Ya, aku 18 tahun dan masih kuliah." Leah tersenyum, mencoba membangun kembali kepercayaan dirinya. Lagipula wanita yang ia pikir bernama Ny. Styles itu tampak seperti orang baik. Leah pun mengulurkan lamaran pekerjaannya lalu duduk di sofa.

"London University, jurusan seni? Jadi kau kuliah di sana? Kau mengenal putraku?" ujar wanita itu bersemangat setelah membaca data dirinya.

"Eh?" Leah mengeryit kebingungan.

Sorry, Indigo Girl [HS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang