12. Sebuah Harapan

Začať od začiatku
                                    

"Ya?"

"Maaf, seharusnya aku kasih tahu kalian sebelum pergi."

"Aku tidak butuh tahu kemana kamu pergi, Erlangga. Itu bukan urusanku."

Mereka bukan siapa-siapa lagi kan sekarang? Vio tidak perlu untuk tahu kemana Erlangga pergi, atau dengan siapa dia pergi. Walau sebenarnya dia ingin tahu.

Erlangga menghela napas di seberang sana. "Ya, aku tahu aku bukan siapa-siapa lagi bagimu, Violet. Aku hanya ingin minta ijinmu."

Violet mendengarkan dengan waspada. Ijin apa? Apa Erlangga akan menikah?

Erlangga tertawa kecil. "Tidak, aku tidak akan menikah."

Sial! Jadi dia menyuarakan pikirannya? Oh! Betapa memalukan!

Vio berdehem kecil. "Lalu ijin apa?"

"Aku pulang tiga hari lagi, bolehkah aku bertemu Ola? Aku sangat merindukannya, Violet."

"Ya. Temui dia," Vio tersenyum. Satu kali saja dalam hidupnya dia ingin melakukan sesuatu yang benar. "Dan kamu bebas untuk menemuinya setiap kamu mau," lanjutnya kemudian.

"Violet, kamu...kamu serius? Aku boleh ketemu Ola tiap hari?"

"Ya," Vio berbisik. Air matanya sudah menetes mendengar suara Erlangga yang begitu bahagia.

"Terima kasih,Violet. Terima kasih." Erlangga berbisik penuh kebahagiaan.

Vio tersenyum dan mematikan ponselnya setelah pria itu berpamitan pada Ola. Raut wajah Ola yang tadi murung langsung ceria seperti matahari pagi yang bersinar.

"Nah, kan udah teleponan sama Om Elang, sekarang Ola tidur ya?"

Ola mengangguk. "Ya, Bunda!" Dia bangkit dan mengulurkan tangan mungilnya. Vio meraihnya dan menggendongnya ke kamar mandi untuk menggosok gigi dan mencuci kaki.

"Memangnya Om Elang pergi kemana sih, Sayang?" Vio bertanya saat menyelimuti anaknya.

"Bunda nggak nanya?" Ola balas bertanya.

Vio menggeleng. Dia tidak mungkin bertanya setelah dia bilang pada Erlangga bahwa kemanapun itu Erlangga pergi adalah bukan urusannya. Tapi sebenarnya dia ingin tahu kemana lelaki itu pergi. Bertanya pada Ola menjadi satu-satunya cara untuknya tahu.

"Om Elang lagi nemenin nenek di rumah sakit." Ola menjelaskan sambil menguap.

Vio tertegun. Jadi ibunya Erlangga sakit lagi? Pantas jika tidak ada satupun keluarga Widjaya yang pergi ke sekolah. Dalam hati Vio berdoa semoga ibu Erlangga baik-baik saja. Wanita itu sangat baik dan ramah pada semua staff dan guru di sekolah jika kebetulan beliau mampir. Dan sejak dulu, sejak dia melihat Bu Samudra untuk pertama kali, dia sudah melihat wanita cantik itu mirip dengan Erlangga. Hanya saja saat itu dia tidak berpikiran bahwa Erlangga adalah anak lelaki Pak Samudra karena dia memang tidak pernah mengenal keluarga Erlangga.

Vio menghela napas dan memeluk Ola yang sudah tertidur. Entah apa reaksi mereka nanti jika tahu Erlangga sudah memiliki anak dan bahwa dia adalah mantan istri siri Erlangga. Apa mereka akan menolak Ola? Pak Samudra selama ini sangat baik padanya. Sosoknya yang bijaksana membuat Vio merasa menemukan figur seorang ayah. Pak Samudra juga lebih dekat dengannya daripada staff tata usaha lainnya. Dia hanya berharap, jika satu saat nanti kebenaran itu terbuka, Pak Samudra dan Bu Samudra bisa menyayangi Ola seperti cucu mereka sendiri. Itu saja harapannya.

.....

Sekolah kembali heboh. Pita selamat datang, bunga-bunga, semua menghiasi pagar depan sekolah hingga depan ruang direksi di lantai tiga. Siapa lagi pencetus ide norak itu jika bukan Bu Wanda.Vio tahu hari ini Erlangga akan kembali masuk sekolah. Dan sejak pagi Ola sudah ribut ingin bertemu Om Elangnya. Vio bahkan harus berjanji membelikannya buku cerita baru agar Ola diam.

VIOLET (SUDAH CETAK-TERSEDIA Ebook)Where stories live. Discover now