"Rose...."

Mark mengguncangkan tubuh gadis dalam dekapannya, ia menunduk menatap gadis itu. Matanya terpejam, nafasnya juga teratur. Dia tertidur dengan nyaman setelah menangis hebat. Mungkin dia lelah.

Mark menghela nafas, ia menyelipkan sebelah tangan di lekukan lutut Rose, mengangkat gadis itu menuju kamarnya. Agar beristirahat dengan benar. Semoga saat terbangun pikirannya sudah lebih tenang. Pikir Mark.

Mark menurunkan Rose dengan tenang, kemudian menyelimuti gadis itu sampai ke perutnya.

"Rose... Jangan mengkhawatirkan apapun. Semuanya akan baik-baik saja saat kau bangun. Percayalah." Mark membubuhka kecupan ringan di kening Rose sebelum meninggalkannya sendirian.

Pertama, Mark harus berbicara dengan Ibunya. Ia memasuki kamar dimana Ibunya beristirahat. Nyonya Tuan terlihat melamun menghadap Jendela.

"Mom."

Nyonya Tuan tak berbalik.

Mark mendekatinya kemudian memeluk wanita paruh baya itu dari belakang.

"I'm fine Mom. Don't worry. Aku juga sudah sembuh." bisik Mark.

Nyonya Tuan menghela nafas, ia menepuk lengan Mark yang berada di lehernya. "Mom ingin yang terbaik untukmu Mark. Meski kau sembuh, apa sudah sepenuhnya? Juga... Apa ada jaminan dia tak akan datang lagi? Mom takut Mark. Mom gak bisa membiarkan kamu seperti itu lagi. Itu menyakitkan Mark, melihatmu diperlakukan seperti itu. Mom sakit Mark. Mom...."

Mark membalikkan tubuh Ibunya, meraihnya dalam pelukan. "Mark mengerti Mom. Mark berjanji akan lebih berhati-hati lagi. Percayalah pada Mark Mom, Mark... Mark tidak mungkin meninggalkan Rose."

"Jadi kau lebih memilih Rose, Mark?."

"Bukankah dari awal ini rencana kalian? Mom dan Dad?." tuding Mark.

Nyonya Tuan menghela nafas. Benar... Ini rencana mereka untuk menyatukan puteranya ini dengan anak sahabatnya, Rose.

"Mom... Apa setelah kami bersama, kau tega memisahkan kami?." Mark menghela nafas. Ia menatap Ibunya. "Mark berjanji akan kembali Mom. Mark tidak akan selamanya disini. Tapi tidak sekarang, tidak dengan meninggalkan Rose.

Nyonya Tuan masih belum menjawab. Dari LA ia sudah bertekad akan menyeret puteranya ini kembali, suka tak suka, mau tak mau. Tapi setelah mendengar penjelasannya. Ia sedikit goyah, sedikit.

Mark memeluk Nyonya Tuan. "Mark menyayangi kalian, Mark menyayagi Mom."

Akhirnya air mata sang Ibu tumpah. Segala kesakitan, ketakutan dan kekhawatirannya ia tumpahkan detik itu juga. Bagaimanapun Mark, putera mereka satu-satunya, dia yang paling mereka sayangi. Satu-satunya harta mereka yang paling berharga. Satu-satunya.

Mark mengelus punggung Ibunya sesekali mencium puncak kepalanya ringan, ia hanya bisa membiarkan wanita yang melahirkannya itu menumpahkan segala kegundahannya, membiarkannya menangis sebanyak yang dia inginkan. Ibunya ini sangat rapuh dan juga perasaannya sangat lembut. Sehingga ia juga mudah tersentuh dan menangis, walaupun terlihat sedikit datar tapi sesungguhnya itu hanya kedok semata.

"Mark...."

Mark bergumam mendengar namanya disebutkan.

"Mom menyayangimu."

Mark tersenyum. "Aku tau. Mark juga menyayangimu, Mom. Sangat."

"Mom... Tentang pernikahan." lanjutnya.

Nyonya Tuan mengangkat wajahnya, menatap Mark sambil menyeka air matanya.

"Kami akan menikah."

Nyonya Tuan tersenyum. "Syukurlah."

HOUSEMATE [Complete]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora