Part 2

6.2K 400 30
                                        

Cinta dan duka yang ada dalam diriku telah terbawa oleh angin. Dan yang tersisa satu-satunya hanyalah keberanian. Itulah kenapa sampai sekarang aku berdiri tegak, berani menghadapi dunia.

~HEMA~

**

"Hema. Oo. Hema"

Adam terus berteriak memanggil Hema. Namun yang keluar malah Wijaya, Ayahnya.

"Dam, Adam. Hema baru aja masuk kamar mandi!"

Wijaya memperhatikan Adam yang memakai seragam putih-biru, Nampak kebingungan. Antara menunggu sahabatnya itu tapi terlambat, atau lebih dulu berangkat kesekolah seorang diri, yang berarti Adam harus kehilangan uang dua ribu karena dirampas oleh Budur Cs. Ya. Preman diujung jalan dekat gerbang komplek, yang hobinya malak anak-anak komplek yang hendak berangkat kesekolah.

"Adam nunggu aja deh om!" Kata anak itu dengan mantap, namun Wijaya bisa melihat keraguan dalam raut wajah Adam.

"Yaudah sih dam. Kalo takut telat mending kamu duluan aja berangkat. Ngapain bareng sama si Hema!"

"Gak papa kok om"

Wijaya mengangguk seolah mengerti dengan jalan fikiran Adam. Setelah anak itu disuruhnya masuk oleh Wijaya. Mereka berdua kini malah duduk berdekatan didepan sebuah laptop tua milik Wijaya.

"Jadi, Puisi itu sebenarnya tidak terpaku kepada Majas. Puisi itu bebas Adam.!" Wijaya menjelaskan kiat-kiat menulis sebuah puisi ala dirinya.

"Bebas gimana om?" tanya Adam tak mengerti

"Ya. Bebas. Keluarkan kata-kata dari hatimu menjadi tulisan"

"Kalau kata-kata kotor?"

"Why Not!"

Keduanya tertawa-bersamaan Hema yang baru saja keluar dari kamar mandi, dengan memakai handuk sepinggang.

"Kamu ngapain berdiri disitu. Cepatan dong. Ini si Adam kasian nungguin kamu!" Wijaya sedikit berteriak, setelah mendapati Hema malah bengong memperhatikanya dengan Adam.

Hema langsung berlalu setelah mendengar ucapan lelaki yang ia panggil Ayah. Lima menit kemudian, Hema sudah keluar dari kamar memakai seragam putih biru seperti yang dikenakan oleh Adam. Baju yang dimasukan kedalam celana membuat sosok Hema terlihat lucu, itulah alasan sampai sekarang Wijaya selalu memperlakukan manja anak semata wayangnya ini.

Sejurus kemudian kedua anak yang sudah duduk dikelas tiga SMP itu sudah siap menunggangi sepedanya masing-masing. Dan benar saja, begitu keluar dari gerbang komplek, Budur Cs sudah siap memalak mereka. Adam sengaja lambat mengayuh sepeda-nya.

"Kenapa?" Tanya Hema sedikit meledek

"Kamu aja duluan"

Dan saat kedua anak itu melewati Budur Cs.

"Stop!" Budur yang tubuhnya berukuran besar dan dipenuhi lemak, menghentikan sepeda Hema.

"Uang jajan hari ini pas-pasan om!" Hema sedikit memelas

"Gak ada cerita. Setoran tetap kayak biasanya!"

Adam yang posisinya dibelakang Hema mulai cemas. Mau kabur, tapi anteg-anteg si Budur sudah membuat lingkaran mengelilingi mereka. Tak lama, bola mata Hema kini hanya berwarna putih. Tubuhnya seperti orang kesetrum.

"Ulah ganggu cucu aing daria. Seunakeun budak ieu lewat. Aing ki buyut kidul. Haha"

Mendadak suara Hema terdengar cempreng seperti kakek-kakek. Spontan Budur Cs saling lirik-lirikan dan ketakutan.

ADAM DAN HEMAWhere stories live. Discover now