Episode 2 - Menjalankan Misi

75 6 5
                                    

Terik matahari di siang hari menyinari taman bunga. Rio dan Pascal masih menunjukkan opininya masing-masing. Pascal terus menanyakan kepada Rio tentang kejadian pada waktu itu, saat mobilnya hampir ditilang. Di balik pertemuan Rio dan Pascal yang tak terduga itu ternyata mengundang reaksi dari beberapa orang yang sedang berada di tempat tersebut. Orang-orang terheran ketika melihat mereka berdua saling beradu mulut.

Pascal membuka kacamata hitamnya. "Sebenarnya aku tidak ingin selalu bertemu denganmu, Bung."

"Begitu juga denganku." Rio membalas perkataan Pascal dengan nada datar.

"Baiklah, semoga kita tidak pernah bertemu lagi,"–Pascal berjalan meninggalkan Rio yang sedang mencari seekor kucing–"satu, lagi. Semoga kucingnya segera ketemu, ya. Haha."

Gaya bicara Pascal seakan mengejek Rio. Meski begitu, Rio tetap menjaga situasi agar tidak melakukan hal-hal yang justru akan merugikan dirinya sendiri. "Semoga dia cepat sadar," ucap Rio, dalam hati.

Satu jam telah berlalu. Rio tak kunjung juga menemukan kucing milik Isyana yang hilang di taman bunga. Dia sudah berusaha mencari kucing tersebut agar cepat ditemukan. Tapi apa daya, nasib baik belum datang. Dengan santainya, dia berjalan menyusuri jalan setapak, melihat di sekitar tempat tersebut. Tiba-tiba, sebuah kejadian mengejutkan terjadi. Rio melihat Isyana yang sedang duduk mengamati aktifitas orang-orang di taman bunga. Dari arah arah kejauhan, pandangannya terus tertuju ke satu titik. Dia merasa penasaran kepada Isyana yang duduk sendirian di sana.

Rio mengendap-endap, melihat Isyana dari balik pohon. Dia berharap agar Isyana tidak mengetahui jika dirinya sedang mencari kucing miliknya yang hilang. "Ya ampun, kenapa dia ada di sini?"

Keberadaan Isyana di taman bunga justru mengundang rencana tersendiri darinya. Dia ingin mengetes kesabaran Isyana. Rencana dimulai, Rio mengambil ponsel yang dia taruh di saku celananya. Ponsel dihidupkan dan langsung mencari kontak Isyana. "Ini akan menjadi ujian untuknya," kata Rio, menahan tawa. "Lucu mungkin."

Ketika Isyana sedang melamun, menatap langit, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Dia merasa terkejut, sebab seseorang yang jarang ditemuinya sedang melakukan panggilan telepon, yakni Rio. Isyana tidak langsung mengangkat panggilan telepon tersebut. "Aneh, kenapa dia meneleponku?"–pandangan Isyana teralihkan dari ponsel menuju ke langit yang jauh–"apakah dia tidak bersedia membantuku, ya?"

"Ayolah, angkat panggilan teleponku." Panggilan teleponnya tak kunjung diangkat Isyana. Rio pun merasa sangat jengkel dan tak sabaran. Padahal, niatan utamanya hanya ingin mengetes Isyana. Setelah mempertimbangkan, akhirnya Isyana mematikan panggilan telepon. Betapa terkejutnya Rio akan hal ini. Rencana yang dibuatnya kini gagal.

Rio kembali melihat Isyana dari arah kejauhan. "Aduh, apa yang baru saja dia lakukan?"

Perasaan Rio menjadi campur aduk. Antara bingung, sedih, dan kecewa. Perlahan, Rio berjalan dari arah belakang dan mendekati Isyana yang sedang duduk sendirian di bangku taman. Rio tak tahu tentang yang akan dia katakan nantinya. Dia lebih memilih berkata apa adanya, hatinya berdebar kencang. Tangan kanannya menuju ke pundak Isyana. Meski begitu, Rio mencoba menahan. Perasaan grogi masih dirasakan. Tiba-tiba Isyana dengan wajah sedih menatap ke arah belakang. Hal ini justru membuatnya bisa menatap Rio dari dekat. Isyana merasa kaget kepada tangan Rio yang mengarah ke pundak kanannya.

"Kau?" Isyana bangkit berdiri dari tempat duduknya. Dia tak lantas langsung berucap sesuatu kepada Rio, namun lebih memilih menahan perkataan sesaat. "Apa yang kau lakukan di belakangku?"

"Bukan begitu ...,"–sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, Rio mencoba menjelaskan–"tidak, kau jangan berpikir yang aneh-aneh terhadapku. Aku hanya—"

"Apa yang kau lakukan?" Isyana berjalan mundur, menjaga jarak dengan Rio. Kesalahpahaman akhirnya membuat Rio dan Isyana menjadi sulit diajak berdiskusi. Rio mencoba menjelaskan. Tapi apa daya, Isyana pun berlari menjauhinya, menahan tangis. Dia berpikir bahwa Rio sedang mempermainkan perasaan hatinya.

Dengan mempercepat laju langkah kaki, Rio berteriak, "Tunggu, Isyana,"–sambil mengepal kedua tangannya–"kau jangan salah sangka. Aku di sini sedang mencari kucingmu yang hilang."

Langkah kaki Isyana terhenti. Dia merasa terkejut dengan yang dikatakan Rio. Awalnya, dia tak berpikir bahwa Rio akan mencari kucingnya. Namun setelah mendengar ucapannya, kini Isyana paham dengan usaha yang dilakukan seorang polisi tersebut. Rio mengajak Isyana kembali duduk di bangku taman. Mereka berdua duduk berdekatan. Waktu sudah berjalan tiga menit, keduanya belum mencoba memulai perbicaraan. Rio masih malu memulai pembicaraan sedangkan Isyana masih mengusap air mata yang mengenai wajahnya menggunakan tisu.

"Uhuk ... uhuk." Rio berpura-pura batuk. "Jadi, Isyana ... apa yang kau lakukan jika kucingmu tidak ditemukan?"

"Entahlah." Isyana membuang tisu ke tempat sampah. "Aku sepertinya akan sedih sekali. Kau tahu kenapa?"

Rio memalingkan wajahnya ke arah Isyana. "Memangnya kenapa?"

Isyana tak lantas langsung menjawab. Dia mencoba mengingat kejadian di masa lalu. "Sebenarnya itu bukan kucing sembarangan, kau tahu? Itu adalah kucing yang mempunyai kenangan tersendiri untukku. Waktu itu, aku menemukannya tergeletak di pinggir trotoar. Aku mencoba menolongnya dan kemudian membawanya pulang ke rumah. Kurawat dan kuberi makan. Sampai pada akhirnya sehat kembali."

Rio dengan perlahan bisa memahami perasaan Isyana yang saat ini kembali meneteskan air mata. Dengan memberanikan diri, Rio duduk mendekatinya, kemudian mengusap-usap pundak Isyana. "Setelah kudengar ceritamu, aku pun menjadi ikut sedih. Maaf, ya, Isyana. Maaf jika aku menganggap hal ini hanya sebatas lelucon. Nanti aku pasti akan terus berusaha mencarinya sampai dapat. Kalau tidak ketemu, maaf. Jangan sedih, dong. Senyum."

Perkataan Rio seakan membius perasaan hati Isyana. Kini dia bisa sedikit merasa lega. Tak terasa waktu sudah berjalan begitu cepat. Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Mereka berdua masih duduk berdua di bangku taman.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 01, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

BelieveWhere stories live. Discover now