"Lah, gue kira lo udah nggak punya urat malu lagi, sejak mutusin jadi stalker-nya Reynold." Raisa kembali terbahak, detik itu juga, dua buah tusuk gigi kembali melayang ke arahnya.

"Bener kali gue. Gue yakin Reynold pasti sadar kalau tiap hari ada yang selalu nguntit dan motion dia. Terus lo juga sering nggak sengaja ke-tap dua kali, 'kan, pas lagi stalking Instagram-nya." Raisa mengakhiri ucapannya dengan tawa. Tetapi kali ini, tidak ada tusuk gigi yang menghampirinya.

Syila meringis, menyadari bahwa  kata-kata Raisa barusan mungkin saja benar. Karena, ia juga sering memikirkan tentang dirinya yang menjadi paparazi, mungkin memang sudah disadari Reynold, mengingat dirinya yang sering ke-gap pas lagi mengambil foto cowok itu, meski dia berusaha bersikap biasa saja dan langsung mengarahkan kameranya ke arah lain. Dan soal dia yang sering nggak sengaja ke-tap dua kali pas lagi stalking Instagram Reynold, itu sih memang benar sekali. Sudah nggak kehitung berapa kali ia mengutuk dirinya sendiri yang selalu bertindak ceroboh ketika nge-stalking akun sosial media cowok itu.

"Tapi saran gue ya, Syil." Raisa menelan siomaynya, lalu melanjutkan, "mending lo tembak itu cowok, deh, daripada keduluan yang lain. Tau sendiri, 'kan itu anak fans ceweknya bejibun. Mumpung dia juga lagi jomblo."

"Ya kali, Sa, gue nembak dia. Gue ngobrol sama dia aja hampir nggak pernah. Ntar dia mikirnya 'ni cewek apaan, sih. Tiba-tiba nembak, kenal juga kagak' gitu ntar, kan, malu-maluin."

Raisa cekikikan melihat Syila menirukan gaya bicara yang menjijikan.

"Lagian, nih ya. Justru karena dia fans-nya banyak, yang bikin gue jadi agak ... minder." Syila mengaduk-ngaduk jusnya. "Dia cowok populer, sedangkan gue, cuma cewek ansos yang biasa-biasa aja."

Raisa berdecak. "Lo kebiasaan, deh, ngerendahin diri sendiri. Nggak baik tau," ucapnya. "Lo itu sebenarnya nggak se-invisible itu. Gue sering, kok, mergokin cowok-cowok yang merhatiin lo, atau yang berusaha narik perhatian lo. Tapi karena hati dan pikiran lo hanya terfokus ke gebetan bertahun-tahun lo itu, makanya lo nggak notice sama mereka."

Syila hanya mengangkat bahu tanpa menanggapi ocehan Raisa. Fokusnya kembali ke kameranya

"Lo emang, beneran suka, ya, sama Reynold?" tanya Raisa setelah menyeruput es tehnya. "Maksud gue, suka beneran. Bukan sekadar suka sama cowok ganteng."

Syila mengangguk mantap. Mana mungkin dia tidak sungguh-sungguh suka, kalau dia sendiri sudah merelakan harga dirinya untuk menjadi stalker seorang Reynold Mahardika, sejak kelas sepuluh.

Sejak Reynold menolong Syila yang keserempet motor dua tahun lalu, karena Syila terlalu fokus mencoba kamera barunya sambil berjalan agak ditengah jalan, sehingga tidak menyadari ada motor yang melaju kencang yang akhirnya membuat badannya sedikit tersenggol dan mengakibatkan kaki dan tangannya lecet, lalu saat itu lah Reynold datang menolongnya dengan menggendongnya di punggung untuk mengantarkannya ke rumah yang untungnya kejadian perkara itu dekat dengan komplek rumahnya.

Meskipun, sepertinya Reynold tidak menganggap kejadian itu adalah suatu hal yang harus selalu diingat, juga wataknya yang kelewat dingin, sehingga tidak mau repot-repot sekadar menyapa atau berbasi-basi ketika mereka berpapasan di sekolah. Namun, itu malah yang membuat Syila penasaran dengan Reynold yang berakhir dengan dirinya menjadi rajin mengecek akun sosial media cowok tersebut.

Dan juga, sejak beberapa bulan setelah kejadian tersebut, Syila melihat sebuah lukisan yang menampilkan seorang perempuan yang sedang membidik objek dengan sebuah kamera yang sangat indah. Lukisan itu dilihatnya saat mengunjungi pameran lukisan dari pelukis-pelukis muda di sebuah galeri bersama kakaknya, yang ternyata lukisan itu dibuat oleh Reynold Mahardika. Reynold yang sama yang satu sekolah dengannya, yang menolongnya, dan yang sering diintipin akun sosial medianya oleh Syila.

POTRETWhere stories live. Discover now