SHARION | Bagian 2

28.4K 2.8K 66
                                    

Atasha mengeluh sebab kian hari tontonannya di televisi semakin berkurang.

"Aaaaa," gadis dengan seragam kusutnya itu menggeliat di atas sofa. Matanya yang sayu semakin meredup karena mengantuk di jam satu siang ini.

"Neng mau makan apa? Sekalian Bibi masakin."

Atasha biasa memanggilnya "Bik Ani", satu-satunya ART di rumahnya yang telah bekerja lebih dari sepuluh tahun.

"Enggak Bi, nanti aja." katanya tanpa repot menoleh.

"Ibu marah kalau neng gak makan."

Mendengarnya Atasha pun mendesah. Kepalanya yang semenjak tadi berada di lengan sofa itu menengadah menatap Bik Ani—yang dari posisinya menjadi terbalik.

"Atasha bilang "nanti", bukan "gak mau makan"," tuturnya sambil membuat tanda kutip menggunakan tangan.

"Tapi Ibu bilangnya "sekarang", bukan "nanti"." Bik Ani balas menjawab seraya berkacak pinggang. Jangan salah, meskipun usianya sudah nyaris kepala enam, tetapi bila sangkut pautnya adalah demi kebaikan Atasha, Bik Ani akan jauh lebih keras kepala.

Atasha menyengir. Menunjuk wajah Bik Ani kemudian. "Bibi ngalis ya? Rapi banget kayak ABG jaman now."

Sang ART bergeleng samar. "Enggak perlu muji-muji Bibi gak jelas."

Bibir Atasha seketika cemberut. "Ih, Bibi..." katanya sebal. Lantas Atasha mengubah posisinya menjadi duduk tegak, tetap memasang tampang masamnya saat melanjutkan, "Hidup itu udah ribet Bi, jangan Bibi bikin tambah ribet."

Bik Ani mengedikan bahu tak acuh. "Kalau gak mau ribet ya neng makan, selesai."

"Pinter banget kalau argumen, giliran mau video call sama Teh Ila minta tolong Atasha, ck." cibir si gadis.

"Iya deh, gimana neng aja ...,"

Atasha menyipit, curiga.

"Tapi Bibi masih bisa kok kirim WA ke Ibu, ngadu kalau anaknya susah makan. Paling uang jajan neng yang nantinya dipotong kayak bulan lalu."

Giliran bola mata Atasha yang melebar. Kan! Batinnya.

Dengan kilat Atasha berdiri. "Bi—"

"ASSALAMUALAIKUM BIK ANI!!!!!!"

Derap langkah yang makin mendekat bersahutan dengan degupan jantung Atasha. Irisnya memandangi wanita paruh baya di depannya, menuntut penjelasan.

"Kalau Bibi manggilnya Ibu gak bakalan mempan kan buat neng? Jadi Bibi panggil pawangnya aja." terang Bik Ani dengan raut kemenangan.

Atasha mengusap permukaan wajah dan bergumam putus asa, "argh!" bukannya kenapa-kenapa, hanya saja Bik Ani ini kadang suka tahu waktu yang pas untuk memicu pertengkaran—pertengkaran antara dirinya dan Orion.

"Cie elah yang bolos abis istirahat kedua,"

Kaki kanan Atasha baru ada di pijakan pertama anak tangga, berniat untuk kabur ke kamar, namun Orion sudah berdiri di belakangnya. Kendati tidak melihatnya, tapi Atasha yakin mimik wajah lelaki itu diiringi senyum miring memuakkan.

"Gimana? Udah nambah belum begonya?"

Shit. Umpat Atasha sembari memejam.

"Balik sini coba, mau liat yang sering bolos dan udah ngerasa paling pinter se-Bandung Raya bebeledagan teh, coba liat."

Tangan Atasha mengepal di dinding dekat figura foto masa kecilnya. Ini nih, yang paling Atasha benci dari Orion, suka mengatur. Sialnya, Atasha malah tidak keberatan dan merasa senang.

SBS [1]: ShaRion Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang