Lima

24.8K 1.8K 16
                                    

"Jadi kamu salah satu model di tempat ini?"

Aku mengangguk bangga. Tentu saja, menjadi model sudah menjadi impianku sejak aku bersekolah. Dan ketika impianku tercapai, sudah pasti aku akan menjaga impianku ini baik-baik. Tidak peduli jika Reyhan adalah penghalangnya.

"Pantas saja kamu cantik," imbuh Davis lagi.

Aku tersenyum dan melirik laki-laki yang mengenakan kaos neck-v di dalam jas hitamnya. Akibat tabrakan tidak sengaja tadi, Davis menawariku minum sebagai permintaan maaf yang langsung aku setujui. Maka di sinilah kami duduk, salah satu kafe yang ada di dalam gedung L-Fashion.

"Masih banyak model yang lebih cantik dariku. Aku hanya segelintir model biasa," kataku merendah.

"Aku tidak percaya. Menurutku, kamu yang paling cantik."

Mendengar pujian yang keluar dari bibir Davis, alhasil aku tersipu malu. "By the way, kalau boleh tahu ada urusan apa kamu di sini? Soalnya aku belum pernah lihat kamu di gedung ini sebelumnya loh," tanyaku mengalihkan topik pembicaraan. Tidak nyaman rasanya membicarakan diri sendiri.

"A..aku hanya salah satu karyawan biasa di perusahaan ini. Mungkin saat kamu datang aku sedang keluar. Seperti menawarkan produk di luar sana," jawab Davis.

Aku membulatkan bibirku dan mengangguk mengerti. Mungkin Davis termasuk salah satu karyawan bagian marketing. Bukankah marketing bekerja menawarkan produk?

"Okay. Aku harap penjualanmu bagus."

"Thanks," sahutnya sambil meminum secangkir kopi miliknya.

"Well, terima kasih atas traktirannya. Tapi aku harus pergi." Aku melirik jam tangan yang melingkari lenganku. "Aku ada pemotretan tiga puluh menit lagi. Kalau sekarang aku belum kembali, bisa-bisa manager-ku panik," lanjutku sambil tersenyum tipis.

"Aku mengerti," kata Davis sambil mengangguk kecil. "Good luck buat pemotretannya," lanjutnya.

Aku tersenyum lebar dan menggumamkan terima kasih sebelum akhirnya melangkah pergi. Meninggalkan Davis, laki-laki ramah dan lucu. Sepertinya berteman dengannya tidak seburuk itu.

***

"Hey..." sapa Reyhan ketika aku melangkah masuk ke dalam apartemen. Dia tampak asyik menonton televisi sambil memakan seember popcorn di tangannya.

"Hey..." jawabku yang ikut duduk di sisinya dan mengambil sebuah popcorn untukku makan. Lalu tanpa ragu menyandarkan kepalaku ke bahu Reyhan.

"Bagaimana pemotretan hari ini?"

"Lancar," jawabku singkat. Pandangan mataku jatuh pada layar televisi di mana seorang gadis cantik sedang membasmi para zombie tanpa rasa takut. Detik berikutnya aku mengangkat wajahku dan memandang wajah Reyhan. "Tumben kamu udah pulang."

Ucapanku berhasil mengalihkan pandangan Reyhan dari laya kaca dan berganti ke wajahku. "It's nine o'clock, No. Kamu yang pulangnya terlalu malam."

Aku melirik jam digital yang berada di sebelah televisi dan mengangguk. "Sorry, my mistake."

"Kenapa sampai selarut ini?"

Aku menghembuskan nafas sebelum menjawab, "Aku harus berdebat dengan mas Roby dan mbak Nita setelah pemotretan selesai."

"Soal?"

"Model pria pasanganku nanti. Karena dua minggu lagi aku ada pemotretan dan show di Bali."

"Siapa model pria itu?"

"Gio Handerson."

"Apa!? Batalkan pemotretan itu, No!"

Mendengar nada tak suka dari bibir Reyhan. Sontak aku langsung menarik kepalaku dari bahunya dan memandang wajah Reyhan. "Nggak bisa segampang itu, Rey. Aku udah tandatangan kontrak, jadi nggak semudah itu main batalin aja," jelasku.

Sweet Things (COMPLETE)Where stories live. Discover now