Dua

32.4K 2.5K 20
                                    

"Kamu yakin nggak mau pulang? Kita bisa menghabiskan waktu berdua di dalam kamar seperti yang biasa kita..."

Sebelum Reyhan menyelesaikan ucapannya, aku lebih dulu mencubit pinggangnya. Membuat dirinya memekik kecil akibat rasa sakit yang diterimanya.

"Heran, sejak kapan pikiranmu jadi kotor begitu," omelku.

"Sejak kamu mengisi hari-hariku," jawabnya gombal. Bukan sekali dua kali, Reyhan mencoba menggombal. Kenyataannya hampir setiap hari. Meski begitu, ia selalu berhasil membuat hatiku menghangat.

Sesampai di ballroom yang telah dihias dengan tema gold dan silver, juga dengan tangan Reyhan yang melingkari pinggangku dengan posesif, kami berjalan di dalam ballroom. Mencari sosok yang menjadi raja dan ratu hari ini. Reyhan memberi ucapan selamat kepada mereka yang disambut hangat.

Setelah berhasil menemukan sosok yang kami cari, kami langsung disambut hangat oleh mereka.

"Congratulations yaa!!" ucapku pada Melisa. Salah satu temanku yang memiliki pekerjaan yang sama denganku. Yaitu sebagi seorang model.

"Thank you ya, Nor! Udah nyempetin dateng ke acara pernikahanku," jawab Melisa kemudian menoleh ke Reyhan. "Thank you juga ya Rey, udah mau dateng."

Reyhan tersenyum ramah. "Sama-sama, Mel."

"Kapan kalian nyusul?" Pertanyaan yang dilemparkan Melisa membuat senyum di bibir Reyhan memudar sekaligus membuatku merasa sesak. Sungguh, aku tidak suka dengan suasana saat ini. Lebih tepatnya pertanyaan yang dilemparkan Melisa. Ingin rasanya aku memutar waktu dan meminta Melisa untuk mengganti pertanyaannya.

"Ah... kami belum siap," jawab Reyhan seadanya. Berharap jawabannya itu dapat memuaskan Melisa.

Untungnya pengantin wanita itu mengerti dan detik berikutnya seorang laki-laki menghampiri kami dan memberitahukan Melisa dan suaminya jika ada tamu lain yang harus mereka temui. Alhasil mereka pun pamit dari hadapan kami. Setelah kepergian Melisa, rasanya aku baru bisa bernafas lega.

"Kamu mau minum?" tawar Reyhan yang aku jawab dengan anggukkan kepala. Sepertinya ia tahu bagaimana perasaanku saat ini. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Reyhan beranjak dari sisiku. Mencari meja di mana minuman berada atau mencari pelayan yang berkeliling membawa beberapa gelas kaca di atas nampan yang dibawanya.

Aku mengedarkan pandangan mataku dan jatuh pada sosok di mana Melisa dan suaminya berdiri dengan begitu mesra dan bahagia. Melihat hal itu tanpa aku sadari aku menarik sebelah sudut bibirku dan memandang mereka iri. Apakah pernikahan adalah akhir dari semuanya? pikirku pahit.

Selama enam bulan berhubungan, tak pernah sekalipun Reyhan menyebut pernikahan. Hubungan kami terjadi begitu saja. Dua manusia yang sedang patah hati dan memutuskan untuk bersama. Yang ada dipikiran kami saat itu adalah kami cocok.

Cocok dalam arti kata, kami mencicipi rasa pahit yang sama. Selama enam bulan ini aku hidup dibawah satu atap yang sama dengan Reyhan membuatku tahu bahwa kami memang cocok. Ada beberapa kesamaan dan perbedaan yang kami miliki. Namun, dengan cepat kami bisa memperbaiki perbedaan yang terjadi diantara kami.

Contohnya Reyhan memilih minum kopi di pagi hari dan aku lebih memilih teh hijau. Juga pekerjaan, meski kami memiliki pekerjaan yang berbeda, tapi di atas tempat tidur kami suka berbagi cerita sampai tidak tahu waktu. Dan menghabiskan weekend bersama di apartemen satu hari penuh hanya dengan menonton film-film yang telah kami beli.

Semuanya menyenangkan. Kami saling melengkapi tanpa pernah memikirkan pernikahan.

"Norah?" Sebuah suara berhasil menyentakku keluar dari pikiranku sendiri.

"Ellie?" Keningku bertautan, masih tidak yakin dengan tebakanku sendiri.

"Noraah!" panggilnya lebih keras dan detik berikutnya kami berpelukan.

Dia adalah Ellie Morrins, salah satu model yang aku kenal saat aku sedang melakukan pemotretan di Paris. Ibunya orang Perancis dan ayahnya orang Indonesia. Tubuhnya lebih tinggi dariku, 178 sentimeter. Sedangkan aku hanya 170 sentimeter. Rambutnya cokelat dan matanya abu-abu.

Saat aku melakukan pemotretan di Paris delapan bulan yang lalu, aku harus berpose bersamanya. Dan kebetulan temanya pakaian wanita yang sedang jatuh cinta, jadi aku harus bisa tampak mesra dengan Ellie. Untunglah Ellie adalah perempuan yang baik dan supel. Jadi tidak sulit berteman dengannya. Alhasil selama sisa hari di Paris, aku menghabiskan waktu bersama Ellie yang setia menemaniku mengelilingi kota kelahirannya itu.

"How are you doing?" tanyanya padaku.

"Aku baik. Kamu?"

"Aku juga baik. Nggak nyangka banget bisa ketemu lagi di sini."

"Aku juga. Sama siapa?"

"Kamu bertanya atau menyindir?" Bukannya menjawab Ellie balik bertanya.

"Aku bertanya El, di mana Steven? Tidak biasanya kamu ke acara formal seperti ini seorang diri. Biasanya..."

"We broke up." Keningku bertautan. Berusaha mencerna ucapan Ellie. "Nous nous sommes séparés," ulangnya dengan bahasa tanah kelahirannya.

"Candamu tidak lucu," sanggahku.

"Aku serius, Norah. Dia berselingkuh di belakangku. Dasar laki-laki brengsek," makinya pelan.

"I am so sorry, aku nggak tahu kalau Steven setega itu sama kamu."

"Lupakan saja. Dia hanya bagian dari masa laluku. Sekarang, aku ingin mencari laki-laki yang bisa mengisi masa depanku."

"There you go girl! Ini baru Ellie yang aku kenal!" kataku bersemangat. Lega ketika tahu jika Ellie sudah move on dari Steven. Heran, memangnya berselingkuh sedang nge-trend apa? Mendadak semua laki-laki sepertinya tidak puas dengan satu perempuan?

"Maaf lama..." Aku dan Ellie bersamaan menoleh ke sumber suara. Di mana Reyhan berdiri tegak dengan dua gelas kaca berisi minuman di tangannya.

"Ellie, kenalkan ini Reyhan." Aku menunjuk Reyhan dengan tanganku yang bebas lalu bergantian menunjuk Ellie. "Dan ini Ellie, temanku saat aku di Paris."

"Hai.." sapa Ellie ramah. Dan dari matanya aku tahu jika Ellie tampak terpesona akan ketampanan yang dimiliki Reyhan. Kulit kecoklatan dan tubuh tegap juga otot-otot hasil nge-gym seminggu dua kali di balik tuxedo-nya. Aku yakin perempuan yang paling cantik seperti Ellie pun akan meliriknya.

"Is he taken?" bisik Ellie padaku.

Sontak aku memandang Ellie tidak percaya. Aku terdiam sejenak sebelum akhirnya membuka suara.

"No." kataku polos. Dan ketika aku melirik Reyhan yang sedang menyesap minumannya, aku tahu jika Reyhan tidak suka dengan jawabanku.

***

Sweet Things (COMPLETE)Where stories live. Discover now