Tough (1)

46 6 2
                                    

kembali lagi bersama saya, permirsa~ :v

kali ini gw mo post lebih sering setelah rasanya hiatus berabad-abad :v MUHAHAHA--ohok ohok

ini cerita singkat tentang bullying yang dialami seorang anak SMP. karena author pernah mengalaminya (pembullyannya aja) sendiri secara brutal ketika SD :'v selamat membaca


--Buat orang lain tersenyum, dan 'keajaiban' akan datang padamu--


Aku berlari. Terus berlari dengan kata-kata yang terngiang di telingaku. Membuat telingaku sakit.

"Dasar anak cupu! Cupu, aneh, gila! Pulang sana!"

"Buat apa lu ke sekolah?! Ngotorin lingkungn sekolah aja lu kayak sampah!"

"Jijik dah sama lu. Sok minta dikasihani!"

AKU MEMANG BODOH, AKU MEMANG ANAK ANEH, TAPI APA SBENARNYA URUSAN MEREKA TENTANG ITU?! Aku berlari hingga sampai ke kebun belakang sekolah, dan berhenti di balik salahsatu pohon besar yang ada di sana untuk menumpahkan tangisku.

Sebenarnya apa salahku pada mereka?

Apa yang kulakukan hingga mereka membuang buku-bukuku?

Hingga mereka melempariku dengan sampah,

Meletakkan permen karet dan tumpahan susu basi di bangkuku

Menjambak dan mengguntingi rambutku diam-diam

Mendorongku ke selokan besar belakang sekolah

Meminjam Hpku dan berpura-pura tidak sengaja menjatuhkannya

Aku tidak tahan!! Tapi aku anak yang baik. Aku memerhatikan guru. Aku selalu berusaha membantu teman-temanku. Aku selalu berkata baik. Aku tak pernah melanggar peraturan. Aku tidak sanggup menghina mereka balik. Aku tak sanggup mengadukan mereka ke guru. Padahal aku dapat membalas mereka, tapi tidakkah aku akan dianggap jahat?

Beberapa kali aku berpura-pura sakit pada orangtuaku supaya aku tidak usah masuk ke sekolah. Namun orangtuaku akhirnya tahu kalau aku hanya berpura-pura untuk menghindari sekolah karena diganggu. Mereka akhirnya memaksaku untuk sekolah dan mereka tak lagi percaya padaku meski beberapa kali aku benar-benar jatuh sakit.

Sehari saja aku membolos, tumpahlah amarah mereka.

Apa yang harus kulakukan?!

Aku memendam kebencian itu jauh ke dalam hatiku. Terutama kepada seorang rekan sekelas bernama Okta. Ialah sumber dari segala pembullyan yang terjadi padaku. Entah apa yang merasukinya sehingga hanya aku target dari keisengan, kata pedas, dan penganiayaannya. Si kaya sombong itu... aku tak mengerti apa yang ia inginkan.

Perlahan aku berdiri. Langkahku yang lesu kubulatkan untuk menuju ruang konseling. Pak Edi menyambutku dengan terkejut melihat seragamku yang basah dan keadaanku yang kacau sehabis menangis. Aku disuruhnya duduk dan menceritakan padanya semuanya. Namun tanggapannya sama seperti semuanya. Ia hanya menganggap itu hanya kenakalan biasa.

Aku tak bisa berkata-kata lagi.

Rasanya seperti jatuh ke jurang yang dalam.

"Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Bapak akan coba tanyakan ke dia soal itu." Kata Pak Edi menenangkan. Tapi aku seolah mendengar cemoohan dalam nada bicaranya.

Coba tanyakan saja! Aku yakin ia tak akan mengaku! Seisi kelas tak akan mengaku! Geramku dalam hati. Tanpa sadar air mataku mengalir lagi.

"Setau Bapak, kamu ini anak baik. Kamu jangan down hanya karena itu, ya? Kamu kuat kan?" ia mensupport. Aku tergelak dalam hati.

HANYA?! Kalau itu memang sekadar HANYA, aku tak akan ke sini, pak tua! Tapi kau benar. Aku masih kuat. Aku sangat kuat. Setelah inipun aku mungkin masih bisa tersenyum dan bersikap baik pada mereka. Mereka tak pernah tau seberapa sabar orang yang mereka hina setiap hari!

"Iya pak... saya kuat kok." Sahutku untuk pertama kalinya. Ia tersenyum lebar. "Kalau bisa, apa bapak ada saran untuk saya?" lanjutku sambil mengusap sisa-sisa air mata. Ia menopang tangannya di mejanya.

"Pokoknya kau harus berusaha dekat dengan mereka. Aku yakin sekali kalau kau bisa. Yang penting kau jangan lelah untuk membuat mereka senang. Buat mereka tersenyum, maka Yang Di Atas akan membuatmu tersenyum pula. Aku yakin Tuhan akan membuat 'keajaiban' untukmu." Katanya pelan namun pasti. Aku tertegun. Sungguh pantas guru ini menjadi guru BK.

Setelah itu aku pamit ke kelas. Daritadi pelajaran sudah dimulai. Wali kelasku tidak menghiraukannya dan membiarkanku masuk. Dan...

Sudah kuduga... akan ada sesuatu di tempat dudukku.

Dan kali ini mereka meletakkan sampah plastik mereka.

Aku menoleh ke arah Okta yang sedang melihatku sambil menahan tawanya. Namun ia menatapku aneh saat aku tersenyum. Tanpa ba bi bu aku minta izin membuang sampah dan kembali ke pelajaran


--to be continued



DARKNESS side of the QUOTESOnde histórias criam vida. Descubra agora