"Apakah aku bisa mempercayaimu, Pangeran Mahkota Jung Changmin?"

"Ya Yang Mulia. Hamba berjanji dengan Tian Agung dan Kwan Im Pho sat³ di Atasku."

Hati Jaejoong tersentuh mendengarnya. Bahkan kasim dan dayang yang mendengarnya terpekur kagum, beberapa di antaranya menangis haru. Bagaimana mungkin jika bocah sekecil ini bisa terlihat dewasa. Pada nyatanya Changmin adalah keturunan Yunho yang merupakan Putra kaisar naga, pastilah mempunyai wibawa layaknya para leluhur.

"Kemarilah Putraku," Jaejoong mengulurkan tangannya yang langsung disambut sukacita oleh Changmin. Dengan sayang Jaejoong mencium dahi dan pipi Changmin bergantian. Changmin merasa senang senang saja jika saja dia tidak mendengar kikik geli bibi Junsu dan dengusan Yunho.

"Aah... Ibunda, saya pria dewasa," sungut Changmin, mengusap bekas ciuman Jaejoong tak rela. "Ayahanda, mana adikku? Aku ingin lihat."

"Kenapa aku harus memperlihatkan Luhan padamu?"

"Karena aku sudah bersumpah untuk melindunginya."

Yunho tersenyum mendengarnya. Perlahan dia mengulurkan Luhan yang diterima Changmin dengan berdebar debar.

"Huaah... Mirip sekali dengan Ibunda. Lulu mei-mei panggil aku Changmin gege," Changmin berceloteh riang menatap wajah adiknya yang tertidur pulas seperti mengabaikannya. Dan dengan gemas Changmin menggigit pelan pipi bakpao Luhan. Tak ayal bayi mungil itu terhisak pelan.

"Haiya... Putra Mahkota apa yang anda lakukan?" Beberapa kasim kelabakan saat melihat wajah Sang Putri memerah menahan tangis.

"Aku berjanji untuk melindunginya tapi tidak untuk menjahilinya," jawab Changmin. "Iyakan Lulu mei mei?"

[••••••••••••••••••••••]

Tujuh tahun kemudian
Sehelai daun momiji kering terbang melayang tertiup angin musim gugur, melewati atap-atap bangunan, hampir jatuh ke tanah jika saja angin tidak berhembus kencang. Meliuk-liuk mencari celah sempit diantara kokohnya dinding istana, terus melayang seolah menari dan akhirnya berhenti di ratusan hamparan kuning keemasan yang menutupi hampir seluruh taman di paviliun soka.

"Putri Mahkota Luhan, apa yang anda lakukan disini. Anda bisa di hukum Permaisuri Jae jika menyelinap begini. Kumohon, kembalilah sebelum Permaisuri Jae melihatnya."

Seorang gadis kecil dengan hanfu biru muda tengah asyik bersantai di atas dahan pohon mengabaikan seorang dayang yang kini memucat ngeri.

"Tidak apa dayang Er, Ibunda Permaisuri tidak akan marah. Lulu hanya ingin melihat pasar malam."

"Ya Tian!" Keluh dayang Er dengan dahi berkeringat. "Kalau begini Yang Mulia Kaisar bisa memenggal kepalaku."

"Tidak akan Dayang Er. Ayahanda tidak kan menghukummu. Lulu jamin." Hanfu biru melayang saat gadis cilik itu terjun dari pohon.

"Ya Tiaaaan..." teriak Dayang Er. "Putri Mahkota Luhan, saya mohon jangan membuat jantung saya berhenti berdetak," bukan kepalang panik Dayang Er saat melihat tuan putrinya terjun begitu saja dari dahan, serta merta dia mendekati nona mudanya, meneliti apakah ada yang terluka. Tergores sedikit saja kepalanya menjadi taruhan.

Tapi gadis nakal itu hanya tersenyum memperlihatkan giginya. "Dayang Er, maaf. Membuatmu semakin tua. Hehehe."

"Ya, anda selalu senang membuat wajah saya terlihat tua karena khawatir," Dayang Er tersenyum lembut. Dia berjongkok tepat didepan Luhan, menepuk nepuk hanfunya pelan.

"Tapi Dayang Er, Dayang paliiing cantik di istana," tangan kecil Luhan membentang seolah memperlihatkan betapa bersungguhnya dia. "Tapi bibi Junsu juga cantik."

The Crown Princess of LuhanWhere stories live. Discover now