Alasan

10 0 0
                                    

"Maafkan aku, aku masih mengingatnya. Kamu tahu Gadis? Aku dulu pernah ada hubungan dengannya. Jadi kalau kamu mau menjalin hubungan denganku, sabar," jelasnya dengan muka yang datar namun sedih.

"Oke, tapi kalau sampai kelewat batas aku pergi," tegasku.

Sebulan aku menjalin hubungan dengannya, rekan kerjaku. Dia pria yang baik, tidak macam-macam, dan asik diajak diskusi. Mungkin aku akan cocok dengannya. Mungkin.

Rico, namanya. Dia mempunyai teman satu departemen bernama Radinka. Aku mendengar dari Radinka bahwa Rico pernah mempunyai hubungan yang rumit dengan wanita bernama Gadis. Bertahun-tahun kenal, tanpa status, tapi saling memiliki perasaan. Gadis juga yang menjadi alasan kenapa Rico pulang pergi Medan-Jakarta. Ya aku sudah gila, memaksakan perasaanku padanya. Aku terlalu naif bahwa bisa mengubah perasaannya menjadi berpaling kepadaku. 

Tiga bulan lamanya. Aku pun jenuh. Sudah jera rasanya. Aku sempat bertanya pada Radinka apa alasannya mereka tidak bersama. 

"Hubungan mereka rumit. Entah Rico yang terlalu tarik ulur, atau mungkin Gadis yang tidak sabar menunggu. Tapi, menurutku Rico bodoh. Gadis sudah terlalu sering memberi lampu hijau untuk dirinya, tapi si bodoh itu terlalu mengulur. So, Gadis pergi," jelasnya sambil meminum kopi Senayan City sore itu.

Aku paham. Tapi, beruntung Gadis memiliki cinta Rico, menguasai perasaannya, dan memenangkan hatinya. Yang aku tahu Rico bukanlah pria yang asal menaruh hatinya pada wanita lain. Dia pria langka! Tidak neko-neko, bahkan secara postur badan pun sempurna.

Siang itu, pada Minggu, aku mengajak Rico bertemu.

"Kamu tahu, sudah tiga bulan kita bersama. Tapi, kamu jahat. Harus berapa lama aku menunggu?" ucapku dengan nada marah.

Dia hanya diam.

"Apa kamu pernah menyatakan perasaanmu pada Gadis walau hanya sekali?"

Sejenak Rico menghela nafas, "Ya. Sekali. Aku terlalu takut untuk mengatakan semuanya. Terlalu takut untuk melukai hatinya. Pengecut memang. Dialah yang paling mengerti aku dan aku merasakan semuanya. Dia terlalu sulit untuk ditebak. Terkadang dia hanyut dengan pikirannya sendiri, dan dalam diamnya aku mengaguminya tanpa sadar. Setelah itu, aku baru tahu dan paham bahwa aku menyayangi dan ingin memilikinya. Tapi, semua terlambat. Dia sudah dengan yang lain," jelasnya dengan lancar tanpa melihat mataku.

Aku sudah tidak bisa menanggapi ucapannya itu. Sudah cukup jelas, "Aku mundur. Aku menyerah. Semoga kamu tidak berlarut dalam penyesalanmu."

Aku pun pergi. Meninggalkan dirinya yang masih saja tidak melihatku. Sekali lagi aku terlalu naif untuk mendapatkan hatimu, kamu terlalu pengecut untuk menggapai Gadis, dan Gadis mungkin terlalu lelah menunggu kepastian darimu. Itulah alasan mengapa Gadis meninggalkanmu. 

My Daily LifeWhere stories live. Discover now