Kunjungan Rival

243 17 2
                                    

Hari itu, aku bersiap menerima sebuah kunjungan tidak biasa di Mansion.

Aku sudah menginstruksikan pelayan membuatkan jamuan dan Kari India yang mungkin cocok untuk selera orang melayu.

Memang yang datang bukan siluet wajah yang asing, aku mengenalnya tapi dia tidak mengenal Tara. Jadi, aku harus berpura-pura tidak mengenalnya.
Dan dia tidak akan mengunjungiku jika dia tahu aku adalah Lexi Roxette.

Dia datang dengan langkah-langkah kecil selaras dengan kedua kakinya yang pendek.

Pelayan mengantarkannya kemeja diruang tamu besar dimana aku berdiri dihadapan sebuah lukisan raksasa Nikola Tesla yang diidolakan ayahku dulu.
Wanita itu mengenakan jas agak ketat dengan kerah bermanik-manik berkilauan, semacam rok cokelat dari kain sarung yang bermotif tradisional yang melipat rapat pinggulnya dan sepatu pantofel putih yang bagus, dan rambutnya dikonde membentuk lilitan simpul mirip ekor burung merak dikepalanya. Dia memberi senyuman yang dikulum ketika kupersilakan dia duduk.

Siapa wanita ini? kuberitahu kau, Kathlen Wulandari, adalah Rival bagiku.

"Meski agak terlambat, aku turut berduka atas kepergian kakakmu Lexi Roxette." katanya.

Pembicaraan kami mengalir lumayan jauh, karena kunjungan ini bukan murni kunjungan bisnis.
Beberapa waktu lalu dia mengirim surat untuk mengenalkan dirinya sebagai teman satu kampus kakakku (Aku sendiri), dan berniat datang berkunjung.

"Tidak apa-apa Keth."

"Lexi benar-benar teman yang baik, kami sering menghabiskan waktu bersama."

Pembohong! tukasku dalam hati. Aku tersenyum simpul sambil menuangkan satu gelas anggur lagi untuknya. "Well, pastinya kematiannya memberatkanmu juga." kataku.

"Kunjungilah aku kalau kau mau observasi ke hindia belanda. Kalau kau mengalami kesulitan--aku dan keluargaku punya banyak koneksi dengan pembesar pribumi disana." dia menawarkan padaku.

"Terimakasih," jawabku, "Saham kami di Hindia masih terlalu kecil, hanya untuk Java saja... itu pun sepertinya Belanda sangat mendominasi. Potensi Perkembangan Roxette and co. disana lebih kecil daripada di eropa sini."

Memang benar dulu aku sering menghabiskan banyak waktu dengan wanita anak bangsawan Borneo ini.
Kami bertanding tennis, olimpiade matematika, tesis, dan lain-lain. Jadi, kami saling mengenal.
Tapi dia adalah rival...
dia menguasai 7 bahasa asing, dan bukan main cerdasnya. Satu-satunya orang yang melakukan banyak riset terhadap perusahaan-perusahaan koloni dan teknik monopoli perusahaan east India.

Belakangan aku tahu dia berhasil membuat koperasi berjalan pada daerah-daerah imperialis perusahaan Hindia Belanda, akibatnya, tanpa pekerja rodi dan gubernur pribumi yang mendukung proyek pembangunan, perusahaan Roxette turun tangan memberikan modal dan subsidi... kami tidak rugi, tetapi kehilangan lebih dari separo keuntungan dalam setahun.

Almarhum Orangtuaku waktu itu langsung hendak mencabut perusahaan dan menjual sahamnya yg kecil diJava. Mereka bilang, terlalu banyak saingan dan orang2 yg pintar bermain, belum lagi mendadak kemunculan koperasi2 ini...
Mereka bilang ingin fokus pada pengembangan yg di eropa saja.
Itulah saat dimana aku yg pada tahun pertama disekolah New Zealand langsung meyakinkan mereka untuk menjadikanku konsultan resmi perusahaan mereka pada cabang ini... Meski kecil, sayang juga dilepas. Siapa tahu kelak Roxette melebihi yg lain di pulau Java ini.

Aku tak pernah melupakan itu.

Sejak itu aku sadar siapa Kethlen ini. Dia bisa melakukan hal besar yang sangat berpengaruh, sedang aku hanya sibuk sekolah dan mendapat prestasi akademik yang membanggakan. Itu membuatku iri sedikit.

Aku akan sangat berhati-hati sekarang...

The Ersatz Perished (kematian palsu)Where stories live. Discover now