[ Tiga ]

1.5K 133 3
                                    

Pintu terbuka secara santai. (Namakamu) hanya memasang wajah lelah dan malasnya. Ia bahkan melihat Sativa yang tengah berdiri di depan sofa untuk menyambutnya. (Namakamu) lebih memilih melangkah menuju tangga agar segera sampai di kamarnya.

"Lo darimana?"

Dan akhirnya pertanyaan basi itu keluar dari bibir manis Sativa setelah menunggu (namakamu) untuk membuka suara. Tapi gadis itu malah melewatinya begitu saja.

"Bunda tadi nanyain lo."

Dan ucapan itu berhasil membuat (namakamu) menengadahkan kepalanya. Dan kemudian menatap kebelakang. Menatap Sativa yang kini menatapnya dengan senyum tipis.

"Oh iya? Wow, tumben banget. Ada apaan?"
Tanya (namakamu).

Suara sinis (namakamu) membuat senyum tipis Sativa perlahan menghilang. Kenapa?
"Lo kenapa ngomong gitu?" Tanya Sativa dengan alis bertaut.

(Namakamu) menghela nafas. Menatap Sativa dengan senyum miringnya yang terlihat begitu menusuk. "Pasti karna lo kan? Karn lo bahas gue makanya Bunda inget buat nanyai gue. Karna lo bahas gue makanya Bunda inget kalau dia punya satu anak kandung." Ucap (namakamu) sinis.

"Maksud lo?"

Pertanyaan itu tidak sempat mendapat jawaban karna (namakamu) sudah berlari menaiki tangga dan masuk kedalam kamarnya. Sativa menghela nafas. Ia hanya mencoba untuk mengisi otaknya dengan pikiran positive dan menganggap (namakamu) hanya tengah sensitive.

***

(Namakamu) melemparkan tasnya ketengah kasur. Isi tas itu hanya beberapa buku dan laptop. Bagi (namakamu) itu tidak masalah. (Namakamu) menarik kursi belajar yang tersimpan rapi di depan meja berisi tumpukan buku yang sebagian besar adalah koleksi-koleksi novel legendaris dari penulis yang sudah mendunia. Dan sisanya adalah buku-buku yang ia butuhkan selama menjadi mahasiswi di salah satu universitas ternama.
(Namakamu) termenung. Otak cantiknya mulai memutar kembali memori tadi sore. Wajah pucat dan kesakitan Iqbaal masih tergambar jelas di benaknya. Lalu, wajah pucat tanpa ekpresi saat Iqbaal pingsan dan di larikan ke rumah sakit.

Tangannya terangkat. Menyentuh dadanya yang tiba-tiba saja terasa berdenyut. Seperti merasakan sesuatu. (Namakamu) menggigit bibirnya dan menarik nafas panjang saat kerongkongannya mulai tercekat.
(Namakamu) tidak tahu apa yang terjadi pada hatinya saat ini.

'Iqbaal udah satu tahun ini ngidap kanker hati. Dan sebenarnya dia lagi jalani kemo buat bunuh sel kanker itu. Tapi, Iqbaal selalu beranggapan kalau dia kuat dan gak perlu kemoteraphy. Dia anak yang bandel.'

(Namakamu) merasakan air matanya menggenang begitu saja mengingat ucapan Rizky saat di mobil sewaktu mengantarnya pulang beberapa saat yang lalu. (Namakamu) mengernyit. Ia tidak tahu apa yang ia rasakan saat ini. Sampai menitikkan air mata seperti ini hanya karna Rizky memberitahu dirinya bahwa laki-laki misterius di atas bukit yang membuatnya penasaran itu tengah mengidap kanker hati.

'Dia selalu sensitive sama orang-orang yang sebelumnya gak dia kenal. Tepatnya sejak Anantha ninggalin dia karna dia di vonis kanker hati. Jarang ada gadis yang bisa deketin dia. Baru kamu kayaknya yang bisa nyentuh dia lagi sejak Anantha ninggalin dia dan buat dia terpuruk.'

(Namakamu) menepis air matanya lagi. Ia merasa gadis bernama Anantha itu tidak punya hati. Bukannya memberikan semangat agar Iqbaal bisa cepat sembuh, dia malah meninggalkan Iqbaal saat Iqbaal di diagnosa kanker hati.

"Kalau gue ketemu sama orangnya. Mungkin gue bakal jambak rambutnya sampai dia botak. Jadi perempuan gak punya hati. Bisa-bisannya ninggalin Iqbaal di saat kayak gini? Nanti setelah Iqbaal sembuh dia bakal balik lagi gitu? Ya Ampun, itu kayak FTV, sinetron, FTV Indosiar masa kini. Kayak nasi yang udah seminggu. Basi banget!"

Youtube ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang