BAB - 13 - SENDIRI ITU DINGIN

Start from the beginning
                                    

'Mas...hanya sepatah kata 'maaf' yang aku harapkan darimu, aku tidak tau apakah aku salah atau benar, tapi yang jelas aku bahagia, ini ada sedikit uang dan buatkan aku sebuah buku tentang cerita kita yang pernah kita alami dulu. Anggaplah apa yang telah terjadi adalah mimpi, terimakasih atas detik detik dan detak cintamu. Itu tulus Mas, aku sedih tapi aku juga bahagia. Aku dan suamiku sudah lama tinggal di Singapura! Nanti kalau ceritanya sudah jadi, aku dikabari ya! Tapi lewat apa? Ya, nanti aku kirim surat. Sekali lagi terimakasih atas kebahagan ini.'

Aku meletakkan kertas itu, mengamati dua tumpukan uang yang entah berapa jumlahnya? Sepetinya ada yang aneh dengan uang-uang itu, aku mencari-cari sesuatu yang barang kali ada diantara tumpukan itu dan memang benar, aku menemukan secarik kertas lagi.

'Aku tidak tau harus bilang terima kasih ataukah mengacungkan jari tengahku ke-mukamu, tapi yang jelas ada sedikit kebahagian dihatiku karena kamu telah membuat istriku berbahagia, aku berhak atas gambar yang kau ambil tempo hari'

Aku melihat lagi kertas yang kubaca tadi, tulisan dan tanda tangan yang sama, ya...lelaki yang memberiku bungkusan plastik itu adalah suaminya Am. Wanita yang telah tidur bersamaku selama hampir Tiga bulan, wanita yang beberapa menit lalu kuantarkan kebandara. Tapi apa yang baru saja aku alami benar-benar tidak bisa aku pahami, kenapa mereka melakukan itu padaku? Kenapa mereka sama-sama memberiku uang? Apa yang terjadi pada keluarga itu sehingga seorang suami membiarkan istrinya tidur dengan lelaki lain yang mungkin tidak dikenalnya? Kenapa dengan aku, apakah aku telah menjadi mainan mereka? Ataukah kini aku benar-benar gila, karena terhanyut dalam hayalanku? Tapi tidak! Aku masih ingat semua yang terjadi, aku masih dapat merasakan kehangatan tubuhnya saat bercinta, aku masih bisa merasa sedih saat dia pergi. Tapi kenapa dengan semuanya? Kenapa dia tidak bercerita bahwa suaminya ada ditempat ini juga? Ah...ingin rasanya aku mengulang waktu sebentar saja agar aku bisa bertanya padanya tentang ini semua. Aku berdiri mengambil kameraku, kulihat kaset didalamnya telah hilang, kapan dia mengambilnya? Lalu kuraih handphone yang ada di dekatku kucari-cari nama Imel, mungkin dia bisa menjelaskan semuanya.

"Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi, mohon periksa kembali nomor tujuan anda!"

Lalu kucari nomornya si gendut Neni, lagi-lagi jawaban yang sama, aku melangkah keluar menghentikan sebuah angkot dan cepat-cepat naik. Aku benar-benar dihantui rasa penasaran, setelah turun dari angkot aku bergegas masuk kesebuah gang, menghampiri sebuah rumah mewah yang Tiga bulan lalu pernah kudatangi. Tapi rumah itu sepi, hanya ada lelaki setengah baya didalam pagar yang sedang menyapu halaman.

"Pak...Pak..."

Setelah aku memanggilnya, lelaki itu menghampiriku yang berdiri diluar pagar.

''Ada apa Mas?"

"Imel ada?"

"Imel siapa?"

"Yang tinggal disini, yang cantik itu lho?"

"Oh...sudah pergi tadi pagi?"

"Pulangnya kapan?"

"Saya tidak tau Mas, mereka cuma menyewa tempat ini setahun,'' jawabnya pasti.

"Menyewa?"

"Iya Mas."

"Yang bapak maksud mereka tadi, siapa?"

"Ya, mereka yang tinggal disini!" kata lelaki itu menjelaskan.

"Siapa saja Pak?"

"Waktu pertama datang sih berempat, tapi salah satunya tidak pernah kelihatan, baru tadi pagi kesini itupun hanya sebentar."

"Cewek ya Pak?"

"Iya," sahut lelaki itu yakin.

"Kulitnya putih, rambut sebahu, pakai baju lengan panjang warna biru dan rok panjang batik?"

"Iya," sekali lagi pria itu mengangguk pasti.

'Ternyata saat aku tidur tadi pagi, Farah datang ketempat ini.'' gumanku pelan, "terus yang lainya siapa?" tanyaku lagi.

"Saya tidak kenal mereka Mas, mereka jarang ada dirumah ini kalau siang, tapi ada seorang lelaki dan dua orang wanita," jelasnya lagi.

"Lelaki dengan rambut panjang?" tanyaku meyakinkan.

"Iya."

"Apa wanita itu cantik dan satunya lagi tubuhnya besar?"

"Iya Mas, mbak Ine namanya!"

"Ine apa Neni? Ah ya sudah Pak! Terimakasih..."

"Mas ini temannya mereka?" tanya lelaki itu sebelum aku melangkah pergi.

''Teman lama,'' sahutku putus asa, "mari Pak!" aku mengangguk hormat padanya.

"Iya, mari-mari silahkan!"

Kini aku benar tidak mengerti dengan permainan mereka, aku berjalan kembali kerumah, menyimpan sejuta pertanyaan atas misteri yang tak tersibak walau aku berusaha menyibaknya dalam hayalanku, tapi selalu menemukan jalan yang gelap. Sesuatu yang kuanggap sebuah kebetulan adalah sebuah rencana yang tersusun sangat rapi, tapi siapa dalang dari semua cerita ini? Dalang dari semua dalang? Ataukah Tuhan yang mendalanginya?

----SEKIAN----

Sanggar Misteri Darikeam Indonesia. Yogyakarta, menjelang lebaran 2004

Sendiri Itu Dingin - a novel by Endik Koeswoyo (FULL)Where stories live. Discover now