Casey: Baiklah, ajak yang lain
              juga.

Tak lama, Stella membalas pesan Casey.

Stella: Oke, kau yang bawa
             mobil ya. Mobilku
             dipakai Papa. Jemput
             kami jam tujuh di
             rumahku. Akan ku
             kumpulkan anak-anak
             di rumahku.

Casey langsung bersiap. Sebentar lagi jam tujuh malam. Setelah siap Casey mengambil kunci mobil dan turun ke lantai bawah.

"Mau kemana kau?" tiba - tiba sosok Fareel muncul, membuat Casey terkejut.

Casey mengatur nafasnya karena terkejut tadi, "Keluar." jawabnya singkat.

"Malam-malam begini? Dengan siapa?" tanya Fareel lagi.

"Bersama teman-temanku."

"Aku ikut ya?"

Casey mematung melihat Fareel ingin ikut.

"Tidak usah? Kau bukan bodyguardku." Casey memutar bola matanya.

"Kau tidak boleh pergi kalau aku tak ikut." Casey seketika menatap tajam Fareel.

"Memangnya kau siapa?"

"Kakakmu." jawab Fareel percaya diri.

Casey berdecih. "Kakak dari mana? Aku tak mengakuimu. Sudahlah, aku pergi." langkah Casey terhenti karena dihadang oleh badan Fareel.

"Tidak boleh."

"Itu keputusanku!"

"Apa kata orang nanti, melihat seorang gadis keluar malam! Lagipula kau belum cukup umur untuk mengendarai mobil!" kukuh Fareel.

"Bunda saja tak pernah melarangku keluar malam dan mengendara mobil!" bentak Casey. "Kau bertindak semaunya saja, memangnya kau siapa? Kau tidak perlu sok peduli padaku!"

Fareel menghela nafas. Di keadaan seperti ini dia harus pandai - pandai mengatur suasana, apalagi Casey masih labil.

"Maka dari itu. Aku ingin menjagamu karena kau itu Adikku." tutur Fareel. "Kau tahu? Sejak Bunda dan Ayah menikah. Bunda menitipkan kau padaku, aku tak mau terjadi hal buruk pada Adikku. Itu sebabnya aku seperti ini." jelas Fareel.

"Arrrrgghh!"desis Casey.

Terdengar suara ringtone milik Casey, saat Casey melihat layar. Nama Stella tertera di sana. Ia langsung mengangkat panggilan itu.

"Hallo?" Casey membuka suara. "Hey, kau dimana?" tanya Stella dari sebrang sana.
Casey menghela nafas, "Aku di rumah."
"Hah? Ada apa? Kita jadi menonton kan?"

Casey menatap jengkel Fareel. Mau tak mau ia harus membiarkan Fareel ikut. Ia tak mungkin bilang pada Stella, mereka batal menonton di bioskop.

"Iya, tunggu sebentar, aku segera ke sana." Casey memutus sambungan panggilan sepihak.

"Kali ini aku tak ingin berdebat."
"Kalau aku diperbolehkan pergi jika kau pergi juga, aku akan membiarkanmu kali ini. Aku tak mau membatalkan acara ini, aku sudah berjanji." Casey memberikan kunci mobil kepada Fareel.

"Kau lama sekali!" gerutu salah seorang sahabat Casey menatap Casey yang duduk di jok depan. Namun ia sedikit terkejut ketika melihat sosok Fareel yang mengemudikan mobil.

"Hey, kau kenapa Naurel?" tanya Lily melihat sorot mata Naurel yang menatap Fareel dari kaca spion.

Stella yang turut melihat Fareel dari kaca spion mobil mematung.

Casey menghela nafas. "Perkenalkan dia kakakku." Casey memperkenalkan Fareel pada ketiga sahabatnya yang mematung. Nada suara Casey terdengar ganjil ketika menyebut 'kakak'.

"Kau tidak pernah menceritakannya pada kami." tuntut Naurel yang diikuti anggukan dari Lily dan Stella.

"Tak penting untuk diceritakan."
"Tunggu apa lagi? Kita jadi menonton kan?" tanya Casey melihat sahabatnya bergantian.

∽介∽介∽介∽

Malam itu adalah malam yang melelahkan. Setelah mereka menonton, mereka makan malam di salah satu restoran di salah satu mall tempat mereka menonton. Fareel pun ikut dalam rombongan empat perempuan itu.

Karena sudah terlalu malam. Mereka tidak lagi mampir ke tempat lain. Mereka memutuskan untuk pulang.

Diperjalanan pulang, Casey sudah mulai tertidur. Wajahnya tampak kelelahan. Sementara ketiga sahabatnya yang duduk di jok tengah masih asyik mengobrol. Meninggalkan Fareel yang fokus mengendarai mobil.

Sesekali Fareel melirik adiknya yang kini tertidur pulas. Fareel menyayangi Casey. Sangat - sangat menyayangi Casey. Entah kenapa, saat pertama kali ia melihat keadaan Casey yang berantakkan karena perpisahan orang tuanya, timbul rasa ingin melindungi Casey. Tak bisa dipungkiri, nyatanya darah Casey dan dirinya sangat berbeda. Namun ia sudah menganggap Casey seperti adik kandungnya sendiri. Maka sejak pertama ia bertemu dengan Casey ia berjanji pada dirinya sendiri untuk melindungi Casey, untuk tidak melihat Casey terluka lagi.

Satu per satu sahabat Casey di antar pulang. Stella adalah orang terakhir. Stella berpesan pada Fareel. "Kak, aku mungkin belum mengenalmu. Tetapi aku ingin meminta satu hal, tolong jaga Casey dengan baik." pesan Stella sebelum ia turun, Fareel mengangguk.

Kini, hanya tinggal dirinya dan Casey yang ada di mobil. Sebentar lagi sampai, namun tanda Casey akan bangun belum juga nampak. Hingga akhirnya mereka sampai di rumah milik Casey. Fareel sempat bingung, ia tak tega kalau harus membangunkan Casey.

Maka ia memutuskan menggendong Casey hingga ke kamarnya. Jujur, menurutnya Casey ringan walaupun Fareel sebelumnya tidak pernah menggendong perempuan selain Casey.

Setelah Casey di baringkan di ranjangnya. Fareel menarik selimut hingga menutupi bahu Casey. Ia kembali menatap lekat adiknya itu. 'Aku berjanji, takkan ada orang yang melukaimu. Aku akan menjagamu, sekalipun dengan nyawaku sendiri. Sejak pertama aku bertemu denganmu, timbul keinginan menjadi pelindungmu.' Fareel berjanji pada dirinya sendiri.

"Tidur yang nyeyak Dik, aku menyayangimu." bisik Fareel dalam hati lalu mengecup sejenak dahi Casey.

Fareel kemudian mematikan lampu kemudian meninggalkan kamar Casey dan menutup pintu kamar Casey.

∽介∽介∽介∽

Yeay new update!!
Give me vote + comment?!

My Amazing Brother [Completed]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ