"Apa Nona manis?"

"Bapak mau minum apa?"

"Susu ..."

"Susu?" Prilly tak percaya.

"Susu kam--," Sadar sedang ditatap tajam oleh Ali, kemudian Leo meralatnya, "Sus-uhm, suka-suka kamu aja deh."

Tadinya Leo ingin berkata, susu kamu. Andai itu terucap mungkin Prilly akan melayangkan jurus taekwondo ke wajahnya hingga lebam.

"Yaudah saya bikinin susu ibu hamil ya?" Tawar Prilly kemudian.

"Lah?" Leo melongo. Lalu tertawa bersama Verrel. Ali? Diam saja. Tidak ada asik-asiknya.

"Kalau kamu mau apa, sayang?" Kali ini Prilly bertanya pada Ali.

"Yeah, kita gak dipanggil sayang, Pak Verrel. Siapa yang gak iri?" Celetuk Leo. Prilly melototkan mata padanya meminta kesempatan untuk berbicara dengan Ali.

"Aku tidak ingin minum apa-apa. Aku hanya ingin kamu diam, istirahat di kamar."

Prilly menggeleng pelan mendengar jawaban Ali. "Aku habis dari kamar, bosan."

"Kuy ah ke kamar aja, Aa temenin," kata Leo.

"Ikut saja ke ruanganku. Kamu bisa membaca buku di sana sementara kami membicarakan bisnis," ucap Ali.

"Hm, oke, aku akan ke ruangan kamu setelah buatin Pak Verrel sama Pak Leo minuman."

"Jangan lama-lama." Ali pun pergi naik ke lantai dua di mana ruang kerjanya terletak tidak jauh dari kamarnya. Verrel dan Leo mengikutinya sampai ruangan itu.

Prilly bergegas ke dapur, ia meminta bantuan pada Ana dan Isabell untuk membuatkan minuman. Selama melakukan itu, Prilly bersenandung ria membuat Ana dan Isabell bahagia melihatnya.

Seorang pelayan lelaki membawa gelas kotor bekas kopi ke meja sebelah Prilly. Merasa aneh dengan penampilan lelaki itu membuat Prilly menatap matanya seolah ia pernah melihatnya.

"Kopi bekas Tuan Afraz?" Tanya Prilly. Ayah mertuanya itu belum lama kembali dari Milan bersama istrinya.

Mengangguk sambil menutupi sebagian wajahnya dengan topi. Pelayan lelaki itu terlihat aneh memutuskan kontak mata dengan Prilly begitu saja.

"Kenapa?" Tanya Prilly hati-hati. Pelayan itu menggeleng lalu pergi.

"Dia siapa?" Tanya Prilly pada Ana, "Aku belum pernah melihatnya," sambungnya.

"Mungkin pelayan baru, Nona," kata Ana.

Prilly tidak percaya. Kalau pun lelaki tadi benar pelayan baru mengapa tidak mengenalkan diri pada majikan terlebih dahulu?

"Kamu tidak mengenalnya, Ana?" Ana menggeleng.

"Kamu, Isabell?" Isabell pun menggeleng.

Prilly mengernyitkan dahinya. Sedetik kemudian ia mengangkat bahu. "Kalian berdua pergi saja, aku akan mengantar minuman ini."

Mariana dan Isabell pun melenggang pergi.

Baru Prilly ingin pergi, namun suara di belakangnya mengejutkannya.

"Well, karena kamu sudah melihat wajahku, sepertinya aku tidak perlu bersembunyi lagi."

Suara dingin yang berhembus mencapai telinga Prilly membuat bulu kuduk Prilly meremang. Prilly membalikkan badannya perlahan. Melihat lelaki berbadan tinggi memakai pakaian pelayan sambil melempar topi yang sempat menutupi kepalanya. Rupanya lelaki itu menyamar menjadi pelayan. Lelaki yang dua hari lalu mengiris jari sendiri dan memberi jejak di jendela dengan tanda silang.

Marry With BossWhere stories live. Discover now