Kau belum mampu menjawab Taehyung. Kau masih mencari oksigen berusaha untuk bernapas.

Kemudian dia memelukmu. Dan kau menangis di dalam pelukannya.

Perutmu sakit...

Sangat sakit...

***

Setelah tangisanmu mereda dan rasa sakit di perutmu menghilang, sambil duduk di sofa, kalian kembali menunggu, 30 menit... satu jam, dua jam... tapi tak ada yang terjadi.

"Aku ingin pulang Tae." Ucapmu lelah.

Taehyung tak mendengar, dia sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Aku ingin pulang Taehyung." Ulangmu.

"Pulang?" Taehyung seakan baru di tarik dari dunia antah berantah.

Kau mengangguk.

"Baiklah ayo..." Ucapnya lemah.

Taehyung kemudian berdiri.

"Aku ingin pulang ke Daegu." Lirihmu.

"Sekarang?"

Kau mengangguk.

"Baiklah, ayo..."

***

Mobil Taehyung di parkir di depan rumahmu. Dia masih keliatan sedih.

Kau menghiburnya bahwa perutmu bereaksi, dan yang kalian lakukan tadi itu pasti akan berhasil.

Dan itu benar, perutmu memang sangat sakit.

Mendengarnya Taehyung memaksakan senyumnya.

Sebelum turun, kau mencium pipi Taehyung dan mengucapkan semua akan baik-baik saja.

Sebenarnya kau ingin mengajak Taehyung turun, tapi kau tau kau tak bisa. Hubunganmu dengannya tak direstui orang tuamu.

Jadi setelah melepas kepergian Taehyung, kau masuk ke rumah.

***

"EOMMA!" Kau berteriak memberitahukan kedatanganmu, dan seketika seisi rumah, ayah juga ibumu berlari menyambutmu.

Mereka lalu memelukmu.

Hangat.

Dan inilah yang kau butuhkan sekarang.

Kehangatan keluarga.

Kau berusaha keras menahan tangismu, kau tak ingin mereka khawatir dan menanyaimu macam-macam.

"Aigo, anak eomma kurus sekali. Ayo makanlah dulu."

Kau lapar, tapi rasa sakit diperutmu memaksamu ingin berbaring.

"Aku sudah makan eomma. Aku mengantuk, aku akan tidur saja."

***

Jam 3 pagi kau terbangun dan merasakan sakit di perutmu.

Tubuhmu berkeringat dari ujung kaki hingga kepala.

Rasa sakit di perutmu semakin lama, semakin tak tertahankan. Sakitnya hilang dan timbul, dan ditiap datangnya, semakin berlipat.

Kau gelisah.

Kau ingin membangunkan seisi rumah, tapi kau tau kau tak bisa.

Kau meraih ponselmu dan mencoba menghubungi Taehyung. Setidaknya kau harus meyakini bahwa kau tidak sendirian menghadapi rasa sakitmu.

Tapi ponsel Taehyung tak bisa dihubungi.

Kau mencoba berkali-kali, tapi panggilanmu selalu teralihkan ke kotak pesan suara.

Kau melemparkan ponselmu dan meringkuk.

Sakitnya sudah diluar nalar. Kau ingin berteriak, tapi tak mungkin.

Oh Tuhan, apakah aku akan mati?

Kau mulai menangis.

Kau terisak dalam keheningan malam.

Tapi kau tau kau tak boleh lemah.

Dengan susah payah kau bangkit dan berjalan mondar mandir di kamarmu.

Kau terus mengulang-ngulang kalimat penyemangat di dalam otakmu.

"Ini tidak sakit, rasa sakit itu hanya ada dalam otakmu. Tidak nyata"

Entah sudah kalimat yang keberapa ratus dan berapa puluh kali berjalan bolak-balik kamarmu, saat kemudian kau merasakan sesuatu seakan mencoba mendorong keluar dari perutmu melewati bagian bawahmu.

Kau tau inilah saat yang kau tunggu.

Kau lalu melompat dan berbaring di atas tempat tidurmu.

Kau mengambil posisi seperti ibu melahirkan dan mulai mengatur napas serta mendorong keluar dengan pernapasanmu.

Dorongan pertama...

Sakit itu datang lagi...

Dorongan kedua...

Kau mengambil napas.

Dorongan ketiga...

Sakitnya bahkan lebih sakit lagi, dan lebih intens.

Dorongan ke empat...

Dan berhasil.

Kau merasakan sesuatu baru saja keluar lewat kewanitaanmu.

Dengan segera kau bangkit dan berlari ke kamar mandi dan menurunkan celana dalammu.

Sesuatu langsung jatuh dan mendarat di lubang kloset.

Benda yang jatuh itu, berbentuk segumpal darah berwarna merah yang cenderung pekat bahkan nyaris menghitam.
Besarnya sebesar kepalan tanganmu.

Bakal calon anakmu dan Taehyung.




_계속_

stupid ; kthWhere stories live. Discover now