22. Thank You

62.5K 10.5K 802
                                    

Gue nungguin Lay sambil nonton televisi, acara tengah malem gini emang nggak ada faedahnya banget ya, heran gue acara televisi zaman sekarang nggak ada yang bagus. By the way ini pertamakalinya gue make televisi yang di beli Lay buat nonton. Biasanya Lay yang pakai buat dia main PS, dan gue cuma merhatiin dia main doang.

Waktu cukup terasa lama berlalu, begitu gue ngedenger pintu apartemen gue dibuka, gue reflek berdiri buat nyamperin Lay yang baru masuk ke dalam.

"Lo kenapa? Muka lo kok bonyok sih," tanya gue heran.

Ini lebam terbanyak yang dia dapetin selama kegiatan tubir dia dan gengnya selama ini. Bukannya jawab pertanyaan gue, Lay malah tiba-tiba memeluk gue erat.

"Lo kenapa sih?" tanya gue heran, tapi gue juga nggak lepasin pelukannya.

"Cuma pengen meluk lo, nggak boleh?" jawabnya terkesan lirih.

Ini orang pasti ada apa-apa deh, soalnya dia nggak kayak biasanya. Tapi dia tuh gitu nggak pernah mau ngomong apa yang sebenernya dia rasain dan juga pikirin. Bisa dibilang Lay itu susah buat ngungkapin isi hatinya.

"Boleh sih, tapi gue obatin muka lo dulu ya?" bujuk gue dengan lembut.

Dia cuma ngelepasin pelukannya dan langsung masuk ke dalem kamar gue. Gue mengambil kotak obat dan kompresan air hangat buat luka lebam dia. Pas gue masuk Lay udah ganti baju dan keliatan lebih seger, mungkin karena daia udah cuci muka sama cuci kaki.

Gue pun naruh segala peralatan yang udah gue bawa di meja nakas. Gue menangkup muka Lay dan memeriksa luka-luka yang ada di mukanya. "Kok lo bisa kayak gini? Nggak biasanya," tanya gue heran.

"Lawan gue yang sekarang entah licik entah cerdik," timpal Lay sambil mendengus kasar.

"Kenapa emangnya?"

"Penampilannya bikin kita nggak nyangka, ada yang nyamar jadi cewek lah, tukang ojek lah, satpam lah. Niat banget mereka itu ributnya."

"Emang lo gak niat?" tanya gue bingung.

"Kita udah janjian ribut pake tangan kosong, gue udah ngerasa diatas angin karna punya Zitao yang jago wushu. Eh, mereka malah pake kostum. Zitao yang paling anti ama banci langsung kabur entah kemana. Sisanya kewalahan pas mereka nyerang secara tiba-tiba dengan kostum yang nggak terduga." Gue menyunggingkan bibir gue mendengar penuturannya yang terlihat sangat kesal saat ini, berbanding terbalik dengan kesan konyol yang ada di ceritanya. 

"Mereka juga kecil-kecil gak setinggi Kris sama Chanyeol tapi gue akui mereka lebih lincah," lanjut Lay dengan menggebu. Gue nggak bisa nahan ketawa gue sumpah!

Gue yang bermaksud mau ngobatin dia malah berakhir dengan ketawa gegulingan di kasur.

"Kok lo malah ketawa sih?!" kata Lay sewot.

"Gue tuh heran sama geng lo sebenernya, muka boleh lah separuh sangar separuh imut, background keluarga sangar semua, tapi kelakuan kalian tuh bener-bener deh," ucap gue nggak habis pikir.

"Bener-bener apa?" 

"Aneh," jawab gue jujur sambil berusaha nahan tawa.

"Aneh gimana?" tanya Lay penasaran.

Masa harus gue jelasin satu-satu? Yang jarinya lebih lentik dari cewek lah, yang mukanya lebih cantik dari cewek lah, yang mulutnya kaya cewek lah, yang dongo lah, yang rumpinya bukan main lah, dan masih banyak kelakuan aneh lainnya.

"Aneh aja," jawab gue pada akhirnya. Gue nggak mau dia tersinggung karena gue bahas kelakuan aneh teman-temannya. Wajah Lay terlihat lesu setelahnya.

"Lo kenapa sih?" tanya gue sedikit memaksa. Pasalnya baru aja dia terlihat begitu menggebu, lalu jadi kuyu. Gue penasaran kenapa dia tiba-tiba jadi berubah gitu. 

"Gak apa-apa, udah obatin aja muka gue." Tau mood dia lagi nggak enak gue pun ngambil waslap yang gue udah celupin ke air hangat dan naruh waslap itu di bagian muka dia yang memar.

"Kok nggak enak ya posisinya ya?" kata Lay. Padahal posisi kami duduk saling berhadapan.

"Terus? yang enak gimana?" 

Lay langsung membaringkan dirinya dan menjadikan paha gue bantal tanpa banyak omong. Oke, ini emang makin gampang dan enak posisinya buat ngobatin dia, tapi posisi begini bikin jantung gue nggak sehat.

Gue pun mengabaikan jantung gue yang nggak normal sekarang dan berusaha ngobatin dia. "Tumben tadi nelepon?" tanya gue mencoba mengalihkan perhatian. Gue takut suara jantung gue yang deg degan kedengeran sama dia makannya gue membuka topik pembicaraan.

"Takut lo udah tidur, gue nggak mau ganggu." 

"Kalo lo nelepon pas gue udah tidur juga kan gue bakal bangun," timpal gue.

"Lo selalu silent hp lo sebelum tidur, jadi kalo nggak diangkat berarti lo udah tidur, kalo diangkat pasti lo masih bangun."

Dia tau kebiasaan gue...

"Tapi kan lo udah tau password gue kenapa nggak masuk aja sih?"

"Ntar lo kaget lagi bangun-bangun ngeliat gue di samping lo," jawab Lay.

Gue mengulum senyum simpul. Dia emang brengsek, tapi dia masih bisa mikirin hal hal kayak gitu coba.

Bad boy yang masih sedikit punya manner. 

Gue ngeliat napasnya perlahan mulai teratur dan kayaknya dia ketiduran, gue berusaha ngompres lukanya dengan sehalus mungkin biar dia nggak terbangun. Begitu selesai mebompres, gue memindahkan kepalanya dari paha gue sepelan mungkin biar dia nggak kebangun dan ngeberesin peralatan buat ngobatin lukanya tadi.

Gue pun membaringkan diri gue di sebelahnya dengan posisi memunggunginya, dan memejamkan mata gue. Setelah cukup lama, gue ngerasa pergerakan di belakang gue, dan nggak lama lengan Lay udah melingkar di perut gue dan menjadikan gue guling.

"Makasih buat semuanya," ucap Lay pelan, tapi masih tertangkap oleh indera pendengaran gue.

Seharusnya gue yang berterimakasih karena hidup gue sekarang lebih sedikit berwarna semenjak lo hadir, Lay...

BAD SERIES (Eternal Love)Where stories live. Discover now