3. not a replacing

Start from the beginning
                                    

"Iya, benar, tahun ini 26" Jawabnya.

"Ok, jangan panggil saya kaka, kita cuma terpaut 2 tahun, jadi jangan bikin saya ngerasa tua dengan panggilan kaka"

Bima tersenyum.

"Ok. Jadi kamu saya panggil Tiaraku, kamu bisa panggil saya, Bimaku"

"Sinting!" Kataku berdiri dan berjalan meninggalkannya.

•••

"Jadi kamu di sini rencana berapa hari Tiaraku?" Tanyanya ketika kami sedang berada di salah satu tempat makan, setelah keliling dan mampir ke setiap tenda-tenda makanan yang ada.

Aku sudah menyerah dengan memintanya untuk tidak memanggilku dengan sebutan 'ku' di akhir namaku.

Percuma meminta hal itu ke manusia tampan tapi konyol dan gombal ini.

"Seminggu, dan baru sehari di sini, kamu rencana berapa hari Bim?"

"Bimaku, Bi.Ma.Ku" Ulangnya penuh penekanan.

Aku memutar mataku sambil menggelengkan kepalaku.

"Bi.Ma" Kataku.

"Ga susah ko ngucapin Bimaku, aku aja senang manggil kamu Tiaraku" Katanya.

"Jangan konyol deh, udah jawab aja pertanyaanku" Kataku sambil memukul lengan atasnya yang berotot.

"Kalo aku sih tergantung berapa lama kamu di sini"

Ucapannya sukses membuatku menyemburkan minuman yang baru saja kuminum.

"Maaf, maaf, maaf" Kataku sambil mengelap lengannya yang basah terkena semburanku.

Bima malah mengamati tanganku yang mengelap lengannya.

Aku menarik tanganku gugup.

"Kamu ga kerja? Memangnya boleh libur begitu lama di tempat kamu kerja itu?" Tanyaku menutupi kegugupan.

"Ya jelas bolehlah, masa pemilik cafe ga boleh liburan" Jawabnya sambil menyeruput minumannya.

"Eh? Kamu pemilik gerai kopi itu?"

"Hehehe ngga ko ngga, becanda. Ayo kemana lagi nih kita? Cari makanan lagi atau jalan-jalan aja? Aku udah kenyang banget, liat aja perutku sampe buncit begini" Katanya sambil berdiri dan mengusap perutnya yang jelas-jelas rata di mataku.

Aku menatap tubuhnya yang atletis, otot bisepnya yang menyembul di balik kaos polonya, pundaknya yang kokoh, perutnya yang rata dan aku yakin pasti 6pack, mengingatkan ku dengan tubuh indah Dave.

Reflek aku langsung memejamkan mataku dan menggelengkan kepalaku.

"Kita jalan aja dulu Bim, kalau ada tenda makanan yang menarik perhatian, kita mampir" Kataku menjajari langkahnya.

Bima menunduk menatapku lalu jarinya mengamit lenganku lalu menautkan jari-jari kami.

Kurasakan wajahku memanas.

"Cieeeeee dipegang gini aja mukanya langsung merah, belom pernah pegangan tangan ya?"

Aku mencebik dan melepaskan jarinya, berjalan cepat meninggalkannya yang tertawa keras.

Benar-benar manusia sinting.

•••

Aku menguap bosan menunggu Bima yang sedang ke toilet.

Hari sudah beranjak malam, sudah lewat pukul 9 malam. Tadi aku memintanya untuk kembali ke hotel.

"Ayo" Bima merangkul pundakku, tubuhnya yang tinggi membuatku seperti liliput di sampingnya.

Seharian keliling wisata kuliner dengannya membuatku sedikit banyak melupakan Dave. Aku terhibur dengan lelucon dan gombalannya yang garing.

Ku amati lagi profil wajahnya dari samping, kulit kecoklatan dengan wajah khas orang asia yang sangat tampan, lagi-lagi aku terpesona akan ketampanannya.

Ck, tak sadar aku berdecak. Bima menoleh dengan sebelah alisnya terangkat.

Seksi.

Aku mengerjapkan mataku, mengeyahkan pikiran aneh yang tiba-tiba muncul.

"Kenapa?" Tanyanya.

Aku menggeleng.

Dirinya tersenyum.

"Kamu senang hari ini?" Tanyanya lagi.

Aku langsung mengangguk.

"Aku juga, sangat ba.ha.gia" Ucapnya sambil tersenyum.

Aku ikutan tersenyum.

Mungkin Tuhan mengirim manusia tampan ini ada tujuannya.

Tidak, aku tidak mau mencoba menjalin hubungan dengan pria dalam waktu dekat.

Diriku dan hatiku butuh pemulihan.

Dave tidak membuatku trauma untuk kembali menjalin kasih dengan pria lain. Hanya saja tidak sekarang.

Kesannya hanya pelarian saja.

Aku menghembuskan nafas dari mulut.

"Kenapa Tiaraku? Kamu cape?" Bima meremas pundakku dan menarik tubuhku mendekat.

Kami melangkah beriringan dan menempel erat.

"Ga, aku ga cape ko" Jawabku pelan.

Kami melangkah dalam diam.

Jari kami bertaut. Sesekali Bima meremas tanganku pelan dan mengusapkan ibu jarinya ke telapak tanganku.

Tak berapa lama kami pun sampai di hotel. Masih dengan jari terpaut kami menunggu lift.

"Kamar kamu di lantai berapa Tiaraku?"

"3"

"No berapa?"

Aku mengerutkan keningku menatapnya.

"Ngapain nanya-nanya?" Tanyaku galak.

"Mungkin aja HP ku lowbat dan aku perlu pinjam charger"

"Alasan ga masuk akal" Kataku.

Bima terkekeh.

"Kamarku no 309, just in case, mungkin aja HP kamu yang lowbat dan perlu minjem charger punyaku"

Aku memutar mataku.

"Atau kamu tiba-tiba pengen minum kopi, aku pintar loh ngeracik kopi" Katanya lagi.

"Aku sih ga bakal bikin alasan konyol kaya gitu untuk pergi ke kamarmu" Jawabku sambil melepaskan tautan jari kami.

Bima kembali menarik tanganku sambil terkekeh.

"Jadi aku ini konyol ya?" Tanyanya.

Genggaman tangannya terasa hangat.

Bima mencium punggung tanganku.

Aku terkesiap kaget dan reflek menarik tanganku.

Ting....

Pintu lift terbuka, aku masuk mendahului Bima. Dan langsung merapat ke pojokan lift. Bima melangkah masuk sambil menatap wajahku.

Ting...

Pintu lift terbuka, Bima merangkul pinggangku dan menarikku keluar dari lift.

Aku menunduk, kurasakan tangannya yang meremas pinggangku pelan. Tubuhku sontak menegang.

Ku rogoh kunci kamar dan berhenti di pintu kamar no 303.

Bima mengambil kunci dari tanganku dan memutar membuka kunci pintu lalu membukakan pintunya untukku.

Dirinya tersenyum, tangannya menopang kepalanya bersender di kusen pintu.

"Jangan berpikiran aneh tentang diriku, aku memang konyol dan mungkin pria gila, tapi aku pria gila yang sedang jatuh cinta, aku janji aku ga akan nyakitin hati kamu seperti pria kamu sebelumnya"

Bima menowel hidungku sebelum pergi melangkah ke arah kamarnya meninggalkanku yang begong mendengar perkataannya.

Tbc

She Belongs To MeWhere stories live. Discover now