Takut

19 1 0
                                    

Aku takut hal yang sama terulang lagi, sungguh ku tak mau.
Tolong, biarkan aku tidak mencintaimu.

•••••

"Kurasa aku tidak bisa." Kata wanita itu pelan dan perlahan dengan suara gemetaran.

Pria dihadapannya terdiam penuh tanya, seluruh badannya nyeri, pergerakannya sangat terbatas.

Wanita itu menghirup nafas dalam-dalam hingga paru-parunya dipenuhi udara yang menyesakkan. Dia selalu benci bau disinfektan yang berkeliaran buas di tempat ini.

Terpaksa karena butuh penjelasan, pria itu menggerakkan mulutnya perlahan, nyerinya luar biasa, "Na-ta."

Wanita itu kaku merasakan dinginnya pendingin ruangan, mulutnya tergagap, air mata membasahi pelupuk matanya, "Aku tidak bisa, kau jangan bertanya lagi. Kesehatanmu tetap yang terutama. Pikirkanlah, kau jelas lebih baik tanpaku."

Dibalik mata lebam berwarna merah dan kepala penuh lilitan serta leher di gips pria itu tersenyum samar yang menyiratkan sejuta kesedihan.

"Aku akan pulang, mungkin tidak akan kembali, jangan cari aku. Akupun lebih baik tanpamu." Kata wanita itu sambil memegang tangan pria itu perlahan. Sebelum wanita itu berhasil melepaskan pegangannya, pria itu menggenggam tangan wanita itu erat.

Pria itu memaksakan dirinya untuk berbicara biarpun sakitnya luar biasa, dia jelas tau kehilangan wanita ini lebih menyakitkan dari perih apapun yang dirasakannya sekarang.

"Kenapa kau bilang kau tidak bisa? Nata, dengarkan aku. Sumpah ini menyakitkan bahkan untuk berbicara. Aku tidak mengulang. Kau boleh mundur dan tidak kembali lagi, tapi tatap mataku yang nyaris buta ini dan katakan kau tidak mencintaiku." Pria itu menelan ludahnya pelan sebelum melanjutkan, ekspresi kesakitan kelihatan kentara di wajahnya, "Aku mencintaimu, mungkin kau memang lebih baik tanpaku, tapi aku tidak lebih baik tanpamu. Dan kalau kau ingin begitu, aku melepaskanmu. Tapi aku harap kau jujur dengan perkataanmu tadi. Kita berdua tau kebohongan hanya akan membawa luka."

"Aku bersungguh-sungguh. Aku ingin pulang." Kata wanita itu berbalik dengan suara derap sepatunya. Satu langkah. Dua langkah.

Pria itu akhirnya berteriak dengan suara parau, "TATAP MATAKU DULU BARU PERGI!"

Wanita itu merasakan air mata mengalir membasahi pipinya, dia menghapus air matanya sebelum membalikkan badannya.

"Gerry, sungguh aku takut kehilanganmu. Tak pernahkah kau mengerti itu?"

"..."

"Idiot, aku melepaskanmu bukan karena aku tidak mencintaimu lagi, tapi karna kupikir kau lebih baik tanpaku."

"Sudah kubilang aku tidak." Kata pria yang bernama Gerry itu dengan paraunya.

"Kalau aku tidak menyuruhmu menjemputku tadi, ini semua tidak akan terjadi. Kau akan ada dirumahmu tanpa kecelakaan maut yang kupikir tadi menewaskanmu. Aku setengah mati mendengar berita itu. Dan aku rasa seorang wanita sepertiku tak pantas mendapatkan pengorbanan sebesar ini." Jeda. "Tepat di ruang tunggu yang berjarak empat belas langkah dari ruangan ini, aku pernah merasakan kengerian luar biasa. Kata ibu, semuanya dikarenakan kakakku yang mencoba bunuh diri karena seorang pria—yang dia rela mati untuknya—meninggalkannya."

Pria itu terdiam dan konsentrasi terhadap wanita itu.

"Aku pikir kau akan meninggalkanku setelah aku membuatmu menderita seperti ini. Aku takut. Bukannya lebih baik aku sadar diri dan perlahan pergi?" Tanya wanita itu dengan gemetar.

"Nata. Sumpah sakit ini semakin menjadi-jadi. Pegang tanganku, tetaplah disini. Tak ada yang boleh meninggalkan."

Wanita itu berdiri kaku dengan lutut yang lemas, dia berjalan menyeret kakinya untuk bisa memegang tangan pria itu.

•••••

Aku tidak akan meninggalkanmu. Ketahuilah, seseorang sepertimu pantas mendapatkan seluruh dunia ini. Maaf aku tak bisa memberimu itu.

Pieces of Youजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें