Satu

37 5 3
                                    

Bambang Irwanto

Malam telah larut. Deky mempercepat langkahnya menyusuri jalan yang sepi. Sesekali ia menoleh ke belakang, berharap ada kendaraan yang bisa ditumpangi untuk pulang ke rumahnya. Tapi sayang, harapannya itu tidak terkabul.

Uuuugh...Deky menarik napas panjang. Ditendangnya batu kecil yang menghalangi jalannya. Deky melirik jam tangannya. Jam satu lewat tiga puluh menit, gumamnya dalam hati. Coba tadi ia tidak menuruti ajakan Rian untuk mampir ke rumahnya, sehabis dari pameran buku, pasti ia tidak akan kemalaman seperti ini.

"Udah, lo nginap aja! Malam-malam gini, nyari angkot susah," saran Rian.

"Nggak bisa! Besok gue giliran tugas pagi."

Rian mencibir. "Gitu aja lo bingung. Besok lo bangun pagi-pagi! "

"Lo yang nggak mikir!" balas Deky. "Dari rumah lo ke rumah gue berapa jam? Dari rumah gue ke sekolah berapa jam? Sama aja gue terlambat."

Rian garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

"Lo sih, pake acara ngajak gue mampir nonton dvd pocong beranak tujuh."

"Lah, gue yang disalahin. Lo kan udah lama pengen nonton film itu. Harusnya lo berterima kasih ama gue," bela Rian.

"Iya! Tapi abis itu, lo ngajak gue main ps, tanding bola."

"Yeh, siapa suruh lo mau! Bilang aja kalo lo masih penasaran ama gue. Tapi kan gue sukses ngebantai lo sembilan kosong."

Deky keki berat. Akhirnya ia memilih mengalah. Percuma meladeni Rian berdebat, nggak bakalan menang. Karena konon kabarnya, nenek moyang Rian masih ada turunan dengan cucak rowo.

Tintintin...Klakson mobil terdengar nyaring. Deky refleks meloncat ke tepi jalan. Mobil kijang hijau itu berhenti mendadak. Wajah pengemudinya nongol di jendela pintu mobil.

"Hey...! Kalo jalan jangan di tengah! Pengin mampus lo?"

"Terserah gue! Emang jalanan punya nenek moyang lo?"

"Dasar sinting , lo!"

Deky menghampiri mobil itu. Wajahnya gusar dan tinjunya sudah terkepal. Cari perkara nih orang, gumam Deky. Harus diberi sedikit pelajaran. Eh, pengemudi itu langsung tancap gas. Tinggallah Deky yang keki berat.

"Sialan tuh orang! Bukannya kasih tumpangan," maki Deky sendiri.

Deky melanjutkan perjalanannya. Angin malam menerpa tubuh Deky. Cowok 17 tahun itu merapatkan jaketnya.

Tidak terasa Deky sudah sampe dibelokan jalan menuju rumahnya. Keadaan sekitar sangat gelap, karena lampu penerang jalan sudah beberapa bulan mati. Padahal warga kompleks sudah melapor pada yang bersangkutan.

Langkah Deky terhenti. Di kejauhan, ia melihat seorang cowok sedang dikerjain dua preman kampung. Deky segera menghampiri.

"Hey...! Lepasin teman gue!" teriak Deky lantang.

Kedua preman itu menoleh pada Deky dengan tatapan sangar.

"Jangan ikut campur lo! Mau ikut-ikutan mampus?" gertak preman yang berbadan besar dan bertato naga di lengan kirinya.

Deky nyengir. "Kalo berani jangan main keroyokan, dong! Malu ama tampang dan tato," ujar Deky.

"Kurang ajar!" preman itu tersinggung dengan ucapan Deky. "Maju, No! Beri pelajaran bocah tengil ini!"

"Beres, Min! Bocah kayak gini sih, kecil..." jawab preman yang badannya lebih kecil sambil maju menyerang Deky. Tinjunya diarahkan ke wajah Deky.

Deky berkelit dengan lincah. Preman itu kembali menyerang Deky. Kali ini tinjunya diarahkan ke dada Deky. Deky berhasill menangkap tinju preman itu dengan tangan kirinya. Dengan cepat diplintirnya tangan preman itu, sambil tangan kanannya meninju perut preman itu dengan cepat. Preman itu jatuh tersungkur.

Dua kutub yang SamaWhere stories live. Discover now