Chapter 12

2.5K 193 18
                                    

Baru tiga hari masuk sekolah, Ari terpaksa harus izin kembali. Kegiatan promosi film, memadati jadwalnya kali ini. Beberapa acara talk show di hadiri oleh para pemain Decision–film yang di bintangi oleh Ari.

Seperti hari ini, Ari bersama dengan Farisha dan Fadhil diundang oleh salah satu acara talk show. Selama hampir dua puluh lima menit mereka berbincang mengenai film Decision.

"Nah, film ini kan, menceritakan tentang dua sahabat yang suka sama satu cewek. Semacam cinta segitiga gitu lah ya." ucap pembawa acara. "Saya penasaran nih, kalian sendiri pernah gak ngerasain cinta segitiga kaya gitu?"

Terjadi keheningan beberapa detik. Sebelum akhirnya suara lembut keluar dari bibir Farisha. "Aku pribadi sih gak pernah dan gak mau pernah kejadian."

Ari mengangguk menyetujui ucapan Farisha. "Aku juga sama kaya Farisha."

"Untuk cinta segitiga sih gak tau ya. Tapi untuk memperebutkan cewek yang sama itu pernah." aku Fadhil.

Jawaban Fadhil sukses membuat orang yang berada di studio kaget. Berbagai ekspresi terpangpang saat mendengar ucapan itu.

"Wow, saya gak nyangka seorang Fadhil pernah merasakan hal seperti itu." ujar pembawa acara.

Fadhil hanya tersenyum menanggapi itu.

"Oke, untuk yang terakhir nih. Coba promosikan, kenapa orang-orang harus banget nonton film Decision ini."

"Film Decision ini wajib kalian tonton apalagi untuk yang sedang merasakan cinta segitiga. Di mana bingung dengan keputusan yang harus diambil."

"Film Decision sendiri mulai tayang awal Oktober nanti. So, kalian semua wajib nonton!"

"Terima kasih untuk Ari, Farisha dan Fadhil yang sudah hadir di sini. Sukses terus untuk kalian." ucap pembawa acara sebelum menutup acara talk show.

Ari, Farisha dan Fadhil mengangguk.

"Buat kalian tetep pantengin acara ini, karena bakalan ada bintang tamu yang gak kalah kece."

• • •

Keluar dari studio, Ari berjalan menuju area parkiran. Jadwal kali ini hanya sedikit dan sudah selesai.

Jika mengingat jawaban Fadhil, Ari merasa tersinggung. Ari tau, bukan hanya dirinya yang berusaha dekat dengan Farisha, namun Fadhil juga.

Dari gerak gerik yang selama ini Ari lihat dari Fadhil. Laki-laki itu tak mau kalah darinya. Tapi mengapa harus Fadhil? Sahabatnya dari awal ia masuk ke dunia entertainment.

• • •

Azka pikir tak akan sulit untuk ia bisa dekat dengan Aqilah. Namun ternyata realita tak seindah ekspetasi.

Sejauh ini hanya beberapa kali Azka dapat berkomunikasi dengan perempuan berkacamata itu.

Seperti sekarang, Azka sedang menanti balasan dari Aqilah. Hampir empat jam dari pesan yang Azka kirim, namun selama itu tak ada baalsan dari Aqilah.

"Yaelah, masih aja mantengin hp." ujar Feli.

Iya memang kali ini, Feli sedang ada di rumah Azka. Mereka berdua berniat menonton film. Namun bukannya menonton film, Azka malah bengong sambil menanti ponselnya berdering.

"Gue balik ajalah, daripada dikacangin kaya gini."

Tak ada ucapan dari Azka. Feli menghembuskan napasnya. Bergumam tak jelas.

"Gue denger ya, lo ngomong apa." ujar Azka.

Cengiran nampak diwajah perempuan cubby itu.
"Lagian, cowok kok galau."

Azka membetulkan duduknya. "Heh gue gak galau. Lagian bangsa cewek itu maunya apa. Gue bales cepet dibalasnya lama. Giliran dibales lama mintanya cepet. Padahal kalian juga balesnya suka lama, banget malahan."

Mendengar ucapan Azka yang membawa-bawa kaum perempuan, lantas membuat Feli tersinggung.

"Lo kok bawa-bawa kaum perempuan. Itu mah Aqilah doang kali. Gue mah kaga." sewot Feli.

"Lo sama aja."

"Sotoy ya lo."

Di tengah pertempuran adu mulut itu. Terdengar dering dari arah meja.
Feli cepat-cepat mengambil ponsel Azka yang ada di atas meja.

"Wow, penantian yang tak sia-sia." ucap Feli saat melihat pop up LINE yang menampilkan nama Aqilah.

"Siniin gak!". Azka mencoba merebut ponselnya.

"Sorry ya Az, gue tadi disuruh mama dulu." Feli membaca dengan keras apa isi dari pesan Aqilah. "Uh Aqilah anak bai– ih Azka!"

"Hp gue ini. Katanya mau balik." ujar Azka yang akhirnya memegang ponselnya.

"Lo ngusir gue?!"

Azka menghembuskan napasnya lelah. Iya lelah, kenapa cowok selalu serba salah.

• • •

Entah kebetulan atau ini memang rencana semesta. Ari bertemu dengan Farisha. Setelah selesai dari studio, Dian–Ibu Ari memintanya untuk mengantar ke supermarket. Selesai dari situ karena mereka berdua sama-sama lapar, akhirnya memutuskan untuk mencari rumah makan.

Dan di sinilah Ari duduk berhadapan dengan Farisha. Dan yang lebih mengejutkan seseorang yang duduk di samping Farisha. Tante Ica! Ibunda Farisha.

Awalnya Ari tak menyadari kalau ada Farisha, dan malah Ibunya yang menyadari. Ibunya sendiri yang menghampiri meja Farisha. Menjalin silahturahim, katanya.

Pada akhirnya kegiatan makan kali ini dipenuhi perbincangan ibu-ibu rumpi.

• • •

Seorang perempuan menjatuhkan tubuhnya ke atas tempat tidur. Menatap langit-langit kamarnya. Menghembuskan napas beratnya.

Sepuluh tahun yang lalu, hidupnya berubah secara perlahan. Di mana ia harus hidup di bawah bayang-bayang orang lain. Hingga ia akhirnya seperti sekarang.

Tapi bukan ini yang ia ingin. Sejauh apapun ia melangkah, hati kecilnya merasa teriris. Tak pernah ada yang mengerti akan dirinya, sekalipun itu kedua orang tuanya.

Bersabar dan terus bersabar hanya itu yang ia mampu lakukan. Hingga waktu terus berjalan dan tak pernah ada yang tau kapan ini akan berakhir.

• • •

Hallo!

1k votes yeaay! Makasih yaa, yang udah ngasih vote dicerita ini. Dan semoga suka juga dengan cerita ini dan makin setia nunggu cerita ini!

Love u guys💕💕

Jangan lupa vote dan comment!

See you!

Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang