Good Nite, Good Bye by Ariski

116 19 3
                                    


Pantulan bayangan seorang gadis bertubuh semampai yang menggunakan kemeja flanel berwarna navy yang dipadukan dengan celana jeans berwarna pudar. Rambut sebahu gadis itu diikat tinggi dengan ikat rambut yang senada dengan warna kemeja yang dikenakan-nya. Sentuhan akhir dari penampilan gadis itu adalah sapuan tipis lipstick berwarna peach yang membuat penampilan-nya terkesan segar.

Setelah kembali mematut diri di depan cermin, gadis itu akhirnya meraih sling-bag baby blue miliknya dan berlari keluar. Lalu tidak pernah kembali.

###

Sofie duduk diam menatap ke arah luar jendela café Daisy. Jalanan yang sepi karena sudah menunjukkan pukul dua pagi tidak membuat Sofie ingin beranjak pergi dari café itu. Beberapa pelayan café yang mendapat shift malam tengah asik bersenda-gurau di balik pantry. Sofie tidak menyadari kalau green tea latte yang dipesan-nya sudah kehilangan kehangatan-nya, karena ditinggal Sofie yang begitu larut pada nuansa bening yang hadir di sekeliling-nya.

Sofie terhanyut oleh nostalgia. Bayangan lelaki yang memiliki tubuh jukung dengan rambut hitam yang dipotong dengan rapi―lelaki itu sedang tertawa, lalu berganti menjadi murung, lalu mulai menunjukkan ekspresi lucu, lalu menangis dan marah. Tanpa sadar memori itu menghadirkan sesak pada dada Sofie, kehilangan lelaki itu secara seutuhnya menjadi pukulan keras bagi Sofie.

Dirinya teringat bagaimana usaha yang dikerahkan oleh-nya untuk membuat lelaki itu menjelaskan sendiri mengenai alasan akan kepergian-nya yang begitu mendadak. Telefon yang tidak pernah dijawab, pesan yang diabaikan dan kebungkaman lelaki itu membuat Sofie kehilangan kesabaran. Amarah itu meledak seperti gunung vulkanik yang mulai memuntahkan lahar panas dan kerikil juga debu untuk menghancurkan apapun yang berada di sekitarnya.

Amarah yang meledak begitu hebat, membawa duka juga penyesalan bagi Sofie yang masih berusia belasan, sikap labil dan tidak dapat mengendalikan emosi-nya itu sering menjadi pemicu pertengkaran antra Sofie dan lelaki yang dicintai-nya.

"Maaf...."

Kata yang terus terucap tiap kali Sofie mengingat kesalahan yang sering dilakukan oleh-nya. Entah sudah berapa kali kata-kata itu terucap disertai dengan tangis juga penyesalan. Diawal Sofie mencoba mendengarkan ego-nya dan menahan diri untuk tidak mengucapkan kata itu, lalu kemudian hati Sofie berkhianat. Segala rasa kesepian, tidak dicintai, ketakutan, depresi dan kekecewaan terus menerus berputar di sekitar Sofie. Semua itu membuat Sofie tenggelam dalam lautan kegelapan yang hampir membuat Sofie menjadi mayat hidup.

Hal-hal sepele yang dilakukan yang dilakukan oleh lelaki itu sudah cukup membuat airmata terus mengalir di pipi Sofie. Di saat hati melemah, maka tubuh mengikuti-nya. Sofie mulai sakit-sakitan. Sofie menjadi gadis yang malang sejak ditinggalkan oleh lelaki yang tidak lagi mencintai-nya itu. kehilangan itu merubah sosok Sofie. Tidak ada lagi Sofie yang bisa tertawa dengan tulus, tidak ada lagi wajah memerah karena malu, tidak ada lagi senyuman lebar yang mampu membuat hari menjadi lebih baik, tidak ada lagi Sofie.

Malam semakin larut, tidak lama lagi mentari akan terbit dan memaksa Sofie untuk kembali bergelut pada rutinitas. Padahal baru setahun lebih kejadian itu berlalu, namun Sofie masih merasa terjebak di dalam bayang-bayang kebahagiaan di hari-hari paling membahagiakan itu.

Sofie akhirnya memutuskan untuk segera kembali, diminum-nya secangkir green tea latte yang telah dingin dalam tiga kali teguk. Setelah selesai, Sofie mengeluarkan sebuah stick-note berwarna pink dan mulai menulis rangkaian kata di sana.

Ketika membuka sebuah kotak di dalam kehidupan-mu, kalimat ini, tangisan yang jatuh ini adalah semua kenangan-mu. Selamat tinggal, Juliet. Kisah pedih yang kau tinggalkan ini akan dinyanyikan di seluruh dunia. Selamat tinggal Juliet, melodi yang telah kau tinggalkan ini masih terdengar di telinga-ku.

Song Fiction: KebersamaanWhere stories live. Discover now