Bagian 5

79 13 2
                                    

Nagisa masih terdiam dan tidak bersuara. Orang yang ada di hadapannya kini, sangat mustahil untuk di percayai.

"Uso darou!?" Tanya nagisa tidak percaya.

"Hn? Apa maksudmu? Mochiron~ uso janai desu. Hm hm hm. Apakah? Aku harus melakukan sesuatu agar kau percaya?" Tanya gadis itu sambil mengeleng-gelengkan kepalanya.

"Aku tidak percaya dengan hal ini. Ibu tidak pernah cerita kalau aku punya saudara kembar." Balas nagisa menundukkan kepalanya.

"Hm? yappari,.. ibu tidak akan pernah cerita tentangku padamu. Karena ibu sangat membenciku ahahaha~ ternyata si oo-san *wanita tua* itu masih tidak berubah juga yah." Ucapnya masih menatap nagisa dengan tatapan yang sulit nagisa pahami.

"Tapi, kenapa kau menangkapku dan menyekapku disini? Aku tidak pernah berbuat salah padamu bukan?." Nagisa menatap Naima lekat.

"Eh? Hahahahahahaha~ tidak pernah sa-lah? hahaha~ hmm kalau di ingat-ingat sih, kau memang tidak salah. Tapi, karena kau lahir itulah kesalahannya. Kau membuat ibu membenciku!! Kau membuat kasih sayang ibu sepenuhnya padamu!! Kau tahu kenapa!? Karena kau lemah!! Tidak bisa berbuat apa-apa!! Bisanya menangis!! Aku muak dengan semua itu!! Aku benci semua tentangmu." Naima menumpahkan semua kekesalannya pada Nagisa, yang mendapat tatapan bingung dari Nagisa sendiri.

"Kau tahu, aku bahkan tidak ingat apapun tentang diriku di masa lalu. Aku tidak ingat memiliki kembaran, bahkan wajah ayah pun, aku sudah lupa seperti apa rupanya." Jelas Nagisa menerawang jauh. Naima menatapnya dengan tatapan hampa.

  "Benar, aku yang membuatnya hilang ingatan." Naima pun mengingat masa lalunya bersama Nagisa.

*Flasback*

Nagisa kecil yang berusia 9 tahun, terus mengejar kakaknya (Naima) yang kini sudah berlarian ke depan meninggalkannya. Usia mereka mungkin hanya terpaut 1 jam. Tapi, naima selalu bilang 'biar bagimana pun kakak ya tetap saja kakak'.

  "kakak!! Tunggu!! Aku sudah lelah berlari. Bisakah kita pelan-pelan saja?" Teriak nagisa kecil yang ngos-ngosan mengejar kakaknya.

"Hah~ dasar payah! Ayo cepat nanti kita tidak dapat tempat bagus untuk bermain. Kau ini lemah sekali." Jawab naima ketus dan tetap melanjutkan larinya. Nagisa yang tertinggal jauh, kini berjongkok dipinggir jalan.

"Kakak~! Nagisa takut~ huuuuu~ hiks hiks... kakak jangan tinggalin nagisa~ kakak~! huuuuu~" pinta nagisa sambil terus menangis dan menutupi wajahnya dengan lengannya.

"Hah~ anak itu." Keluh naima menghembuskan nafas kesal. Akhirnya dia harus balik lagi dan membawa nagisa berjalan dengannya. Naima mencoba membujuknya sampai nagisa tersenyum lagi dan mau di ajak berjalan bersama.

"Kakak" panggil nagisa lembut.
"Iyah, nani?" Jawab naima sedikit ketus.
"....." nagisa diam tak melanjutkan.
"Iyah~ nagisa-chan~ nani~?" Naima
mencoba mengulang kata-kata barusan dengan sedikit lembut.

Karena dia sadar nagisa agak sedikit ragu-ragu karena keketusannya.
"Ah, begini kakak, kalau nanti kakak dan nagisa besar sama-sama. Apa kakak akan terus di sampingnya nagisa? Kakak tidak akan pergikan?" Tanya nagisa dengan polosnya.

"Haha~ kau ini bicara apa nagisa-chan? tentu saja aku akan terus ada di sisimu." Jawab naima semangat dan itu membuat nagisa terharu sampai menitikkan air mata.

"Eh? Doushita no? Nagisa-chan?" Tanya naima panik.
"Ah? Ehehe~ daijoubu kakak, nagisa hanya menangis bahagia. Gomen." Nagisa mencoba menghapus air matanya dan tersenyum menatap naima. Semua baik-baik saja bagi nagisa tapi, tidak bagi naima.

In Love With The AssassinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang