Merasa aneh, akhirnya Roki berhenti tertawa. Ketiga temannya menatap dia datar, bukannya takut, dia malah nyengir. Sean juga, cowok itu melirik tangan Roki yang entah kapan ada di punggungnya. Mampus, Roki langsung pura-pura membersihkan debu yang ada di kemeja Sean.

"Bangsat kamu, Yang!" kata Sean.

Danil menepuk dahinya, "Mampus. Dan terjadi lagi~" ujarnya sambil bersenandung.

"Drama dimulai, Nil." timpal Wira.

"Papa, jangan marah-marah gitu dong. Masa aku-nya dipanggil bangsat gitu si, Pa?" Roki membalas sambil mengelus-elus lengan Sean.

"Geli gue, Sat." Wira sudah merinding dibuatnya. Kebiasaan temannya itu seperti itu. Untung saja dia dan Danil kuat berteman dengan Roki dan Sean. Kalau tidak, udah dia buang ke jurang kali.

"Sini peyukaaaaan," kata Sean sambil merentangkan tangannya.

Nah, kalau sudah begini mana ada sangar-sangarnya kan?

Roki juga ikut merentangkan tangan. Bukannya mendapat pelukan malah Roki mengaduh merasakan dirinya menghantam sesuatu.

"ADOH!"

"TELATTT!" balas Sean, Wira dan Danil bersamaan.

Roki merengut. Dia lagi kan yang kena. Nama aja yang bagus, tapi tampang ga ada bagus-bagusnya. Yang ada dia dibully terus, ditambah dia jomblo lagi. Lengkap kan?

"Eh, jam berapa nih?" tanya Sean pada ketiga temannya.

"Lo ada hape, ada jam. Gunanya buat apa, Yan?" sindir Danil sambil menyandar pada tembok belakang sekolah rumahnya. Sementara orang yang bersangkutan malah berpura-pura tidak dengar.

"Jam 12 lebih," jawab Wira mengalah. Dia sudah tau kelakuan Sean yang bikin orang geleng-geleng kepala. Jadi daripada ribut tidak jelas, mending dia yang mengalah dan melirik jam di ponselnya.

"Adzan udah lewat ya tadi?"

Ketiga temannya mengangguk.

"Yok, sholat!" ucap Sean sambil melompat dari duduknya.

"Nanti aja lah, Yan. Bolos sholat sekali nggak apa-apa ya?" Danil menatap Sean memelas.

"Nggak ada. Buruan!" titah Sean.

"Ta-tapi Yan—"

"Nggak ada tapi!" Sean menekankan ucapannya sambil menatap kedua temannya yang protes, sementara Wira kalem-kalem saja.

Mereka bertiga mengangguk, gagal sudah acara bolosnya. Berhasil sih, mereka berhasil dari kejar-kejaran guru piket. Kalau bolos mata pelajaran Sean sih iya-iya aja, kalau bolos ibadah? Tentu aja nggak.

Prinsip seorang Sean Naufal Aldebaran: nggak papa dikatain anak nakal, nggak pernah ngerjain PR, selalu ke kantin pas jam pelajaran yang penting ibadah jangan sampe lupa.

Setelah melaksanakan sholat Dzuhur, keempat cowok itu berakhir di rumah Danil. Rumah mewah ber-cat putih dengan halaman dan kebun bunga yang luas. Beberapa fasilitas juga ada di sana, seperti kolam renang dan gym. Itulah salah satu alasan yang membuat teman-teman Danil senang berada di sini. Apalagi rumahnya itu sepi, mau berisik seperti apapun juga bebas aja, katanya.

"Rumah lo sepi amat ya, Nil, kek biasa." ujar Wira menghempaskan tubuhnya pada single sofa berwarna merah marun yang berada di ruang tamu.

"Emang kek gini, makannya gue kesepian." balas Danil menghela napas. Roki yang berada tak jauh dari Daniel mengedip-ngedip centil.

Your FeelingsWhere stories live. Discover now