How My Life Ruin

109 14 11
                                    

Kutepiskan buku latihan SAT yang ada digenggamanku saat ini. Didalamnya terdapat selelmbar kertas bertuliskan―

Maaf Saudari Min Hwa Young, Anda gagal dalam SAT 2017. Silahkan―

Dan seterusnya. Aku duduk termangu di halte bus bagaikan seorang pengemis mengharap belas kasihan dengan kepala tertunduk dan pandangan yang hampa. Kupandangi terus menerus buku katihan SAT yang selama dua bulan terakhir menjadi sarapanku di pagi hari, cemilan siangku sebagai penahan lapar, dan makan malamku pengganti lagu nina bobo dari eomma. Oh eomma, wanita yang selama delapan belas tahun menghidangkanku makanan, menyapu bersih kamarku yang berantakan bak kapal pecah, atau bahkan memaksakan diri untuk berkutat didepan layar laptop untuk mengedit karya penulisnya― untuk menutupi krisis keuangan di rumah. Sedangkan aku disini, melamun tanpa guna dan dipandangi orang-orang dijalan. Semburat mata mereka mencibirku

Min Hwa Young, kau tidak berguna.

Ingin sekali kuteriaki tepat didepan muka mereka. Aku memang tidak berguna, tapi asalkan kalian tahu aku telah menghabiskan dua bulan terakhir untuk mematangkan diriku dalam Ujian sialan ini. Lagipula apakah kalian pikir ini adil? Kalian―maksudku kita, talah menghabiskan tiga tahun untuk mempersiapkan Ujian berbasis perang dingin ini, tapi kita hanya diberi waktu sehari untuk membuktikan kalau kita telah belajar dengan baik? Yaissh, pikiran seperti ini membuatku semakin frustasi, Apa hidupku akan jadi lebih baik jika aku berhasil memasuki Universitas yang kalian agung-agungkan itu? Kurasa tidak.

Diseberang jalan, dengan jelas kulihat dua sejoli berpelukan merayakan keberhasilan mereka dalam Ujian sialan itu. Aku jomblo, dan aku gagal dalam ujian. Oke, ini pahit sekali, lebih pahit dari kopi tawar tanpa gula yang dibuatkan eomma untuk appa setiap pagi. Oh, aku baru ingat. Appa sudah meninggal 7 bulan yang lalu. Aku juga baru ingat kalau hari ini adalah Failed Anniversaryku dengan mantanku yang brengsek itu. Hei kau tau? Dia lulus Ujian SAT, dan aku gagal seperti pecundang. Disaat dia telah merebut ciuman pertamaku dengan paksaan dan mengajakku untuk―

Ah. Sudahlah.

Pertahananku roboh. Aku tidak kuat lagi. Dengan sisa kekuatan yang kumiliki, kupaksakan badan ini untuk berdiri, perlahan aku berjalan gontai kearah jalan raya―masih dengan tatapan aneh dari semua orang. Aku yakin, mereka telah sejak lama menebak bahwa aku adalah siswi SMA yang gagal melewati Ujian SAT. Saat ini, aku tidak peduli lagi dengan tatapan itu. Dengan langkah terhuyung namun pasti, kakiku mendekati jalan raya. Saat itu beberapa orang berkerumun menunggu lampu berganti merah untuk menyebrang. Aku tetap menyeret langkahku dan tetap tegar. Kali ini tatapan aneh itu berubah menjadi tatapan khawatir dari orang-orang.

“Hei nona, lampunya masih hijau, kemana kau pergi?”tanya seorang Ahjussi dibelakangku.

Siapa peduli? Lebih baik kau, bawalah mayatku ke rumah sakit dan hubungi eommaku. Bilang padanya kalau aku tidak akan menambah beban di rumah lagi. Siapa sangka, aku bisa menjadi seperti ini? Menggila dan berniat mengakhiri hidup. Kulihat sebuah truk besar mendekat. Aku memejamkan mataku bersamaan dengan telingaku yang masih peka dengan suara orang-orang berteriak histeris merayuku untuk pergi. Sial. Aku salah pilih tempat untuk melakukan ini.

Bunyi klakson semakin jelas terdengar merasuk ke gendang telingaku. Aku hanya diam dan bersiap menjemput mautku. Bunyi itu semakin mendekat dan terdengar berulang-ulang. Setelah itu―

Gelap.

“Hei nona! Kau tidak apa-apa? Yaa! Bangunlah! Siapapun tolong―”

Seseorang sedang bergumam disebelahku, ah.. tapi, aku mengantuk sekali―

Kudapati diriku terbaring disebuah kasur empuk berwarna biru. Langit-langitnya terlihat senada dengan kasur yang kutiduri ini. Kepalaku masih terasa berat untuk mengingat apa yang telah terjadi. Ah.

House of CardsWhere stories live. Discover now