4. Under The Rain

Start from the beginning
                                    

"Lo udah pada kenal?" tanya Fia menunjuk sepasang remaja itu.

"Apasih lo, ndut? Gangguin aja," komentar Arya.

"Berisik lo, Yanto."

Sementara teman-temannya sibuk berdebat, Bita lebih memilih diam dan tidak banyak berkomentar. Bahkan saat Akbar menyapanya secara terang-terangan, perempuan itu hanya tersenyum sekilas. Lalu dia berlalu begitu saja masuk ke dalam kelas.

Fia langsung menatap Bita saat cewek itu lantas menariknya masuk ke dalam kelas setelah Bita disapa oleh Akbar. "Bit?"

"Ya?"

"Akbar kenal sama lo? Kok bisa? Kan lo baru dua hari sekolah dan belom keliling-keliling?"

"Iya," Bita mengangguk sambil membuka bungkus snack yang baru ia beli dari kantin. "Gatau tuh, gue tetanggan sama Akbar."

"Serius lo tetanggaan?"

"Iya."

***

AKBAR yang baru saja mengalami kejadian semacam itu langsung merasa awkward sendiri. Seorang Akbar Imantaka baru saja diabaikan seorang gadis. Rangkulan pada bahunya langsung membuat Akbar menoleh dan mendapati Jaya sedang menatap ke arahnya.

"Sabar, Bar. Orang sabar idungnya mekar."

"EH BAGUS YA KAYAK GURINDAM GITU MASA!" kata Fingki antusias dan perkataan lelaki berkulit sawo matang itu langsung disambut ernyitan alis mata oleh teman-temannya.

"Apaan dah lo, Fing?"

"Jayus."

"Idih tolol. Maksud gue, omongan si Jaya tuh kayak bentuk Gurindam gitu masa, ngarti nggak lo?" cerocos Fingki dengan tangan yang bergerak menjelaskan.

"Enggak," sahut Jaya.

"Gurindam apaan?"

"Tolol, makanya kalo mapel Bahasa jangan pada bolos." Lelaki itu menoyori kepala temannya satu-persatu. Selanjutnya, tanpa bicara apa-apa lagi, dan tanpa perintah apapun, kelima lelaki itu berjalan bersamaan ke arah Warung Mamang yang terletak di samping sekolah.

Akbar diam saja sejak dia terakhir kali menegur Bita. Sebetulnya empat lelaki yang lain juga sadar akan perubahan sikap Akbar. Hanya saja mereka memilih bungkam. Tapi tidak dengan Edo. Dia memilih menyenggol pinggang Akbar dengan sikunya sampai lelaki itu reflek menoleh.

"Apaan?"

"Lo masih mikirin si Bita?" tanya Edo akhirnya dan teman-teman mereka langsung menyimak perbincangan keduanya.

"Iya. Soalnya tuh— aneh sumpah." Akbar menggaruk pangkal hidungnya sekilas, lalu menatap ke arah Edo serius. "Lo percaya nggak?"

"Apa?"

"Sama cinta pandangan pertama yang kayak di film-film gitu?"

"Hah?!" Arya yang sedaritadi sibuk dengan ponselnya langsung menoleh ke arah lelaki yang beberapa senti lebih tinggi darinya. "Apaan dah lo, Bar?"

"Lo jangan aneh-aneh dah, bangsat. Lula pikirin, Lulaaaa!" tambah Edo mengingatkan seraya menepuk-nepuk jidat Akbar.

"Serius anjir,"

"Gue nggak percaya," kata Fingki. "Ya lo pikir aja nih ya, ibarat kata, lo kenal dia juga kaga, lo tau sifatnya juga boro-boro. Terus? Bisa jatuh cinta gitu? Penasaran mah iya."

"Tapi kalo kata gue mungkin-mungkin aja sih," sanggah Jaya. "Nyatanya? Kakek sama Nenek gue dulu awalnya gara-gara cinta pandang pertama gitu, jadi yaaaa..., percaya gak percaya, sih."

Somebody ElseWhere stories live. Discover now